31 | Nasihat

786 125 16
                                    

Kaiya sama sekali tidak bisa memejamkan matanya, meski jam dinding sudah menunjukkan waktu pukul 00.10 pagi. Dia bukan orang yang selalu tidur tepat waktu pukul sembilan atau sepuluh, tapi dia jarang sekali tidur di atas pukul dua belas. Kaiya bukan tipe orang yang kuat begadang.

Hanya di waktu-waktu tertentu dia begadang, itu pun dia harus mempersiapkan dirinya dulu, seperti sudah tidur dulu setelah makan malam dan bangun lagi di tengah malam. Atau memaksakan diri minum kopi lebih banyak dari biasanya. Yang biasanya, berakhir dengan asam lambungnya naik dan Aiden akan ngomel-ngomel.

Kaiya menggeram kesal karena lagi-lagi dia teringat Aiden. Padahal, dia terus mengingatkan dirinya sendiri kalau tujuannya pergi ke rumah orang tuanya adalah untuk menenangkan diri dan melupakan sejenak masalahnya dengan Aiden. Tapi, ternyata sulit untuk dilakukan.

Dia mengubah posisi rebahannya menjadi duduk bersandar pada headboard, lalu mengambil ponsel di atas nakas. Ternyata banyak pesan yang masuk, beberapa tentang pekerjaan, sebagian lagi dari teman-temannya, dan sisanya dari Aiden.

Ponsel tersebut memang sengaja di-mode senyap oleh Kaiya karena dia tidak ingin diganggu, jadi dia tidak tahu kalau pesan yang masuk akan sebanyak itu. Dia membuka dan membalas satu per satu pesannya. Terakhir, hanya tinggal pesan Aiden yang belum tersentuh. Kaiya tampak bimbang, tapi kemudian memutuskan untuk hanya membukanya dan dibaca, lalu ditutup tanpa dibalas.

Kaiya baru saja akan meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas saat muncul notifikasi baru. Aiden mengirim pesan lagi. Ternyata, suaminya itu belum tidur.

Setelah meletakkan ponsel ke atas nakas—karena lagi-lagi Kaiya hanya membuka pesan Aiden dan tidak membalasnya, Kaiya turun dari kasur dan beranjak keluar kamar untuk mencari udara segar

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Setelah meletakkan ponsel ke atas nakas—karena lagi-lagi Kaiya hanya membuka pesan Aiden dan tidak membalasnya, Kaiya turun dari kasur dan beranjak keluar kamar untuk mencari udara segar.

Ya, bodoh sekali memang mencari udara segar di tengah malam begini. Bisa-bisa dia malah terkena pneumonia.

Suara petikan gitar dari balkon mengundang Kaiya untuk mendekat. Dilihatnya sang kakak, Karel, tengah bersenandung lirih sambil memainkan gitarnya. Satu pemandangan yang sudah lama sekali tidak Kaiya lihat.

"Tumben main gitar lagi?" tanya Kaiya sambil menempati kursi di samping Karel.

"Lho, belum tidur?"

Kaiya bergumam dan mengangguk. "Nggak bisa tidur."

"Karena nggak tidur bareng Aiden?"

Decakan pelan keluar dari mulut Kaiya. "Apa hubungannya?"

Karel tergelak sambil mengangkat bahu. "Ya, siapa tahu. Biasanya kan orang-orang kalau udah nikah begitu. Nggak bisa tidur kalau nggak ada pasangannya."

"Lebay sih itu." Kaiya mengambil gitar dari pangkuan Karel dan mulai memetik senarnya.

"Wah, udah jago sekarang?" tanya Karel dengan mata membulat.

Kekehan lirih dikeluarkan Kaiya. "Buat apa punya suami anak band terkenal kalau nggak bisa dijadiin mentor gratis?"

Di antara keempat anggota keluarga Dharmawan, hanya Karel yang pandai bermusik. Dia mahir memainkan gitar dan suaranya pun bagus.

Us, Then? ✓ [Completed]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن