BAB 01

71 48 37
                                    

Tandain kalo ada typo!

"Berhenti lah menjadi rumah, untuk orang yang sama sekali tidak mau melompati genangan air untumu"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Berhenti lah menjadi rumah, untuk orang yang sama sekali tidak mau melompati genangan air untumu"


~Happy reading~

~o0o~

   Berjalan sendirian di jalanan pada sore hari ternyata tidak seburuk yang ia kira. Rambut hitam kecoklatan miliknya itu tersorot oleh sinar cahaya matahari senja sore hari, yang memanjakan mata.

   Sembari menenteng kresek putih berukuran sedang di tangan kirinya, dan ponsel yang ia genggam di tangan kanannya.

   Dua buah airphone menyumbat kedua lubang telinganya. Matanya menggerling melihat ke sana dan kemari.

   Banyak kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang juga para pejalan kaki seperti dirinya. Sejak menginjakkan kembali kakinya pada tanah kelahirannya selama beberapa minggu lalu, dan kini kali pertamanya untuk dirinya keluar.

   Brukk.

   Suara seperti seorang yang terjatuh membuat garis itu menolehkan kepalanya ke samping kanan, yang tepatnya ada seorang bocah laki-laki terduduk di atas jalan, sambil memegangi lututnya.

   Tampa berlama-lama lagi ia langsung menghampiri bocah itu dan berjongkok di sampingnya.

   "Huaaaa ... Kaki Eo, sakitt hiks ... abangggg!!."

   Gadis itu kemudian menggerlingkan antensinya pada lutut anak itu, yang mengeluarkan cairan merah kental "Sakit? Lulut kamu berdarah, kamu datang sama siapa kesini?" tanyanya.

   "Kaki Eo, sakit kak huaaa abanggg!!" Bukanya menjawab bocah itu malah menangis yang membuatnya menjadi kelimpungan sendiri.

   Matanya menoleh kesana-kemari dan hanya ada orang-orang berlalu lalang yang juga sepertinya tidak mengenali bocah ini.

   "Lutut kamu berdarah dek, kakak bantuin obatin ya?" ujar gadis itu.

   "Tapi nanti pelih kak ... lutut Eo, sakit ..."

   "Nggak bakal perih kok, kakak bantu obatin ya? Obatinnya pelan-pelan mau ya?" bujuknya merangkul bahu bergetar anak itu.

   Bocah itu mengangguk pelan dengan sesekali terinsak.

   "I-iya Eo, mau tapi Eo takut pelih kak, lutut Eo berdarah ..."

   "Nggak bakal sakit kok, kakak obatin. Kita ke kursi yang di sana dulu ya? Kakak bantu berdiri."

   Ujarnya sambil mengelus surai rambut hitam bocah itu. Kemudian membantunya untuk berdiri dari duduknya.

VAROZYELWhere stories live. Discover now