Thalia tak bisa berhenti merasa kagum dari awal ia hadir di zaman ini, ia benar-benar takjub dengan pemandangan langit malam. Bulan bersinar terang di temani oleh taburan bintang, tak lupa awan-awan tipis berwarna putih pun setia menemani kedua cahaya cantik itu bersinar. Langit malam yang sangat lapang dan cantik, ia jarang menemukannya di dunia aslinya.

"Apakah mereka membuatmu terpesona sampai sebegitunya?" Ucapan bariton membuat Thalia kaget yang membuatnya dalam mode bertahan.

"Hei tenanglah Tha, ini aku!" Sahutnya ketika ikutan kaget ketika mendapat serangan yang tiba-tiba Thalia berikan. Ace menghalau tendangan yang hampir mengenai lehernya dengan menggunakan lengannya.

Kedua mata Thalia membulat "Maafkan aku Ace," ia kalang kabut melihat lengan Ace yang sedikit membiru karena ulahnya.

"Aku memang bersalah sudah mengagetkanmu. Maafkan aku," Ujarnya sambil menepuk punggung tangan Thalia agar wanita itu tenang.

Thalia menghela nafas panjang "Lain kali jangan mengagetkanku seperti itu Ace! Aku tidak mau memberimu luka yang tidak aku sengaja karena terkejut!" Omelnya kemudian menjauh dan bkembali bersandar menikmati pemandangan.

Ace mengangkat alisnya bingung "Kau tidak bertanya bagaimana aku bisa di sini?"

"Bagaimana kau bisa sampai di sini?" Jawab Thalia dengan sebuah pertanyaan.

Ace mendengus "Kau akan tahu nanti,"

"Sudah aku duga pasti jawabannya seperti itu," Thalia berdecak kesal.

Ace tertawa "Jangan marah. Maafkan aku sudah seenaknya masuk kesini. Hanya saja aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Aku yakin kau tidak bisa tidur malam ini,"

"Kita mau kemana?" Tanya Thalia tiba-tiba antusias.

"Pakai dulu jubah tidurmu!" Ace memalingkan wajahnya saat sadar dengan kondisi Thalia di depan matanya.

Tak banyak bicara Thalia segera meraih jubah hangatnya yang berwarna abu-abu. Ia tak mengambil jubah tidurnya karena ia tahu udara malam sangat dingin. Ace tersenyum kemudian mengulurkan tangannya, Thalia menyambut uluran tangan tersebut dengan tatapan bertanya-tanya. Dalam sekejap kedua manusia yang berdiri di balkon pun menghilang tanpa meninggalkan jejak.

Thalia merasa pusing, ia seperti mendapatkan terpaan angin kencang dalam waktu singkat. Ia seperti melayang hanya saja, hal itu membuatnya sedikit mual.

"Kau tak apa-apa?" Tanya Ace dengan tatapan khawatirnya.

"Jangan khawatir. Aku baik-baik saja," Ujarnya. Thalia mengedarkan pandangan matanya, ia berdiri di taman kecil dengan dua ekor kuda dengan postur gagahnya berdiri sambil sesekali memakan rumput. Thalia paham ini merupakan keahlian teleportasi Ace untuk berpindah tempat, ia lupa kalau karakter di depan matanya ini dapat menggunakan sihir terutama sihir hitam. Thalia melupakan hal tersebut karena Ace jarang sekali mengeluarkan kemampuannya di depan mata Thalia.

"Kita akan pergi bersama mereka besok," Sahut Ace membuyarkan lamunan Thalia.

"Aku kira kita akan menggunakan kereta milikku," Jawab Thalia. Thalia beranjak mendekati dua kuda tersebut. Satu berwarna hitam legam dan satunya berwarna putih. Thalia mengelus kepala kuda putih tanpa ada rasa takut si kuda mengamuk.

"Lebih praktis menggunakan kuda," jawabnya sambil menggelengkan kepala "Apa kau bisa naik kuda Tha?" Sambungnya.

Thalia menggelengkan kepala "Tidak, aku belum pernah naik kuda,"

"Sepertinya keputusanku untuk menemuimu malam ini benar adanya," Celetuk Ace "Aku takjub kau bisa mengelus Neody,"

"Jadi namamu Neody. Dia jantan atau betina?" Tanya Thalia.

"Dia betina. Dan yang hitam ini pasangannya, namanya Erbium," Ace mengelus kuda hitamnya.

"Mereka milikmu?" Ace mengangguk mendengar pertanyaan Thalia.

"Naiklah, aku akan mengajarimu naik kuda malam ini,"

Thalia menatap horor Ace "Aku tidak yakin bisa Ace. Kau tahu aku juga takut kuda ini tidak bakalan mau denganku,"

Ace tertawa "Neody memang galak pada orang asing. Hanya saja kali ini dia sangat kalem sekali saat bertemu denganmu. Apalagi kau juga mengelus kepalanya kan? Neody tidak akan mau di elus jika memang ia tidak menyukai orang itu,"

Thalia menghela nafas panjang "Syukurlah kalau begitu,"

Tak membuang waktu lama, Ace segara mengajari Thalia naik kuda dengan sangat telaten. Thalia serius memperhatikan instruksi yang di berikan Ace. Dan tiba saatnya ia mengendarai kuda, Ace ikutan naik ke atas kudanya.

"Apa yang kau lakukan!" Seru Thalia kaget pada Ace yang tiba-tiba naik ke atas kuda.

"Lihat aku mengendarai kuda!" Sahutnya.

Thalia memperhatikan dengan jantungnya yang tak bisa di ajak berdamai, ia berusaha fokus meskipun sengatan aneh ia rasakan ketika punggungnya bersentuhan dengan dada bidang milik Ace. Berbalik dengan Ace, pria itu malah nampak menikmati kedekatan mereka berdua.

Tiba lah Thalia mengendarai kudanya sendiri. Perlahan tapi pasti ia bisa melakukannya, kuda yang ia kendalikan berjalan santai. Ace pun tak ketinggalan, ia segera menaiki kudanya sendiri mengikuti Thalia dari belakang.

"Ikuti aku Tha!" Serunya kemudian memacu kuda hitamnya berlari.

"Heh! Tunggu!" Thalia terkejut. Ia pun memacu kudanya berlari menjauh meninggalkan taman kediamannya.

Kedua manusia saling mengendalikan laju kudanya masing-masing. Thalia sedikit menundukkan tubuhnya karena banyak ranting pohon mulai menyambutnya, ia sudah keluar dari kawasan kota Denally menuju hutan bersama Ace. Ia tak mau berakhir konyol hanya karena ranting pohon. Ace terus melajukan kudanya memasuki hutan, meskipun ia memimpin jalan di depan. Kedua netra merah Ace tak henti-hentinya memastikan gadis pujaannya di belakang baik-baik saja. Keduanya pun keluar dari rimbunnya hutan, Ace mengurangi laju kudanya. Thalia juga melakukan hal yang sama.

Kedua netra emas madu Thalia berbinar sempurna. Hamparan danau yang cukup luas, kanan kiri danau terdapat batu-batu besar kecil dengan berbagai bunga tumbuh menghiasi batu tersebut. Cahaya bulan memantul sempurna di atas air danau, hembusan angin pelan membuat air danau gelombang dan berombak. Ombak tersebut pecah menghantam batu-batuan kecil di pinggir danau. Thalia turun dari kudanya, ia berjalan mendekati danau tersebut. Airnya begitu jernih dan terlihat sangat menyegarkan. Thalia sempat tergoda ingin menceburkan diri namun ia urungkan karena sudah malam dan tak tahu seberapa dalamnya danau tersebut.

"Kau suka?" Tanya Ace.

Thalia mengangguk dengan senyuman lebar terpampang di wajahnya "Indah sekali. Aku baru pertama kali melihat hal seindah ini," Ujarnya jujur.

"Kau bisa kok sering-sering datang kesini. Meskipun itu denganku ataupun tidak," Thalia mengalihkan pandangannya ke Ace. Pria itu menatap ke depan memandang ke arah danau.

🌹🌹🌹

Bagaimana ceritanya?

Makin membosankan?

Alurnya lambat sekali? (Ini jelas sekali wkwkwkk aku sadar diri kok)

Saran dan kritik tetap aku terima dengan senang hati..

Typo tetap ya aku minta tolong tandai saja..

Terimakasih untuk dukungan kalian yang selalu menyemangatiku...

Salam Manis dariku

NING SRI 😘

I WANT YOU (END)Where stories live. Discover now