MLW - 4

8.9K 390 0
                                    

Semua aneh. Gatya mengusap keringatnya yang sebesar biji jagung dengan punggung tangannya. Dia butuh air minum sekarang.
Lalu perlahan dia bangkit dari ranjangnya dan menuju dapur. Gatya membuka kitchen set untuk mengambil gelas dan mengisinya dengan air hingga penuh.

Prang..

Gelas yang sejadinya akan dia letakkan kembali setelah isinya dia habiskan ternyata terjatuh dan pecah berkeping-keping. Pecahan kecilnya menusuk kakinya yang memakai sendal jepit bergambar Mickey Mouse. Bibip langsung datang ke arah dapur karena mendengar suara gaduh.

"Ya ampun mbak Gatya. Mbak kenapa?" seru Bibip. Dia memapah tubuh majikannya menuju ruang tengah dan mendudukannya di sofa besar. "Mbak tunggu disini, aku mau ambilin kapas sama obat merah dulu. Tunggu ya mbak"

Gatya menangis. Entah apa yang dia tangisi. Apakah dia menangis untuk kakinya yang terkena pecahan gelas? Atau ada hal lain yang Gatya pikirkan. Tidak lama Bibip datang dengan membawa kotak obat. Bibip mulai membersihkan darah yang keluar dari kaki Gatya dengan kapas. Gatya meringis merasakan perih.

"Pelan-pelan, Bip. Perih nih" keluh Gatya.

"Ya mbak. Ini juga sudah pelan-pelan. Mbak kenapa bisa sampai begini sih?" Bibip membubuhkan obat merah lalu menutupnya dengan kain kasa.
Lagi. Gatya menangis. Apa ini bawaan bayi yang membuatnya menangis dan menjadi orang yang sensitif.

◆◆

Gatya menyuruh Bibip untuk membelikan lontong sayur di depan komplek. Awalnya gadis itu menolak karena Galga memerintahkan agar Gatya tidak makan sembarangan. Hanya boleh makan yang dimasak di rumah.

Tapi Bibip tidak tega melihat majikannya merengek minta dibelikan. Sementara Bibip pergi, Gatya memilih menunggu seperti biasa di ruang private. Ruang yang dimaksud ini adalah sebuah ruangan yang hanya ada satu buah ranjang besat dan seperangkat tekhnologi canggih. Seperti home teater serta kamar mandi yang dilengkapi jazucci cantik khas negeri Timur Tengah.

Gatya merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menghirup dalam-dalam aroma suaminya yang sangat dominan di ruangan ini.
Di sudut kamar, terdapat foto raksasa dirinya bersama Galga saat pesta pernikahan. Foto yang sama seperti di kamar utama mereka.

Galga Heirnadus, laki-laki bertanggung jawab yang sangat dicintainya. Bukan hanya karena wajahnya yang seperti titisan dewa, hatinya pun sangat bersih. Tidak pernah sekalipun dia menampakkan kemarahannya di depan Gatya.

Suara bebek terdengar dari ponsel yang dia kantongi. Dengan cepat, dia merogoh sakunya. Nampak nomer tak bertuan memanggil. Yang dia tahu ini bukan nomer ponsel Galga.

"Halo.." sapa Gatya.

"....."

"Iya saya sendiri. Iya kenapa?"

"....."

"Hey, jangan main-main kamu. Suami saya sedang bekerja. Jadi tidak mungkin!" Diputusnya sambungan telpon tersebut oleh Gatya.

Pikirannya bercabang. Dia tidak mau begitu saja mempercayai apa yang barusan di dengarnya. Lalu Gatya mencoba menghubungi nomer Galga yang terakhir kali menelponnya kemarin.
Nomer tersebut diluar jangkauan. Sekali lagi, dia mencoba. Namun hasilnya tetap nihil.

Dadanya bergemuruh. Gatya merasa panik luar biasa. Tidak, ini hanya orang iseng yang memanfaatkan kebodohannya saja.

Gatya terbangun setelah merasakan lelah yang luar biasa. Dia tersadar dan masih tertidur di ruang private. "Bibip..Bibip.." panggil Gatya dengan sekuat tenaga.

Bibip langsung menemui Gatya. "Iya mbak. Mbak sudah sadar?" tanya Bibip polos. Dahi Gatya berkerut. Sadar?

"Maksud kamu? Memangnya saya kenapa?"

"Mbak tadi pingsan. Tidur di lantai. Mbak kenapa kok bisa pingsan? Mbak lihat hantu ya?" tanya Bibip lagi dengan cerewetnya. Hantu? Sejak kapan di rumah ini ada hantu?

"Mungkin karena saya belum makan, Bip. Kamu sudah masak kan? Tolong siapkan makanan ya. Antarkan ke kamar saya"

"Baik mbak"

♥♥♥♥♥

Malam hari ibu kota diguyur hujan deras. Kilat-kilat dan petir saling menyambar dan membuat langit malam terasa terang sebentar. Gatya takut kalau malam seperti ini dia tidur sendirian. Ini termasuk phobia-nya sejak kecil.

Saat masih ada kedua orang tuanya, Gatya sering tidur bersama mereka ketika hujan tiba. Pun semenjak dia menikah, tidak sedikitpun Galga melepaskan pegangannya dari tubuh sang istri.

Akhirnya Gatya memutuskan untuk menuju kamar Bibip. Dia ingin tidur bersama gadis itu. Sampai dia benar-benar bisa tidur nyenyak. Dengan hati-hati, Gatya turun dari ranjangnya dan menyambar cardigan putih miliknya yang tersampir di lengan sofa.

"Bip..Bibip.." panggil Gatya. Namun suaranya dikalahkan kencangnya angin dan hujan. Gatya menyalakan lampu di ruang tengah agar sedikit memudahkannya berjalan di tengah kegelapan.

Tok..tok..tok..

Gatya menegang di tempat. Siapa malam-malam bertamu di suasana hujan seperti ini? Kemudian dia melangkahkan kakinya pelan menuju pintu diputarnya kunci yang tergantung di lubangnya. Saat pintu terbuka, matanya membulat karena melihat sosok pria yang sangat dia rindukan.

Tubuh Galga basah kuyup terguyur hujan deras. Bibirnya biru dan menggigil.
"Mas Galga? Kok tidak bilang kalau mau pulang?" tanya Gatya bingung lalu dia memapah tubuh Galga masuk ke dalam rumah.

"Mas mandi saja dulu. Aku mau buatkan susu hangat untuk mas" ujar Gatya sambil mencium tangan Galga. Namun Galga tetap bergeming dan meninggalkan Gatya di dapur.

Sepeninggal Galga ke kamar, suasana di dapur sangat terasa dingin. Padahal jendela dan pintu belakang sudah tertutup. "Mbak Gatya ngapain disini?" tanya Bibip tiba-tiba. Gatya pun terkesiap.

"Ini lagi buat susu. Kamu ngapain juga bangun?"

"Aku haus mbak. Oh ya mbak Gatya lapar? Mau aku buatin makanan nggak?" Bibip berjalan menghampiri Gatya yang tengah menuangkan air panas ke dalam gelas.

"Aku tidak lapar. Ini susu untuk mas Galga" wajah Bibip bingung.

"Mas Galga? Memangnya dia sudah pulang mbak?"

"Sudah. Lagi di kamar sekarang. Yasudah aku ke kamar duluan ya, Bip. Jangan lupa matikan lampu dapur dan sekalian periksa lagi kompornya" Gatya kembali melangkah menuju kamarnya.

Gatya membuka pintu kamarnya dan menguncinya. Dia meletakkan gelas berisi susu di atas nakas samping ranjang. "Mas..ini susunya" seru Gatya. Namun tidak ada sahutan. Dia memeriksa kamar mandi namun tidak ada tanda-tanda kalau ada Galga di dalam.

"Mas..mas Gal-" tubuh Gatya terasa melayang. Saat dia menoleh ternyata tubuhnya diangkat oleh Galga.
Galga merebahkan tubuh Gatya di atas ranjang mereka dan Galga menindih tubuh gemuk milik istrinya tapi dia tetap berhati-hati agar tidak menyakiti calon anak mereka di dalam sana.

"Mas kangen sama kamu. Kangen sekali" ujar Galga sambil mencium kedua kelopak mata Gatya. Ciumannya tak henti sampai disitu. Hidung bangir Gatya sekarang menjadi sasarannya. "Mas akan selalu menjagamu sayang. Dan menjaga calon anak kita" tambah Galga.

"Mas, kira-kira anak kita perempuan apa laki-laki ya?" tanya Gatya. Kemudian Galga merebahkan tubuhnya di samping istrinya sambil memandang langit-langit kamar yang tertutup walpaper berwarna ungu muda.

"Mas yakin kalau anaknya perempuan. Mas ingin memberinya nama..Gifty. Gifty Qeeana Heinardus. Gimana bagus kan?" Gatya nampak sedikit berpikir. Gifty? Sepertinya nama itu tidak asing untuknya.

"Sudahlah jangan banyak berpikir. Lebih baik kamu istirahat. Mas capek perjalanan jauh. Good night my lovely wife. And..good night Gifty" Galga mencium bibir Gatya sekilas lalu beralih mencium perut istrinya yang sudah semakin membuncit.

"Mas.." panggil Gatya.

"Ada apa lagi?"

"Susunya tidak diminum dulu?" Galga memperlihatkan senyum manisnya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya.

----

Happy reading and vomment please!!

Lophe,
221092♥

My Last WeddingWhere stories live. Discover now