Thalia menggelengkan kepalanya. "Aku bukan orang yang seperti itu, jangan berpikir terlalu jauh tentangku. Aku bukan tipe yang suka asal menebas orang, aku bukan psikopat tahu." Thalia membela diri.

"Begitu juga dengan aku, Thalia. Aku bukan tipe yang asal suka menebas kepala orang jika mereka tak bermasalah. Berbeda ketika perang berlangsung, jika aku lemah lembut di sana. Sudah bisa di pastikan, aku tidak akan duduk di sini denganmu." Kata Ace yang membuat Thalia mengangguk membenarkan perkataannya.

"Dan lagi untuk wanita, aku lebih sering bertemu dengan wanita yang suka mencari perhatian, manja dan lebih buruknya lagi aku tak menyukai mulut mereka saat berbicara di belakang seseorang. Mereka seperti memiliki 2 topeng. Aku dari dulu tidak memiliki ketertarikan pada mereka, karena aku anggap mereka sangat mengganggu dan tidak berguna. Akan tetapi, entah kenapa kau sangat menarik di mataku? Hatiku tak pernah menolak kehadiranmu dan aku mengakui aku suka berada di dekatmu." Ujar Ace.

Thalia terdiam, detak jantungnya kini bekerja 2 kali lipat lebih cepat—dadanya berdebar, rasanya aneh. Kedua pipinya sukses memerah, ia menunduk berusaha menutupi kegugupannya. Dalam hati, Thalia berusaha menenangkan diri sendiri.

'Sial, jantungku tidak aman. Seseorang tolong aku,' Jeritnya dalam hati.

"Aku tidak peduli dengan penilaian orang lain akan bagaimana diriku. Tapi, untuk permintaanmu menjauh, sepertinya aku harus menolaknya." Ujar Ace sambil tersenyum manis.

Thalia masih terdiam tertunduk—ia sangat malu. Ace yang ia tahu merupakan karakter antagonis tegas, dingin, acuh, sadis, dan tak tersentuh. Sangat bertolak belakang dengan Ace yang ada di hadapannya kini.

"Lagi pula, mana mungkin aku menjauhimu. Padahal kita akan sering bertemu nantinya, karena aku benar-benar membutuhkan bantuanmu." Kata Ace setelah melihat Thalia diam.

"Ka—Kau bisa meminta bantuan asistenmu jika ingin memberiku kabar atau sekedar bertanya perkembangan informasinya." Sela Thalia ketika ia mendapatkan jiwanya lagi setelah ia terdiam karena terkejut.

"Aku tidak mau!" Ujar Ace mutlak membuat Thalia menggelengkan kepalanya karena pening mendadak.

***___***

Richard menikmati secangkir teh yang di sajikan oleh pelayan. Ia berada di kediaman Duke Herry Northen di wilayah utara Orthello dimana ia akan menjalani hukuman yang ia dapat dari Sang Ayah, Raja Liam.

Wilayah tersebut bernama Forks. Sebuah kota kecil akan tetapi sangat subur, meskipun 60 persen hutan lebat 40 persen merupakan lahan tempat warga Forks menanam berbagai macam tanaman karena media tanahnya sangat baik untuk bercocok tanam.

Dengan keadaan hutan yang terbilang cukup lebat, maka banyak kasus perampokan dan pembegalan lahir di sini. Memanfaatkan batang pohon yang lebar, serta rerimbunan daun yang cukup lebat mampu menyembunyikan para kelompok bandit yang bersembunyi.

Ketika menginjak musim gugur dan musim semi. Jalan lintas daerah di Forks ramai akan kedatangan para pedagang dari daerah luar Orthello, seperti Trenttare, Centtare dan Renegades. Para pedagang kebanyakan akan melakukan perjalanan di pagi hari sampai siang.

