Seseorang pun ikut menatap ke arah Meera, mengetahui perubahan pada air muka gadis itu. 


"Jika dia tak memulainya, haruskah aku yang maju duluan, Meera?" tanya Pia yang berhasil mengalihkan pikiran Meera dari sesuatu yang Pia takutkan. Wajah Meera seketika kembali ceria. Atau mungkin, dipaksakan?


"You should!" jawab Meera antusias. 


"Ibrahim laki-laki yang baik, Pia." Suara bariton ikut bergabung. Meera dan Pia menatap Ammar yang menghampiri, entah habis dari mana. "Dia hanya masih meragukan dirinya sendiri untuk menentukan langkah yang lebih jauh. Dari caranya menatapmu saja, orang lain akan langsung tau kalau Ibrahim punya perasaan spesial untukmu. Jadi benar kata Meera, cepat raih cintamu itu sebelum semuanya terlambat..." lanjut Ammar menyunggingkan senyum tipis. "Atau bisa-bisa ada yang merebut si bodoh itu darimu."

Ammar menaikkan alis dua kali, lalu menunjuk Ibrahim dengan dagunya.

Dengan serempak Pia dan Meera menoleh. Terlihat seorang wanita dengan tubuh sintal berdiri di hadapan Ibrahim dan keduanya hampir tak berjarak. Tapi sangat terlihat ketidaknyamanan dari wajah Ibrahim. Juga laki-laki itu seperti mencoba menjauh di tengah himpitan tamu yang juga sedang mengambil makanan.


Pia mendengus, Ia menegakkan berdirinya. "So... It's show time!"  ucapnya yang melangkah lurus dengan kepala berasap menuju Ibrahim.


Meera langsung tertawa saat melihat temannya bergelayut di lengan Ibrahim dan membuat si wanita tak dikenal terdorong menjauh. Entah apa percakapan diantara keduanya, hingga Meera melihat Pia menarik Ibrahim ke tengah ballroom, lalu mereka saling merengkuh tubuh begitu dekat. Saling berayun dan berdansa, selaras dengan alunan musik.


"Cute.." ungkap Meera diantara tawanya. Ia menyingkap rambut ke belakang telinga, membuat anting manis itu kembali terlihat orang lain.


Tak terdengar lagi suara dari Ammar, membuat Meera kembali menoleh pada laki-laki itu. Ternyata Ammar sedang menatapnya, dengan tatapan sayu.

"Ammar-"


Seperti tersadar dari lamunan, Ammar langsung mengusap wajahnya dan menghindari tatapan Meera. "Excuse me.." ucapnya dan melangkah pergi. Gadis itu hanya bisa melihat siluet Ammar yang keluar menuju balkon ballroom melalui kaca buram yang menjadi pembatas ruangan.



Sebenarnya apa yang sedang mengganggu pikiranmu, Ammar?






***

Flashback.


Dug! Dug! Dug! Dug! Dug! Trang. Ceesss!

Annand memukulkan stik drum dengan asal. Lalu menatap Meera yang berdiri di bawah panggung auditorium. 


"Kau..!" Annand menunjuk Meera dengan stik drum yang masih ia pegang dan wajah yang merengut, lalu melempar alat berbahan kayu itu sebarangan. Melihat wajah sang gadis yang bingung, Annand bangkit dari drum throne yang diduduki dan melompat ke bawah panggung. "Semua ini gara-gara kau, Meera." lanjutnya.

INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now