Ammar. Hanya Ammar

Start from the beginning
                                    


Wajah Annand kembali bersemu, tapi malah memandang Ammar dengan jahil. Ia tahu kakaknya tidak terlalu suka kisah romantis. "Mau aku beritahu?" 

Ammar mengerti tatapan adiknya itu. "Tidak. Tidak perlu.." Ammar membalas dengan tatapan jahil yang sama. Keduanya terlihat begitu identik sekarang. "Pasti ceritanya sangat cringe, seperti di film-film romansa.."

"Aku beritahu ya?" Annand tersenyum lebar.

"Tidak. Tidak. Tidak-"

"Akan aku beri-"

"Annand!" terdengar panggilan dari kejauhan.

"Oops. Mum's calling. Gotta go!" Ucap Annand yang dengan cepat menaruh biolanya.

"Kahaa*?" tanya Ammar.

( *Kemana? )

"Biasa, check up rutin.."

Terlihat Ammar mengerutkan dahi. "Jadwal check up mu minggu depan Annand."

Annand tersenyum. "Senang sekali kakakku ini sangat hafal jadwal pemeriksaan rutinku." Ucapnya lalu menarik napas dengan perlahan dan meraba dadanya pelan. "Dua hari ini aku sedikit tak nyaman saat menarik napas. Rasanya sedikit sesak. Jadi Mum menyuruhku memajukan jadwal pemeriksaan."

"Kau baik-baik saja? Kenapa baru mengatakan sekarang?" Wajah Ammar terlihat panik.

Annand terkekeh. "Relax, Bhai! Aku baik-baik saja. Aku hanya lupa bilang padamu."

"Annand.. jangan seperti itu lagi. Apapun yang kau rasakan, harus menceritakannya. Understand?"

Annand memberi hormat pada kakaknya itu. "Yes, sir!" ucapnya seperti seorang tentara yang membuat Ammar tertawa. Hingga suara sang ibu kembali terdengar. "Baiklah aku pergi dulu sebelum Mum mulai mengomel. Bye, Bhaiya!"

"Tell me the result soon!"

Saat Ammar akan mematikan panggilan video mereka, terlihat Annand kembali berbalik dan tersenyum lebar padanya.


"By the way.. Selamat atas kenaikan pangkatmu, Mayor Raichand!"


***






"Ammar.."

Rematan di bahu membuat pikiran sang Mayor kembali ke tempat dimana ia berpijak sekarang. Tiupan angin yang cukup kencang mengibas rambut, akhirnya terasa. Ia menoleh, dilihatnya Dokter Naina mengembangkan senyum. Buru-buru Ammar mengusap wajah yang terasa basah. Entah oleh keringat karena sengatan matahari langsung, atau karena air matanya. 


"Kenapa suka sekali berada di atas sini?" tanya Naina, "Kekasihmu datang.." bisiknya. 


"Hm?" Ammar memandang orang-orang di balik punggung sang dokter. Tapi lebih tepatnya, pada salah satu gadis yang terlihat canggung untuk menghampiri.


"Naina..." tegur Ammar yang memberikan tatapan tajam pada dokter itu. Naina terkekeh dan memberi isyarat mengunci bibirnya. "Sorry..".


INCOMPLETED LOVE [✓]Where stories live. Discover now