Saat sore tiba tampak semakin berkurang bahkan tidak ada pejalan yang melintas. Bagi pedagang yang memang mengejar waktu akan melakukan perjalanan ke Forks pada malam hari yang berakhir mereka di rampok sampai di temukan tewas.

Duke Herry Northen pria berumur 40 tahun dengan postur tubuh tegap, tinggi, dan sedikit berisi duduk santai menyambut kedatangan Putra Mahkota Orthello yang baru saja datang.

"Senang rasanya bisa bertemu dengan Pangeran Richard di kediaman saya!" Sambut Duke Herry.

"Terimakasih atas sambutan hangatnya, Tuan Herry." Jawab Richard sambil tersenyum ramah.

"Saya telah mendapatkan surat dari Raja Liam tentang kunjungan anda kesini Pangeran. Tolong, sampaikan rasa terimakasih saya pada beliau nanti!" Ujar Duke Herry.

"Baik Tuan Herry, setelah tugas saya selesai akan saya sampaikan ucapan terimakasih Anda kepada beliau," Jawab Richard. "Bagaimana dengan perkembangan perampokannya? Apakah sudah mendapatkan titik terang?" Tanya Richard to the point.

"Saya sudah mendapatkan titik dimana perampok tersebut beraksi. Setiap titik berbeda dan target mereka ialah para pedagang yang kebetulan melintas."

"Lalu, apakah para pedagang tersebut memiliki jadwal perjalanan?" Tanya Richard.

"Sebagian ada yang memiliki jadwal dan sebagian lagi tidak. Kebanyakan mereka pedagang dari luar Orthello, mereka memilih lewat kawasan ini karena lebih dekat jika ingin ke Denally pusat kota untuk menjual dagangan mereka." Jelas Duke Herry.

"Tolong kumpulkan jadwal perjalanan mereka. Tugaskan beberapa prajurit dan ksatria untuk memantau dan menjaga di setiap perbatasan dan tempat sepi! Terutama tempat dimana mereka beraksi!" Ujar Richard. "Aku ingin laporannya secepat mungkin, paling lambat besok malam!"

Duke Herry mengangguk, "Baiklah, akan saya persiapkan." Jawabnya.

Richard kembali menikmati secangkir teh hangat miliknya, Duke Herry sudah berlalu ke tempat ia kerja. Richard di temani pelayan khusus yang nantinya akan mengantar serta melayani kebutuhan sang Pangeran.

Dalam keheningan, pikiran Richard di penuhi oleh kasus perampokan yang sudah terjadi di Forks. Kejadian paling sering di malam hari, terkadang sore hari jika memang tempat itu sepi dan para pedagang tidak di kawal oleh ksatria sewaan.

Dalam kekalutannya, terbesit rasa rindu kepada gadis yang kini berstatus sebagai mantan tunangannya. Ia tidak menyangka bahwa Ayahnya akan menyetujui permintaan gadis itu untuk mengakhiri pertunangan mereka.

Awalnya, memang Pangeran Richard ingin memutuskan dan mengakhiri status mereka karena hatinya terpesona dengan lemah lembutnya Salsabila. Wanita itu selalu ada di sampingnya dan selalu memberinya semangat yang positif.

Berbeda ketika dengan Nathalia yang cenderung manja, barbar dan suka mencari perhatiannya. Tapi, Beberapa hari yang lalu ketika Nathalia sadar dari komanya dan Pangeran Richard mengunjunginya karena desakan Ibunya.

Pangeran Richard menyadari bahwa sorot mata emas madu milik Nathalia sangat berbeda. Ia merasa wanita itu bukanlah Nathalia, tunangannya yang manja dan suka mengganggu Salsabila. Meskipun pikirannya terfokus pada Nathalia, hatinya tetap menyerukan bahwa Salsabila adalah wanita yang tepat.

"Andai Salsabila di sini, aku pasti bisa menyingkirkan bayangan Nathalia," Gumam Richard, ia menghela nafas panjang.

I WANT YOU (END)Where stories live. Discover now