Benang Takdir

Mulai dari awal
                                    

Helena tak bisa protes, ia sebagai perempuan juga takut pulang malam. Tapi akan lebih kasihan jika Andi harus menjaga toko sendirian.

"Ya udah, lo jangan nangis lagi ya. Buang aja tuh si Naufal gila jauh-jauh," ucap Maya.

Dan dibalas Andi, "Yoklah jangan sedih terus. Alihin perhatianmu itu, daripada kau habiskan air mata mahalmu untuk mokondo itu, lebih baik kau bantui aku di gudang belakang aja. Banyak barang masuk."

Maya berdecak kesal, rasanya ia ingin memukul kepala laki-laki itu sekarang. Andi yang ketakutan melihat Maya marah lantas melarikan diri. Sekarang tersisalah dua orang perempuan itu yang sama-sama terduduk di bawah meja kasir.

"Eh, lo jadi daftar balet di Akademi Denona itu?" alih Maya.

Pertanyaan itu membuat Helena terdiam, ia buru-buru mengecek ponselnya segera, "Udah lewat, May! Hueeeee!" dan suasana bertambah menjadi semakin buruk.

Maya menepuk dahinya dan Helena kembali menangis. Tempat pelatihan balet yang sangat diimpikan itu harus terpaksa ikhlaskan, karena ia telah melewatkan tanggal pendaftaran terakhirnya kemarin.

Helena menangis kedua kalinya untuk kebodohannya yang selalu lupa dan membuang-buang waktu. Akhirnya ia pun menyuruh Maya pulang segera sebelum semakin malam dan ia ingin menangis sendirian untuk malam ini.

Maya telah pulang, Andi sibuk mendata barang masuk di gudang, dan Helena tak berhenti menangisi nasib apesnya malam ini. Ternyata lebih menyakitkan gagal mendaftar kursus balet daripada diputusi oleh kekasih seperti ini.

Akademi Balet Denona, tempat kursus balet terbesar di Indonesia. Dengan para pengajar profesional dan banyak yang didatangi dari luar negeri. Ini adalah mimpi untuk siapapun yang bercita-cita menjadi pebalet. Walau biayanya tak murah, namun pihak Denona akan memilih lima orang beruntung yang akan mendapatkan biaya gratis selama kursus di sini.

Dan Helena menginginkan itu. Sangat!

"Kenapa kamu bodoh banget si, Hel!" Sambil memukul kepalanya sendiri, Helena kembali larut dalam tangisannya.

_________

"Selamat ulang tahun tuan muda!"

Satu ruangan menyoraki namanya dengan keras, diiringi musik dan tiupan terompet, pemilik acara itu meniup lilin yang dibawa oleh salah satu temannya.

Hari ini akan menjadi episode pertama dari kehidupan dua tujuh tahunnya. Azka menerima banyak ucapan itu dari semua orang di sini. Saking banyaknya ia sampai tak bisa mengenali satu persatu wajah tersebut.

Ada teman kerja, teman kuliah, teman sekolah, teman main biliar, teman golf, dan teman yang tak sengaja dikenal dari satu acara. Terlalu banyak orang di sini dan ia bahkan lupa kapan berkenalan dengan semuanya.

Azka hanya masuk karena diajak satu temannya ke tempat ini dan tiba-tiba saja kejutan datang untuknya. Semua orang meramaikan perayaan bertambah usianya itu, entah mereka benar-benar tulus mengucapinya atau hanya ingin menjadi lintah di dekatnya saja.

Ia sudah tak dapat lagi membedakan yang mana yang tulus dan palsu. Ia hanya tersenyum, tapi dirinya tak benar-benar menikmati semua perayaan ini.

Pesta itu masih berlangsung sampai pukul dua belas ini, tapi sayangnya Azka harus segera pulang karena masih ada kerjaan di pagi nanti. Maka ia membiarkan semuanya lanjut tanpanya dan berapapun tagihan mereka nanti, akan ia bayar semuanya.

"Re, ayo pulang."

Di sofa ujung ruangan itu ada seorang perempuan yang tampak tertidur di sana. Azka mendekat dan melihat dua botol alkohol habis diraup begitu saja, aromanya sangat menyengat terutama dari mulut wanita itu.

Tak ada jawaban karena lawan bicaranya itu sudah kehilangan kesadaran, maka Azka langsung menarik badannya dan dalam satu kali tarikan, sang perempuan sudah berada di pelukannya.

