4. Ruby Andromeda

Mulai dari awal
                                        

Deg.

Detik itu juga, ia jatuh berlutut di lantai. Koran itu berisi berita kematian keluarga nya.

Semua penghuni rumah tidak ada yang selamat, bodyguard, maid bahkan tukang kebun menjadi korban kesadisan perampok itu.

Berkas-berkas penting, dokumen, data-data perusahaan telah mereka curi. Kemarin, jasad-jasad mereka baru keluar dari kamar autopsi dan kemungkinan besar akan segera di makamkan.

Dokter forensik menyatakan luka di tubuh korban sangat parah dan juga fatal, serangan akibat benda tajam lebih dominan.

Tes

"Hiks..."

Balita itu mencoba menahan suara tangisan nya. Badan nya bergetar hebat, dunia nya sudah hilang, dunia nya sudah hancur. Ruby makin masuk ke bawah meja, ia tak bisa menahan nya, alhasil pecah sudah tangis yang sejak tadi ia tahan.

Dada nya begitu sesak, ia tidak perduli dengan sekitar. Untuk kali ini saja, biarkan dia menangis sepuasnya. Setelah ini mungkin dia akan mencoba lebih kuat seperti apa yang selalu Papi nya katakan.

"Di masa depan, tolong jadilah gadis yang kuat, Papi menyayangimu Arbie."

"Papi hiks hiks..."

Para bodyguard mendadak bingung dengan kelakuan nona kecil itu.

Di sisi lain, Jendra yang berada di ujung tangga mengernyitkan dahi heran. Itu suara tangisan bocah?

"Ruby?" Panggil nya, tidak ada sahutan. Ia lantas melangkah ke sumber suara, suara tangisan yang terdengar sangat pilu itu mampu membuat hati nya bergetar.

"Ruby!"nada nya mulai naik satu oktaf. Tangisan itu berhenti, sebelum akhirnya Jendra dapat melihat kepala dengan rambut terkucir dua muncul dari bawah meja.

Jendra mendekat ke meja ruang tamu. Ia lantas jongkok dan mendapati wajah Ruby yang sembab.

"K-kakak."panggil Arbie parau.

Jendra dengan sigap menggendong tubuh balita 3 tahun itu.

"Kenapa, kenapa hm?"tanya nya lembut. Ia duduk dengan Ruby yang berada di pangkuan nya.

Jendra berkedip, ia menatap mata sembab Ruby dengan intens, pipi bulat nya memerah. Sudah seperti anak babi saja.

"Itu--itu susu nya tumpah hiks..."

"Benarkah?"

Ruby mengangguk, namun Jendra tau alasan balita ini nangis tidak sesederhana itu.

"Kenapa nangis?"

Ruby menggeleng, air mata nya masih saja keluar. Ia dengan takut-takut memeluk leher Jendra, seseorang yang beberapa jam lalu menyuruh nya untuk memanggil nya 'kakak'.

"T-takut hikss..."gumam Ruby pelan.

"Takut?"Jendra dengan telaten mengusap punggung kecil Ruby.

"Eung...takut p-papa hikss Oliyon malah..."

"Tidak ada yang memarahimu, jadi berhenti menangis."tenang Jendra di sambut anggukan pelan dari Ruby, namun bocah itu masih sesegukan.

"Suara mu jelek."

Detik itu juga, Ruby terdiam. Ia memeluk leher Jendra erat. Ia takut Jendra mencekik nya karena suara tangisan nya yang katanya jelek itu.

Remaja tampan itu seketika mengulum bibirnya. Ruby, balita yang sudah ia anggap sebagai adiknya ini ternyata sangat takut padanya.

"Habis minum susu harus tidur kan?"

"Hgg..."

"Bagus. Tidur sekarang."ujar Jendra seraya mulai menepuk-nepuk puncak kepala Ruby pelan.

Ruby mencoba memejamkan mata. Jika ini jalannya, maka dia siap menghadapi semua nya. Tanpa ada nya orang tua, takdir yang luar biasa menghampiri nya. Dia tak akan menyia-nyiakan takdir tuhan yang memberikan nya hidup kedua walaupun di raga yang berbeda.

Dan juga, jika suatu saat nanti ada kesempatan. Dia akan membalas semua nya. Wajah-wajah iblis bejat itu masih terekam jelas di otak nya.

Beberapa menit berlalu, suara deru nafas teratur terdengar.

"Sesulit apa hidup mu, bulat?"gumam Jendra saat menyadari balita di pelukan nya sudah tertidur pulas.

Rumi berlari tergopoh-gopoh ke ruang tamu, dia tadi ke lantai atas untuk menyiapkan kamar Ruby yang berada tepat di samping kamar milik Orion. Saat di tangga ia mendengar perbincangan para maid tentang kejadian ini, mangkanya ia segera berlari turun dan mendapati nona kecil nya sudah tertidur lelap di pelukan tuan muda.

Jendra segera mengkode Rumi untuk membersihkan kekacauan di meja ruang tamu.

Tak berselang lama Orion datang seraya menenteng sebuah map coklat.

"Apa yang terjadi?"tanya nya dengan suara berat, ia segera mendekat melihat wajah pulut di ceruk leher Jendra.

"Kau membuat nya menangis, Jendra?"sinis Orion seraya meraih tubuh mungil Ruby ke gendongan nya. Balita it sedikit melenguh sebelum kembali tertidur di dada Orion.

"Sedikit."decak Jendra malas.

"Sinting!"ketus Orion seraya melempar kan map coklat tadi ke arah Jendra. Pria itu lantas beranjak pergi guna menidurkan Ruby di kamar yang sudah di siapkan agar balita itu merasa nyaman.

Jendra menyandar kan tubuhnya, dengan malas ia membuka map yang di bawa Orion.

Setelah membaca nya, sudut bibir Jendra terangkat. "Aku akan menggenggam nya."

Di dalam nya berisi surat adopsi, identitas Ruby, bahkan hak waris sudah tersusun rapih di map tersebut.

"Ruby Andromeda. Dia milik Lizeros."

-tbc-

Jakarta Utara
4Jan2024
감사합니다🐰

RUBY ANDROMEDA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang