"Tidak apa Ndoro, itu memang sudah tugas saya" jawab Nimas.

Setibanya di pemandian

"Kenapa badan saya di baluri bahan kuning ini Mbok?" Cia melihat Mbok  Nimas membaluri sekujur tubuhnya dengan yang Cia tebak bahan tersebut mengandung kunyit karena berwarna kuning.

"Ini lulur yang terbuat kunyit dan beras yang dihaluskan, ini gunanya untuk mecerahkan kulit dan membuat kulit tetap halus" Mbok Nimas menjelaskan hal tersebut kepada Cia.

"Lalu nanti saya keramas menggunakan apa mbok?" Cia penasaran karena tidak mungkin di zaman ini ada shampo seperti di zaman modern.

"Ini ramuan alami yang terbuat dari perasan jeruk nipis yang di campur dengan daun sirih yang direbus untuk membersihkan rambut. Ramuan ini bisa membersihkan dan memberikan kilau alami pada rambut Ndoro yang memang dari sananya sudah sangat indah" jawaban Mbok Nimas menjawab rasa penasaran Cia.

Setelah selesai mandi Cia kemudian kembali ke kamar tamu untuk menggunakan pakaian dan berias yang dibantu oleh Mbok Nimas.

"Wah, Ndoro Cantik sekali. Sepertinya Ndoro Ayu adalah wanita tercantik yang ada di Kerajaan Majapahit ini" Mbok Nimas memuji kecantikan Cia yang nampak pada cermin yang berada di hadapan mereka.

"Wajahku terlihat dewasa di sini" Cia  bergumam meraba wajahnya seraya melihat pantulusan dirinya di depan cermin meja rianya.

Tok tok tok

"Punten Ndoro dipanggil oleh Ni Sara untuk makan siang bersama di ruang makan" salah satu pelayan di kediaman Ki Ageng Pandu memberitahukan hal tersebut setelah mengetok pintu dari luar kamar.

"Baiklah kami akan segera ke sana" bukan Cia yang menjawab, melainkan Mbok Nimas.

"Ayo Ndoro, tidak baik membiarkan orang yang lebih tua menunggu" Mbok Nimas menasihati Cia.

"Emm, baiklah tapi Mbok harus nemenin saya yaa di sana..." Cia menatap Mbok Nimas dengan penuh harap.

"Nggih Ndoro" jawab Mbok Nimas.

Sesampainya di ruang makan

"Ohh kemarilah Diajeng" Ni Sara memanggil Cia untuk duduk di sebelah kirinya sementara Ki Ageng Pandu duduk di sebelahnya.

Cia pun segera berjalan menuju meja makan lesehan tersebut, namum baru dua langkah kakinya berjalan Mbok Nimas menahan langkahnya dengan pakaian bagian belakangnya.

"Berlututlah Ndoro Ayu, tidak sopan berjalan seperti itu menghampiri orang yang lebih tua, Ndoro harus berjalan dengan menggunakan lutut" Mbok Nimas menegur perilaku tidak sopan Cia.

"Ha.. mau makan aja ribet, segala harus jalan pakai lutut lagi. Lama-lama bisa kena osteoporosis aku di sini" gumam Cia meratapi nasibnya, sambil berjalan menggunakan lututnya menghampiri meja makan.

Setelah Cia tiba di meja makan, ia kemudian mengamati satu persatu makanan yang tersaji di atas meja tersebut dengan seksama karena ia baru pertama kali melihat makanan-makanan tersebut.

Melihat kebingungan Cia, Ni Sara menjelaskan satu persatu makanan yang tersaji di atas meja tersebut kepada Cia.

"Ini namanya rawon, sup daging sapi. warna hitamnya berasal dari kluwek, rempah alami. Kalau ini namanya lontong balap, isinya lontong yang dicampur dengan taoge, tahu goreng, lentho, dan disiram dengan kuah bumbu kacang yang khas. Kalau cari yang manis-manis ini ada getuk lindri, terbuat dari singkong yang diolah menjadi adonan yang lembut dan kenyal, kemudian dicampur dengan gula dan kelapa parut." Ni Sara menjelaskan dengan sabar kepada Cia.

Selanjutnya mereka makan hikmat.

Setelah makan Siang Cia kemudian di bawa ke ruang santai yang bisa di bilang ruang keluarga kalau di zaman modern. Cia duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi Ki Ageng Pandu dan istrinya Ni Sara.

"Maaf sebelumnya Diajeng kalau boleh tau bagaimana Diajeng sampai bisa terkapar di tegah hutan, karena saya bersama dengan Asep menemukan Diajeng di hutan sebelumnya. Apakah Diajeng memiliki keluarga?"

"Matilah aku, apa yang akan aku jawab"  Cia seketika dilanda kebingungan bagaimana cara menjawab pertanyaan Ki Ageng Pandu.

"Terima kasih banyak sebelumnya karena sudah menolong saya. Saya Juga tidak mengingat apapun saat ini. Saya saja kaget kenapa saya tiba-tiba berada di sini dan saya sendiri melupakan nama saya" jawab Cia mencari aman, karena ia pasti akan di anggap gila jika mengatakan kalau ia berasal dari masa depan yang di mana sebelumnya ia membaca sebuah buku yang menceritakan Kerajaan Majapahit lalu kemudian secara tiba-tiba bisa sampai di sini.

"Baiklah kalau kamu lupa namamu, aku akan menamaimu Dyah Ayu Laksmi Cahyaratri, kami akan memanggilmu Ayu" Ujar Ki Ageng Pandu dengan seyuman tulusnya.

"Kami akan menganggapmu seperti anak kami sendiri di sini" Ni Sara menimpali perkataan suaminya.

Ki Ageng Pandu dan Ni Sara merupakan sepasang suami istri usia lanjut dan belum dikaruniai seorang anak. Mereka sudah sejak lama merindukan kehadiran buah hati di tengah keluarganya namun Tuhan memiliki rencana lain. Dengan hadirnya Cia atau Ayu inilah mungkin cara Tuhan menjawab doa mereka untuk memiliki seorang anak.

Destiny? (SELESAI)Where stories live. Discover now