Semua orang terpaku melihat aksinya itu, beberapa ada yang menggoda mereka dan sisanya bergosip mengenai, perempuan ke berapa yang ia pacari itu?

Azka akan membawanya pulang seperti janji yang orang tua perempuan ini katakan padanya. Setelah mereka berdua berhasil masuk ke dalam mobil, ia pun segera menancapkan gasnya meninggalkan bar ini. Jalan raya tampak tenang setiap memasuki waktu tengah malam.

"Hngghh... Az?"

Suara dari sampingnya mengalihkan fokusnya. Perempuan itu sudah terbangun di sampingnya.

"Aku bawa kamu pulang."

"Aku pusing..."

"Kamu mau apa?"

"Air..."

Azka tak meninggalkan satupun air mineral di dalam mobilnya, mau tak mau ia harus mencari minimarket untuk membeli barang itu. Ia melajukan mobilnya lagi dengan lebih cepat dan beberapa menit berselang, ia pun menemukan salah satu minimarket yang buka di tengah malam ini.

Azka mengambil maskernya di dekat persneling. Tujuan memakai benda ini adalah agar alkohol yang ia minum tadi tak dicium oleh orang asing. Lantas ia pun bergegas masuk ke dalam minimarket.

Di sini tak ada satupun suara yang menyambutnya. Tanpa tunggu lama, ia mengambil tiga botol air mineral di dalam kulkas dan membawanya ke meja kasir. Di sini sama sekali tak terlihat staf toko yang berjaga, namun ada satu suara yang diam-diam mengejutkan di dekatnya.

Suara tangisan seorang perempuan. Apakah ini saatnya ia akan melihat hantu?

"Ekheem..."

Sontak seorang perempuan langsung berdiri di hadapannya dari bawah meja kasir itu. Rambutnya disanggul berantakan layaknya habis terkena angin deras. Azka memperhatikan seksama gerakannya itu.

Pelayan kasir itu, mengambil cepat-cepat kacamatanya. Terlihat wajahnya yang samar-samar memerah dan tarikan ingus khas seperti orang yang habis menangis.

Dia sendirian di sini?

"Maaf, Pak..."

Lirikan mata Azka beralih pada name tag di seragamnya. Helena.

Air mineral tadi telah discan di meja kasir dan Azka langsung membayarnya setelah totalnya keluar. Saat kantong plastik itu diserahkan padanya, di situ matanya bertemu dengan pelayan kasir itu.

Merah, bengkak dan berkilau dengan sisa air mata yang membekas di sana. Mata itu pasti telah lama mengeluarkan tangisannya, begitupun dengan hidung dan bibirnya yang terlihat sangat merah.

Tatapan itu tak berlangsung lama, Azka buru-buru pergi sambil membawa kantong belanjaannya itu. Ia masuk ke dalam mobil dan menyerahkan sebotol air mineral pada teman perempuannya yang mabuk itu.

"Kamu cepet sadar."

"Aku pusiing!"

Mereka sama-sama meminum air tersebut. Tenggorokan Azka menjadi lebih baik setelahnya.

"Kamu gak minum tadi?" Lalu pertanyaan itu melayang pada Azka yang berada di sampingnya.

"Minum. Aku bisa kontrol," balasnya.

Kembali sosok itu tertidur di kursi penumpangnya. Azka menghidupkan kembali mobilnya. Sebelum ia pergi meninggalkan tempat ini, matanya tak sengaja menangkap sosok yang berada di depannya dari balik kaca minimarket itu.

Pelayan kasir itu kembali menangis. Ia menutupi sebagian wajahnya dan melepaskan langsung kacamatanya. Azka masih terpaku melihatnya dari dalam sini.

Melihat pemandangan seperti ini orang-orang pasti berpikir mencari pekerjaan itu sulit. Ada yang harus dikorbankan dari waktu dan tenaga sampai  tak melewatkan istirahat.

Tapi yang pria ini pikirkan justru hal yang sangat berbeda. Mobilnya telah melaju pergi, tapi pikirannya masih berada di tempat sebelumnya. Terekam sangat jelas bagaimana mata, hidung, dan bibir itu merona merah seperti kulit apel fuji.

Aneh, tapi rasanya gak pernah ada orang nangis secantik itu...

___________

BERSAMBUNG

into foreverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang