"Apa kau tahu darimana asal serbuk tersebut?" Tanya Ace.

Dariel mengangguk "Para pedagang besar yang berasal dari wilayah asing. Mereka biasanya melabuhkan kapal-kapalnya di pelabuhan timur Kerajaan Renegades untuk berdagang maupun melakukan barter. Mereka akan berlabuh selama 2 hari sebelum menlanjutkan perjalanan kembali ke wilayah lain. Karena jarak Orthello dan Renegades jauh maka pembelian barang tersebut hanya bisa di lakukan sekali dalam satu minggu." Ucap Dariel "Lalu, saya juga mendapat surat dari anda untuk menyelidiki siapa orang yang membeli bahan baku tersebut dari para pedagang asing. Dan ini hasilnya," Dariel menyerahkan dokumen yang ia bawa kepada William yang diam menyimak obrolan mereka berdua. Willian dengan sigap memberikan lembaran kertas itu pada Ace.

Ace mengangkat sebelah alisnya, menatap sketsa gambar yang sedikit tidak asing di matanya. Ia tetap fokus membaca informasi yang tertulis di dokumen tersebut.

"Dia pria yang membeli obat tersebut?"

Dariel mengangguk "Bukan, beliau bernama Baron Smith Snowhite. Adik dari Charlie Snowhite."

Pangeran Ace mengenal siapa Charlie Snowhite, ia merupakan Ayah kandung dari Salsabila Snowhite yang meninggal akibat peperangan merebut kekuasaan Kerajaan Whenz. Charlie meninggal di tangan Daniel. Selepas kepergian Charlie, istrinya terlibat hubungan rumit dengan Baron Smith yang membuat mereka berakhir menikah. Karenanya, Salsabila diangkat menjadi putri angkat Baron Smith Snowhite.

"Kalau bukan dia yang membelinya, lalu apa?" Tanya Ace.

"Beliau lah bandarnya, Pangeran!" Ucap Dariel membuat Ace terdiam.

"Yang membeli bahan baku obat itu ialah anak buahnya. Dan mereka memproduksinya di tempat asing yang tidak ada seorang pun yang tahu, bahkan enggan untuk menjamahnya. Dan tempat itu ada di..." Kata Dariel yang sedikit menggantung karena berpikir.

"Tempat itu, Hutan Terlarang!" Ace membelalakkan matanya, firasatnya mengatakan bahwa Thalia pasti pergi ke hutan terlarang, karena ia tak menemukan Thalia dimana pun.

Dariel sontak menggebrak meja "Anda benar, Pangeran!"

Netra merah Ace berkilat marah "Seberapa jauh jarak kita dengan hutan tersebut?" Tanya Ace dingin, ia menatap tajam William yang sedari tadi masih diam.

William terperanjat "Lumayan jauh kalau dari sini, Pangeran! Mungkin sekitar 2 jam perjalanan dengan menggunakan kuda. Akan lebih dekat jika kita berada di RS, hanya 20 menit berjalan kaki," Jawab William.

Ace langsung berdiri dan beranjak pergi meninggalkan ruang rahasia mereka "William dan kau, Dariel! Kalian berdua ikuti aku!" Perintah Ace dengan nada tegasnya.

William mengangguk dan Dariel terperanjat kaget karena ia mendapat perintah dari klien teragungnya. Maka dengan berat hari, Dariel pun mengikuti kemana kedua manusia itu pergi dengan langkah tergesa-gesa.

"Pangeran! Informasinya belum selesai saya sampaikan!" Ucap Dariel di sela-sela mereka memacu kuda dengan kecepatan tinggi.

Netra merah Ace tak pernah lepas dari tatapannya yang lurus ke depan, ia hanya fokus untuk bisa secepatnya sampai di hutan terlarang. Mustahil Ace menggunakan teleportasinya, karena jaraknya terlalu jauh dan Ace bisa mendapatkan luka cukup serius karenanya--Ace masih dalam proses penyembuhannya.

"Jelaskan padaku nanti!" Jawab Ace setengah membentak dan berhasil membungkam pria itu. Dariel pun berakhir menuruti sang Pangeran Ace pergi.

***___***

Thalia masih menelusuri rumah yang lebih mirip gubuk reyot itu dengan hati-hati. Ukurannya tidak begitu luas hanya saja sangat tidak terawat dan lebih mirip rumah hantu kalau di dunia asli Thalia. Beruntung Thalia tidak takut hantu, karena ia memang belum pernah melihatnya.

