Chapter 15

4.8K 136 5
                                    

"Om lagi apa?!" Erina mengetuk pintu cukup keras saat Davin terlalu lama sekali menghabiskan waktu di kamar mandi, hampir satu jam pria itu mandi!

"Sebentar lagi selesai," sahut Davin dari dalam.

Erina menghela napas sebelum kembali berjalan ke meja yang telah terisi sarapan, mungkin makanan itu telah dingin karena sudah datang sejak setengah jam lalu.

Erina tidak mau melewatkan sarapan tanpa Davin, apalagi Davin pasti marah jika Erina melakukan hal itu, karena Davin pernah berpesan jika pria itu sangat suka kalau mereka makan bersama.

Erina bernapas lega saat akhirnya Davin keluar kamar mandi, Erina membiarkan Davin berpakaian terlebih dahulu sebelum duduk bergabung bersamanya.

"Udah laper ya?" Davin mengecup pipi kanan Erina sebelum duduk di hadapan gadis itu.

Erina menggeleng, "Bukan cuma laper, tapi pegel juga nunggu, Om! Kita kan harus cepet-cepet berangkat, biar gak makan waktu!"

"Masih jam delapan pagi, Sayang," kata Davin santai sambil meminum kopi hitamnya.

"Iya, tau. Tapi kan kita harus pinter atur waktu biar puas pergi-perginya. Lagian Om mandinya lama banget sih, ngapain aja coba?!" Erina menatap Davin kesal dengan wajahnya yang masih cemberut.

"Menurut kamu?" Davin malah menatap Erina dengan tatapan dalam dan terkesan memiliki arti yang harus Erina tafsirkan sendiri.

"Gak tau." Erina menggeleng saat tidak menemukan jawaban, "Om sakit perut ya? Atau yang lain?"

"Yang lain?" Davin tiba-tiba saja menyeringai, "Maksudnya apa?"

"Loh kok balik tanya aku?" Erina menatap Davin heran, "Aku kan nanya Om, karena gak tau kenapa Om lama banget di kamar mandi, huh!"

Davin tiba-tiba menghentikan sarapan lalu menautkan jari tangannya dengan jari lentik Erina, saat telah saling menggenggam, Davin meremas lembut tangan Erina yang tengah beradu pandang dengannya.

"Sudah empat hari saya tidak dapat jatah dari kamu, jadi seharusnya kamu paham dengan apa yang saya lakukan di kamar mandi tiap paginya."

"Jatah?" Erina mengernyit bingung sambil berpikir keras, tak lama semburat merah muncul menghiasi wajah cantiknya, "Om mesum banget!"

"Saya tidak mesum." Davin menyanggah dengan gelengan kepalanya, "Saya hanya pria normal, yang tengah diuji setiap harinya sama kamu, yang selalu memeluk erat tubuh saya selama tidur."

"Itu kan Om sendiri yang minta, lagian aku cuma bales pelukan Om aja tau!" Erina sedikit memelotot tajam, tak terima dengan ucapan Davin yang terkesan menyalahkannya.

"Tetap saja rasanya menguji iman setiap pelukan sama kamu, yang sayangnya dalam kondisi yang gak bisa saya sentuh," jelas Davin dengan napas yang tersirat kekecewaan, "Apa mensnya masih lama?"

"Masih lama buat selesai, mungkin baru selesai kalau nanti kita udah di Indo."

"Lama juga ternyata."

"Sabar ya." Erina tersenyum lembut sebelum mengecup punggung tangan Davin.

"Saya anggapnya ujian hidup yang berat."

"Om berlebihan banget!" Erina tertawa karena perkataan Davin yang menurutnya lucu dan lebay.

"Saya serius."

Rasanya selama berlibur bersama Davin, Erina menjadi lebih terbuka dalam bersikap dan tidak terkesan menjaga sikapnya agar tetap terlihat anggun.

Erina kini bisa menjadi dirinya sendiri dan sepertinya Davin tidak keberatan, apalagi Erina yang terkadang berubah sangat manja.

SUGAR DADDY (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang