"Tapi ini sudah setahun, Meera.. Cobalah membuka hatimu perlahan, haan? Aku tak memaksamu, aku hanya ingin kau mulai mencoba.."


Meera mendesah, ia hanya menatap ujung jempol kakinya dan terlihat enggan menjawab. Hingga terdengar dering telepon kabel di samping ranjang Meera yang otomatis Sayeedah angkat. "Ji.. dia sudah siap. Kami akan kebawah." ucapnya sebelum menutup telepon. "Chal! Tuan Mehta sudah datang, Meera.."

Meera dan Rehan memang memutuskan untuk datang bersama malam ini. Sebagai teman tentu saja. Keduanya memang kini dekat sebagai teman dan partner kerja.


Gadis itu akhirnya mendongak, menatap Sayeedah sambil berpikir. "Daijaan turunlah duluan, aku mau merapikan make up ku sedikit lagi.." ucap Meera. Sayeedah yang melihat tak ada yang salah dengan dandanan gadis itu, menatapnya bingung. Tapi dia mengangguk, mungkin Meera membutuhkan waktu sendiri dulu sebelum bertemu banyak orang.


Begitu Sayeedah keluar kamar dan menutup pintu, Meera mendudukan dirinya di atas kasur bersebelahan dengan Annu, yang kini terdengar sedang mendengkur. Gadis itu mengelus pelan bulu halus si kucing dengan tatapan lesu.


Pertanyaannya.. bagaimana cara membuka hati yang sudah lama terkunci, Daijaan?



Meera memang berbohong saat mengatakan akan merapikan dandanannya. Dia hanya butuh sedikit waktu untuk memikirkan perkataan Sayeedah tadi.

Meera menatap langit-langit kamar, mengambil napas panjang sebelum menghembuskan perlahan. Lalu ia kembali menatap kucingnya, menggendong binatang berbulu tersebut sampai tepat berhadapan dengan wajahnya. Mata malas Annu, yang dibangunkan tiba-tiba, langsung menyambut. "Haruskah aku melakukannya, Annand?"



***



Pia Kapoor terlihat sangat breathtaking dengan silk lehenga berwarna peach berpadu brukat dan bordiran emas yang berkilau. Wajahnya terpancar kebahagiaan di tengah keramaian yang sedang terjadi. Gadis itu kini menari bersama sang calon suami, di atas stage yang sengaja disediakan pada halaman belakang rumah. Tentunya rumah dari keluarga mempelai wanita, yang sedang menjadi tempat perayaan mereka malam ini. Pia dan Ibrahim terus menari diiringi musik yang juga membuat orang-orang di sekitarnya bergoyang.

Meera baru saja sampai, ia melangkah penuh semangat di rerumputan luas halaman belakang rumah Pia. Hingga ia akhirnya menangkap tatapan sang sahabat, yang membuat Pia kabur dari pusat perhatian. "MEERAAA!!! Oh God! Oh God! Kau sudah datang! AAAAAAA~" teriaknya yang penuh energi sambil berlari menghampri Meera. Saking bahagianya, Pia membuat mereka saling menggenggam tangan dan berputar ditempat. Meera tertawa, begitu merasakan kebahagia yang sama seperti sang calon pengantin, lalu memeluk Pia erat.


"Cantik sekali calon pengantin kita ini.." Meera memandang dari atas sampai bawah tubuh sahabatnya. Pia berputar di tempat, memamerkan gaun dan semua perhiasan yang sedang ia pakai sampai kedua tangannya yang sudah terlukis mehndi. "Cantik? Bukankah ini yang dinamakan sempurna?" balas Pia percaya diri, tapi membuat Meera malah menggeleng. "Beyond perfection!" jawabnya yang membuat si calon pengantin wanita tertawa.


"Nervous?" 


"Terlalu sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata..." ucap Pia yang tiba-tiba berkaca-kaca. "Besok aku menikah, Meera!!" Ia kembali terlonjak senang dan kembali memeluk Meera. Sahabatnya itupun merasakan sudut matanya berair, sampai mereka mengeratkan dekapan masing-masing. "Congratulation.. Kau pantas bahagia bersama Ibrahim," ucap Meera lirih.

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now