Lo lagi sih!

3 0 0
                                    

Heran, sebelumnya gue damai ga ketemu sama lo. Lo tau? Sejak gue ketemu dan kenal sama lo, hidup gue di sekolah ga tenang! Fans fanatik lo ngusik gue bangsat!
-Sadni Salva Alzeena






















Beberapa hari kemudian, Sadni merasa dunia ini sempit. Karna ia selalu bertemu dengan Iqbal dan 2 sahabat laki-laki itu.

Jika hanya bertemu sih gapapa menurut Sadni, tapi ini? Dua sahabat Iqbal itu selalu rusuh, tidak bisa diam.

Contohnya saat ini, ketika Sadni tidak membawa bekal makan siangnya. Terpaksa ia makan siang di kantin sekolah dengan Dira. Tapi sial nya, hari tenangnya di usik yang dia ketahui bernama Riko dan Niko. Namanya sama tapi beda mak bapak, sayangnya kelakuannya 11 11.

Niko dan Riko emang dikenal rusuh, berbeda dengan Iqbal, laki-laki itu sangat cool dan sangat jarang berbicara. Jika di tanya, jawabannya ya, tidak dan hmm. Memang butuh kesabaran ekstra berhadapan dengan Iqbal.

Dan sikap Iqbal tak jauh dari Sadni, hanya saja Sadni tidak pelit kata seperti Iqbal. Sadni memang pendiam, tapi jika ketenangannya di usik, siap-siap saja kena semprot pedas dari dang empu.

"Bal, lo kok diem aja si?" Ujar Niko.

"Anjirt, Iqbal emang dari orok kek gitu. Lo lupa?" Imbuh Riko.

"Yeee.. disinikan ada neng Sarni. Masa diem ae si." Ujar Niko lagi.

"Sadni blok, Sadni.. enak aja nama temen gue di ganti ganti," sinis Dira.

Sedangkan si pemilik nama hanya diam dan anteng memakan mie ayam yang di pesannya tadi.

"Hm.." dehem Iqbal dan tatapan intimidasi dari sang empu, mampu membuat ketiga orang itu diam dan menikmati kembali makan siang dengan tenang.

....

Sungguh, Sadni sudah menahan untuk tidak berkata kasar sedari tadi , pasalnya guru yang mengajar tiba-tiba mengatakan bahwa akan ulangan mendadak.

Bahkan waktu untuk membaca catatan saja tidak diberikan. Emang ya, guru seenaknya aja, ya udah sebahagia nya Bu guru aja, kalo kata Boboiboy mah wkwkwk.

"Anjir, soalnya banyak banget cok," ujar Dira pelan.

Sedangkan Sadni sudah mulai menjawab pertanyaan demi pertanyaan tanpa, melihat kiri dan kanan. Menurutnya mau salah atau benar, dia percaya dengan jawabannya dibandingkan jawaban orang lain.

"Anjir, untung gue always belajar tiap malam. Jadi tuh materi udah gue pahami, guru senbud sialan, makanya gue ga pernah suka belajar senbud, itu semua tuh guru punya pasal." Gerutu Dira, sepanjang jalan menuju kantin.

Bel istirahat sudah berbunyi, pertanda waktu ulangan Seni Budaya pun berakhir. Sudah lumrah bagi kelas MIPA 1 untuk mata pelajaran Seni Budaya, tidak ada satupun siswa yang menyukai seni budaya. Mereka belajar hanya demi nilai dan popularitas semata. Banyak yang mendapatkan nilai nyaris sempurna. Tapi hanya nilai, praktek juga mumpuni, tapi yang namanya tidak suka. Tentu saja tetap tidak suka.

"Lo mau apa Sad?" Tanya Dira, setibanya mereka di kantin dan duduk di pojokan seperti biasanya.

"Mie ayam and ice tea." Jawab Sadni.

"Oke, gue pesen dulu." Dira pun berlalu memesan makan siang mereka.

Sembari menunggu, Sadni membaca buku yang ia bawa. Apalagi kalau bukan novel yang ia beli saat ke Gramedia bersama Dira kapan hari.

Tanpa ia sadari, dari pintu masuk kantin. Terlihat Iqbal yang menatapnya dengan senyum tipis, setipis tisu dibagi 7. Selang beberapa detik, Iqbal duduk di bangku belakang Sadni dengan 2 teman berisiknya.

"Udah, jangan diliatin mulu. Mending makan, Rik.. Lo yang pesan yak." Ujar Niko yang duduk berhadapan dengan Riko.

"Cieilah, iye.. pada pesan paan?" Tanya Riko.

"Gue, nasi soto sama minumnya es teh ae. Lo bal?"

"Nasi goreng sama lemon tea." Singkat padat dan jelas.

"Oke, tunggu. Gue pesen dulu." Ucap Riko dan berlalu memesan pesanan mereka.

Iqbal duduk menghadap punggung Sadni, sedangkan Niko. Duduk membelakangi Sadni. Tempat duduk mereka bersebalahan. Sangat dekat, hanya saja saat ini Sadni yang fokus dengan bukunya ditambah ia menggunakan earphone, jadilah ia tidak mendengar suara yang ada disekitarnya.

"Nih pesanan lo." Ujar Dira, sesaat setelah sampai di meja mereka.

Sadni dan Dira, makan dengan tenang. Masing-masing fokus dengan makanya. Begitu pula dengan Iqbal, Niko dan Riko. Entah mengapa dua sahabat Iqbal itu jadi pendiam seperti sekarang.

...

Bel masuk berbunyi semua siswa dan siswi kembali ke kelas masing-masing, begitu juga dengan Sadni dan Dira. Usai meletakkan buku kembali ke rak dan mengisi buku kunjungan perpustakaan. Mereka segera menuju kelas, karna akan belajar dengan guru killer yang mengajar matematika.

Pelajaran kali ini tentang materi limit, yang sangat rumit. Menurut pemikiran Sadni begitu, beda dengan Dira. Perempuan itu sangat menyukai matematika apapun materinya. Namun ia sangat membenci yang namanya Seni Budaya, ya itu karna gurunya sih. Bayangkan saja, guru seni budaya di SMA Iskandar Dinata benar-benar buruk. Memang masih muda, tapi kelakuan wanita yang di sebut guru seni itu sangat di benci hampir 50 % dari siswa siswi sekolah.

Sudahlah, tidak ada gunanya membicarakan guru itu. Ingat yang dikatakan Sadni. Yang salah itu guru nya, bukan mata pelajarannya. Jadi silahkan benci gurunya jangan mata pelajarannya.

Sadni selalu bilang begitu, walau di guru seni itu sering cari gara-gara denganmu hanya perihal hal kecil sekalipun.

Extricate Where stories live. Discover now