Chapter 24. Curahan Hati

Mulai dari awal
                                    

"Apa yang sebenarnya dia pikirin.. k-kenapa.. kenapa Freyana begini.. k-kenapa-- aku.."

"Sshhh.. nangis dulu aja gapapa. Jangan berusaha ngomong, nanti dadanya sakit"

Aku mengerang, "Kak Indah.. sakit. Aku benci Freyana"

Kak Indah mengusap kepalaku dengan lembut sambil menenangkanku menggunakan kalimat yang baik.

Tak lama, aku akhirnya merasakan kelegaan dalam hatiku. Meski masih memasang muka jelek dan sesenggukan yang belum berhenti ini, aku menyudahi tangisanku.

"Makasih ya, Kak. Kak Indah selalu bantu aku dari dulu. Aku beneran berterimakasih sama Kak Indah"

Senyum tipis bisa terlihat di semburat merah di wajah perempuan yang kali ini menggelung rambutnya tersebut.

Ia beranjak dari kasur, "Gak perlu berterimakasih. Kamu juga banyak bantu loh. Udah ngerasa baikan? Kalo mau cerita boleh, tapi makan dulu ya"

Sambil mengulurkan tanganku, ia mengajakku menuju ruang makan untuk makan malam. Rumah Kak Indah sangat sepi karena orang tuanya sedang berada di luar kota sekarang. Ya, mereka adalah pebisnis hebat yang mengharuskan selalu berpindah tempat untuk mengurus pekerjaan dan kebetulan Kak Indah adalah anak tunggal. Ia terbiasa hidup mandiri dan bekerja keras sesuai yang diajarkan mama papanya. Ini juga yang membuat hubungannya dengan Kak Jesslyn dulu putus karena tidak bisa tinggal bersama dan masing-masing memiliki pandangan masa depam yang berbeda.

"Oh, ayam dekat RS ini ternyata enak juga ya. Aku belum pernah beli", aku menikmati makan malam yang disediakan oleh Kak Indah.

"Lain kali kamu harus coba makan di tempat, nasinya bisa refill"

Aku membelalak, "Oh ya? Wah!"

Aku bercengkrama panjang lebar di meja makan bersama Kak Indah yang merupakan pendengar terbaik yang kumiliki. Hingga bercerita mengenai masalah utama, juga bertukar kisah tentang percintaan yang tiada habisnya. Malam ini kami habiskan dengan menangis dan tertawa bersama. Walaupun di dalam hatiku masih terasa sakit jika mengingat secarik nama itu, aku beruntung ada teman yang menemaniku menjalani luka ini bersama.

Semalaman kami bercerita sampai terlelap dalam tidur karena kehabisan energi untuk berbicara. Di tambah Kak Indah yang bekerja tiada henti seharian kemarin di ruang kerjanya, dan di tambah aku yang harus menyusahkannya datang-datang untuk curhat. Meskipun ia bilang tidak masalah tentang hal ini, aku tetap tak bisa membiarkan ini berjalan tanpa arti begitu saja. Aku tetap berhutang budi padanya.

Keesokan harinya, aku izin menumpang mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja kembali di rumahnya. Untunglah hari ini Kak Indah libur, jadi ia bisa beristirahat sepanjang hari di kamarnya. Sebelum pergi bekerja, aku menjanjikannya waktu untuk hang out dan shopping entah kapan ia mau pergi. Lalu, aku menaiki ojek online menuju rumah sakit.

"Gak bisa di tutupin sih, kataku mending kamu ngambil cuti aja", Jessi membantuku menambah dempul di bawah kelopak mataku yang besar ini.

Ya, sebuah kesalahan karena terlalu puas menangis hingga akhirnya aku sadar kalau itu akan membekas di pagi harinya. Saat aku sedang sibuk dengan Jessi, Dokter Adel datang sambil membawa kotak makanan.

"Fiony, bisa ngobrol?"

