4 | Disonansi Paradoksal

Start from the beginning
                                    

🔈 Siapa pun ... bzzz ... tolong aku ... bzzz ...

Walaupun tidak terdengar begitu jelas karena suara gemerisik, siapa manusia yang tidak bisa mengenali suaranya sendiri? Namun, bukan itu yang patut dipertanyakan saat ini, melainkan alasan apa yang menjadi latar belakang atas rasa takutku yang berlebihan hingga membuat suaraku menjadi serak karena menangis tersedu-sedu. Sialnya, seberapa besar usahaku untuk mengingatnya, hasilnya nihil. Aku tidak mengingat apa pun.

🔉 Aku sudah berusaha untuk menghubungi siapa pun, tapi nggak ada yang merespons. Bahkan aku juga nggak bisa menghubungiku teman-temanku karena mereka ... bzzz ... Ini semua salahku, harusnya aku tidak penasaran dengan ... bzzz ... Harusnya kami berhenti, harusnya kami nggak pernah memulainya, harusnya kami nggak pernah membawa ... bzzz ... itu ke tempat kami. Sialan! Brengsek! Jikalau sudah seperti ini, bagaimana caranya aku selamat? Bagaimana caranya aku ... bzzz ... teman-temanku? Aku tidak mau mati, aku juga tidak mau bermain. Aku muak! Aku tidak akan pernah bisa menang dari permainan ... bzzz ... sialan ini!

Mendengar rekaman suara yang tidak jelas, jujur membuatku kesal. Kata demi kata yang rumpang dalam rekaman suara itu adalah bagian penting, tapi mengapa selalu saja tidak bisa terdengar dengan jelas? Entah mengapa rasanya seperti mendengarkan suara rekaman yang tidak asli dan sudah melewati proses editing dengan memberikan sentuhan efek suara sebagai sensor.

🔈 Harus ke mana lagi aku pergi untuk lari? Aku nggak mau mati ... ayah yang di surga, tolong aku. Bunda, tolong aku ...

Makin jauh aku mendengarkan rekaman tersebut, makin jauh juga langkah yang kuambil. Koridor dan penerangan rumah sakit yang fluktuatif menjadi saksi bisu perjalananku untuk mengungkap misteri di balik kejadiaan naas yang menimpaku 9 bulan lalu. Kulihat detik-detik yang berlalu pada rekaman suara tersebut, makin singkat. Namun, tidak ada lagi suaraku atau gemersik yang terdengar. Hanya diam yang berkepanjangan.

"Marvel!"

Atensiku yang sedari tadi memandangi ponsel, kini beralih ke arah datangnya suara. Tidak jauh di depan sana, aku bisa melihat 8 teman sejawatku tengah melambaikan tangan sambil meneriakkan namaku begitu antusias. Kelewat rindu, refleks saja kedua tungkaiku bergegas menghampiri mereka. Namun, ketika tinggal sejengkal lagi aku bisa bergabung dengan mereka, sesuatu yang kuat menarikku dari belakang hingga tubuhku jatuh terpental. Pendaratan tidak sempurna-yang mana pantatku mencium lantai begitu keras, membuatku meringis kesakitan.

🔊 Kini tiba waktunya untukmu bermain, Marveliano. Kowe ora bakal iso mlayu maneh saka aku³!

Suara ini ... tidak asing. Suara ini adalah suara yang aku dengar di alam bawah sadarku saat aku koma. Suara wanita dewasa, tapi siapa?

Detik selanjutnya, mulai terdengar suara erangan kesakitan yang membuat runguku pengang. Saat aku mengalihkan pandanganku ke depan, aku tidak lagi melihat teman-teman sejawatku. Akan tetapi, sudah tergantikan dengan sosok-sosok mengerikan yang dibungkus kain kafan putih lusuh tengah merangkak terseok-seok menghampiriku. Bisa kudengar dengan jelas rintihan terbata-bata dari sosok-sosok tersebut yang saling bersahutan. Jarak yang makin terkikis, sama sekali tidak mampu membuatku beranjak barang sedikitpun. Kelewat syok, membuatku hanya bisa diam mematung di posisiku. Pasrah dengan sentuhan tangan-tangan tulang belulang yang mulai menggerayangi tubuhku. Hingga salah satu dari mereka, tengah menyelaraskan wajahnya-yang membusuk dan berlubang di beberapa bagian-dengan wajahku. Sepasang mata yang tadinya hanya kulihat berongga, kini tiba-tiba saja muncul bola mata berwarna putih dengan iris berupa titik bulat yang kecil, melotot ke arahku. Dipelototi tiba-tiba, membuat air mataku meluruh membasahi pipi. Terlebih lagi ketika mulut sosok tersebut kembali terbuka lebar hingga sobek, menyemburku dengan cairan merah kental berbau amis begitu deras dan pasukan belatung yang tak terhitung jumlahnya. Tubuhku yang bergetar hebat karena ketakutan, menjadi bahan tontonan yang menyenangkan bagi sosok-sosok menyeramkan itu hingga mereka tertawa melengking.

Punca Anomali  |  ZEROBASEONE ✔️Where stories live. Discover now