Cia merasa tidak sabar untuk mencicipi hidangan itu. Dia mengambil sendok, mengaduk-aduk tahu dan bahan lainnya dalam kuah kacang yang gurih. Setiap suapan memberinya ledakan rasa, kombinasi antara manisnya kecap, gurihnya bumbu kacang, dan rasa segar taoge. Dia juga menikmati tekstur lembut tahu yang kontras dengan sedikit krenyes dari kacang dan taoge.

"Eumm, enaknyaa" gumam Cia setelah merasakan suapan pertama yang menyentuh lidahnya.

"Memang enak Ndoro ini langganan Mbok kalau ke pasar" ujar Mbok Nimas yang masih mendengar gumaman Cia.

Sambil menikmati makanannya, Cia memperhatikan sekitarnya. Dia melihat orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing, sebagian besar dari mereka juga sedang menikmati makanan di warung tersebut. Suasana ramai warung membuat makanannya terasa lebih nikmat.

Setelah mereka selesai makan perjalanan mereka di pasar dilanjutkan ke toko kelontongan untuk membeli kebutuhan rumah yang sedang kosong.

Sementara Mbok Nimas berbelanja, Cia yang merasa bosan memutuskan untuk keluar dari toko tersebut untuk melihat suasana pasar.

Dia kemudian berjalan-jalan menyusuri pasar tanpa sepengetahuan Mbok Nimas. Namun, di tengah perjalanannya melihat-lihat Dia malah dihadang tiga orang preman.

"Weiss ayu nee" salah satu preman tersebut mencolek pundak Cia.

Ketiga preman tersebut kemudian mengelilingi Cia.

"Apasih, seperti tidak pernah melihat perempuan saja" Cia menepis tangan preman tersebut.

"Wah berani sekali kamu pada kami, Kami adalah penguasa pasar ini" ujar preman tersebut merasa tidak terima dengan perilaku Cia barusan.

"Penguasa pasar? Huh, memangnya nenek moyangmu yang membangun pasar ini. Yang benar saja, penguasa pasar katanya"  balas Cia sambil menye-menye, tidak ada takut takutnya pada preman itu.

"Beraninya kamu..." merasa tidak terima preman tersebut melayangkan salah satu tangannya untuk memukul Cia.

Belum sempat tangan preman itu menyentuh Cia, tiba-tiba terdengar suara langkah cepat dari ujung pasar membelah kebisingan pasar. Seorang pria muda dengan postur tinggi dan tegap muncul, tampaknya datang untuk menolong Cia.

"Berhenti!" serunya dengan suara lantang

Para preman tersebut terkejut dan menghentikan gerakannya. Dia melirik ke arah pria muda itu, menilai situasi.

"Haha, sang penyelamat datang" ujar salah satu preman tersebut.

"Tidak usah banyak bicara sini kamu" sang preman mengarahkan tinju ke arah pria tersebut.

Bugh,,,bugh,,,, bugh

Aksi baku hantam pun tidak terelakkan. Mereka kemudian menjadi pusat perhatian di pasar tersebut. Akhirnya, pertengkaran tersebut dimenangkan oleh sang pria muda tersebut yang berhasil membuat para preman tersebut babak belur.

Kemudian Pria muda itu melangkah mendekati Para Preman dengan langkah mantap.

"Dia tidak bersalah. Jangan ganggu dia lagi," desaknya dengan suara tegas.

Akhirnya para preman tersebut memutuskan untuk mundur. Mereka melemparkan pandangan terakhir pada Cia sebelum melangkah pergi.

Cia, yang sebelumnya tegang, menghela nafas lega.  Matanya langsung bertabrakan dengan mata seorang pemuda priyayi bertubuh tinggi dengan ageman rapi dan blangkonnya yang menandakan pria itu adalah golongan ningrat dan terpelajar. Pria itu memiliki tatapan yang teduh dan tenang. Perawakannya juga berwibawa dan tampak jauh lebih tua darinya. Cia langsung mengatupkan kedua tangannya di depan hidung memberi hormat, meskipun ia tidak mengenal pria di depannya. Dia menatap pria muda itu dengan penuh rasa terima kasih.

"Terima kasih, Raden" ucapnya dengan suara lembut.

Pria muda itu tersenyum. Entah mengapa Cia merasa aman berada di samping pria muda itu. Meskipun insiden itu membuatnya gemetar, Cia bersyukur karena ada orang baik yang melindunginya dari bahaya.

"Tidak perlu berterima kasih. Mari, saya antar kamu pulang."

"Tidak Perlu raden, saya bisa pulang sendiri" Cia menolak tawaran tersebut.

Dengan langkah terpogoh-pogoh Mbok Nimas menghampiri Cia.

"Astaga Ndoro apa yang baru saja terjadi? Apakah Ndoro baik-baik saja? Ada yang terluka?" Mbok Nimas mencerca Cia dengan pertanyaan-pertanyaan beruntun untuk memastikan keadaan majikannya.

"Tenang Mbok, Ayu baik-baik saja. Untung saja Raden ini datang di waktu yang tepat untuk menolong Ayu dari para preman itu" Cia menjelaskan keadaannya kepada Mbok Nimas.

"Duh Gusti syukurlah" Mbok nih Mas memanjatkan syukur kepada Yang Maha Kuasa karena melihat kondisi majikannya yang baik-baik saja.

Tatapan Mbok Nimas lalu beralih kepada pria muda itu.

"Terima kasih ya Raden karena sudah menolong majikan saya, semoga yang di atas membalas kebaikan Raden" ucap Mbok Nimas dengan penuh rasa terima kasih kepada pria muda tersebut.

"Tidak masalah Mbok sudah tugas kita sebagai sesama manusia untuk saling tolong-menolong satu sama lain. Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu" pria muda itu pamit dan meninggalkan  Mbok Nimas dan Cia.

Mbok Nimas dan Cia menatap kepergian pria yang menolong Cia itu, tanpa tahu namanya. Setelahnya mereka saling bertukar pandang karena baru saja sadar kalau mereka sudah menjadi pusat perhatian seluruh pasar.

"Habislah kita Ndoro, Kejadian ini pasti sudah sampai ke telinga Ki Ageng Pandu dan Ni Sara" ujar Mbok Nimas yang dilanda rasa panik.

"Tidak apa Mbok. Mbok tidak perlu merasa khawatir. Ayu yang salah karena kabur dan berkeliaran tanpa sepengetahuan Mbok. Ayu siap menerima hukuman apapun yang diberikan ayah dan ibu nantinya" Cia berujar demikian berusaha menenangkan Mbok nih Mas yang dilanda panik. Padahal dia juga dilanda sedikit rasa khawatir mengenai nasibnya nantinya Cia Hanya bisa pasrah saja.

Destiny? (SELESAI)Where stories live. Discover now