Thalia berhenti tepat di bagian belakang rumah yang terdapat jendela tertutup oleh batang-batang kayu yang di paku ala kadarnya. Bagian jendelanya pun sudah tak layak, banyak kepingan kaca pecah masih tertempel di bingkai kayu jendela yang sudah mulai lapuk termakan rayap. Di kedua sisi jendela sudah di tumbuhi oleh tumbuhan liar. Thalia mengambil belati kecilnya, ia membuka celah sedikit dengan menebas tumbuhan liar tersebut.

Setelah ia rasa aman, Thalia mulai mengintip dari balik batang kayu. Remang-remang dan tak terlihat apapun, sia-sia ia melakukannya. Thalia berdecak kesal, ia beralih kembali ke arah pintu depan yang merupakan jalan satu-satunya untuk masuk ke dalam rumah.

Thalia mulai menaiki tangga teras satu persatu, suara derit kayu menemani setiap langkahnya. Dalam hati ia mengumpat dan berdoa agar suara derit kayu tersebut tidak terdengar oleh siapapun. Gadis itu berhenti sejenak ketika sudah berdiri di depan pintu dimana laki-laki berjubah hitam itu masuk.

Netra emas madunya memindai setiap dinding rumah, ia berharap ada sebuah lubang kecil yang bisa ia pergunakan untuk mengintip situasi di dalam. Karena tak mungkin Thalia masuk begitu saja, hal itu akan membuatnya menjadi santapan empuk laki-laki tersebut.

Thalia merasa gemas karena ia tak bisa mengintip situasi di dalam rumah karena gelap. Jalan terakhir ia pun harus membuka pintu tersebut. Berbekal pisau yang ada di tangannya, Thalia pun membuka pintunya secara perlahan.

Netra emasnya mengintip sedikit di balik pintu. Ia mendapati rumah itu kosong, Thalia segera masuk ke dalam rumah itu setelah ia rasa aman. Gelap, pengap dan sesak itulah yang di rasakan Thalia. Ruangan itu kosong tak ada satu orang pun. Meski tampilan bagian dalam rumah itu tak seberantakan di luar, Thalia tetap tidak nyaman berada di dalamnya.

Perabotan tertata rapi, tetapi tampak tak terurus. Debu tebal dengan setia menemani. Thalia mengedarkan pandangannya, ia berdiri di ruang tamu dengan 3 pintu yang ada disana dalam kondisi tertutup. Gadis itu memutuskan untuk mengecek ruangan satu persatu.

Ia beranjak ke pintu yang paling dekat dengannya, perlahan ia membukanya dan mengintip ke dalam ruangan. Tampak kosong, ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan. Sebuah kamar dengan tempat tidur berukuran king size. Netra emas Thalia terpaku pada jubah hitam tergantung di tiang khusus menaruh jubah, gadis itu beranjak mendekati jubah tersebut. Jemari tangannya menyentuh jubah hitam itu.

"Jubahnya masih terasa hangat dan di bagian bawah juga sedikit basah. Ini belum lama di lepas oleh laki-laki tadi." Gumam Thalia pelan. Ia kembali memeriksa kamar tersebut dan tak menemukan apa-apa. Thalia sempat takjub karena kamar tidur itu terkesan bersih dari debu, ia berpikir ruangan itulah yang sering di pakai oleh laki-laki itu.

Karena tak menemukan apapun, Thalia kembali keluar untuk melanjutkan memeriksa pintu lainnya. Thalia terdiam sesaat, ia menatap dua pintu tersebut. Jemarinya saling menunjuk ke pintu secara bergantian, ia menimang-nimang untuk memeriksa yang mana dulu. Satu pintu tak jauh dari ia berdiri, satunya lagi terletak sedikit jauh dan berada paling sudut.

"Yang mana ya? Yang dekat atau yang jauh?" Thalia berpikir "Yang jauh saja deh!" Thalia mulai melangkahkan kakinya untuk menuju pintu paling pojok. Ia membukanya perlahan dan mengintip terlebih dahulu.

"Gelap!" Gumamnya. Thalia pun membuka pintu tersebut. Kedua netra emasnya melebar sempurna karena melihat pemandangan di depannya.

🌹🌹🌹

Upload ini pas dengerin

Lyodra - Pesan Terakhir

Wkwkwkwk

Tetap rileks yaahhh... Kendurin otot sama-sama... Karena perjalanan Thalia belum selesai... 😅😅

Salam Manis Dariku

NING SRI 😘

I WANT YOU (END)Where stories live. Discover now