Jessi mengedipkan matanya kepadaku. Seolah memberi kode untukku segera pergi menemuinya. Awalnya aku enggan untuk menerima ajakan itu, tapi setelah kupikir-pikir aku tidak begitu peduli dengan apa yang sudah terjadi. Alias ingin bersikap bodo amat kepadanya.

Namun, akhirnya aku mengiyakan saja apa yang ia inginkan dan kami pun menuju kafetaria setelahnya. Ia membuka kotak makan yang dibawanya dan memberikanku sekotak penuh makanan lengkap dengan tampilan yang sangat cantik. Tak kusangka dia membawa dua kotak makan di bento yang dibungkusnya menggunakan kain itu. Ia tersenyum sambil menyodorkanku sekotak susu rasa strawberry.

"Sebagai permintaan maafku hari itu. Ini aku sendiri yang memasak dan menghiasnya", kata Dokter Adel yang berusaha menunjukkan effort-nya itu.

Di samping niatnya tersebut, sebenarnya tingkah dia yang sekarang ini bisa dikatakan sangat manis dan menggemaskan. Jika ingin tahu apa yang ada di dalam kotak makan yang di berinya, ia memasak nasi goreng dengan telur yang di bentuk matahari, menghiasnya dengan daun coriander, dan dilengkapi buah semangka dan pir untuk penutupnya. Menurutku ini terlalu niat hanya untuk sekedar permintaan maaf.

Aku terkekeh melihat kelucuan ini, Dokter Adel memanyunkan bibirnya sambil memiringkan kepalanya menatapku.

"Kamu gak suka matahari ya? Yaudah besok kuulang bikin bunga daisy aja. Aku bisa bikin itu"

Aku pun tertawa renyah dan menggeleng.

"Gak perlu, ini terlalu bagus untukku. Terimakasih, Dokter"

Dokter Adel cemberut, "Kamu masih seformal ini ya sama aku.."

Aku tersenyum sambil menggaruk kepalaku, kebingungan untuk menunjukkan ekspresi yang tepat untuknya. Meski begitu, ia masih semangat mempersilahkanku untuk makan sarapan yang ditawarkannya padaku.

Saat ingin menyuapkan nasi ke dalam mulutku, aku melihat seseorang dengan rambut panjang dan kepang yang khas sedang berada di stand kopi. Aku terdiam sejenak melihatnya. Memastikan kembali apakah yang kulihat itu benar-benar dia. Saat ia membalikan badan sambil mengambil cup kopi hangat yang dipesannya, aku bisa melihat jelas wajah yang identik dan mudah sekali kukenali.

Flora. Dia adalah Flora.

"Fio? Kamu ngelihat siapa?", Pandangan Dokter Adel juga ikut mengarah senada dengan tatapan mataku yang tak berkutik sedari tadi.

Setelah itu, aku menyadari bahwa ia juga tertegun sebentar lalu kemudian meletakkan sendoknya dan mengambil smartphone-nya.

"Dokter Adel kenal dia gak?"

"Hah? Siapa?"

Aku menatap kembali sosok yang tidak menyadari keberadaanku itu, "Flora. Sahabatnya Dokter Freya"

Ah, kapan ya aku terakhir ketemu dia? mungkin semenjak kelulusan Freyana dari jenjang perkuliahan. Setelah itu, aku tidak pernah tau kabarnya kembali. Kini, aku melihatnya berada di tempat kerjaku, sedang minum kopi sambil tertawa senang memandangi smartphone.

Dia masih cantik, tidak berubah. Selalu sama seperti dulu. Saat pertama kali aku mengenalnya. Wajahnya yang lugu dan polos, style-nya yang khas dan manis itu, selalu menarik perhatian mataku untuk selalu memandangnya. Sahabat baik Freyana. Juga merupakan orang pertama yang menyatakan cinta kepada Freyana.

Bersambung...

Halo para rusa tercinta sekalian!

Sebelumnya, mohon maaf ya jika lama sekali untuk update cerita ini

Kesibukan yang padat bikin up cerita ini tertunda, mohon dukungannya selalu untuk melanjutkan cerita ini sampai tamat

Terimakasih❤️

FREYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang