Goodbye May: 6

18 5 1
                                    

Guys! Sebelum membaca cerita ini, yuk luangkan sejenak waktu kita untuk berdoa dan terus menyuarakan tentang keadaan saudara kita disana.

Aku semakin sadar kalau setelah kejadian 7 Oktober, mataku benar-benar terbuk lebar selama ini. Padahal ini bukan sekedar 100 hari melainkan dekade! Ayo! Jangan lagi mata kalian tertutup, jangan lagi tertidur dan jangan lah merasa terbiasa atas pembantaian saudara kita di sana!!

Hasbunallah wani'mal wakiil 🥺
Cerita ini aku tulis karena aku benar-benar mengagumi palestina beserta seluruh isinya.

***

Ku tatap wajah lelaki yang tertutup di hadapan ku kini. "Tidak mau Hamzah! Tolong jangan paksa aku untuk mengikuti alur mereka yang sangat kejam!"

"Aku sudah bilang padamu bukan? Bahwa cukuplah bagi mu untuk menjaga kebenaran itu dalam hatimu karena semuanya tidak mudah, May."

"Dan membiarkan ku mengatakan kebohongan pada dunia ini?" Timpalku menatapnya tak percaya.

"Lantas bagaimana May? Mau sebanyak apapun kebenaran yang kamu katakan pada mereka, mereka tetap menolaknya," balas Hamzah berhasil membungkam mulutku.

Aku kembali menatap wajahnya dengan lekat. "Asal kamu tau, Zah. Hari pertama aku di sandera, aku sudah takut!"

Hamzah mengernyitkan keningnya. "Kenapa?" Tanyanya.

"Aku takut dengan kehidupanku setelah bebas dari tempatmu. Karena aku yakin, membawa kebenaran dalam diri kita itu sebuah beban yang tidaklah mudah. Sedangkan aku belum setegar kamu dan seluruh penduduk Palestina," ucapku dengan air mata yang mulai nanar.

"Aku yakin kalau kamu bisa, May. Tolong bertahan ya?" Pintanya memohon penuh

***

Semalaman penuh, aku tidak tidur hanya karena memikirkan permintaan pemerintah terhadap ku dan juga kakakku. Untuk apa mereka menemui kami? Apa untuk membolak-balikkan sebuah kebenaran yang telah aku dapatkan? Atau mereka tidak ingin kebenaran itu terbongkar secepat ini?

Hamzah? Tolong aku, aku harus bagaimana? Untung saja aku kembali bermimpi tentang Hamzah sehingga aku sedikit merasa lebih baik (?) Aku selalu ingin Hamzah datang di mimpiku setiap saat.

"May? Cepat habiskan sarapanmu!" Titah Ivander padaku yang sedari tadi melamun.

"Apakah kamu mendapat email dari pemerintah?" Tanyaku padanya seraya melahap sesuap sarapan walaupun aku enggan.

Dia mengangguk. "Tapi aku tidak akan menemui mereka, Iv," putusku berhasil membuat Ivander terhenyak.

"Are you sure, May? Apakah kamu seberani itu melawan pemerintahan kita?" Tanya Ivander memastikan ku lagi.

"Untuk apa kita takut dalam membela kebenaran, Iv?"

"Jangan macam-macam, May! Kita bukan lagi orang biasa, dunia telah memerhatikan kita," katanya mengingatkan ku lagi.

Ya aku tau! Semenjak kami keluar sebagai mantan tawanan, kehidupan kami disorot. Bahkan aku tak lagi bebas dalam bermain media sosial. Semua serba diatur dan dibatasi. Tanpa sepengetahuan Ivander, aku memilih untuk keluar rumah dengan memakai topi dan syal; mengingat saat ini musim dingin. Ah, Hamzah! Apakah kamu tidak kedinginan disana? Apakah kamu memakai pakaian yang cukup tebal?

Hamzah ... Semuanya akan baik-baik saja bukan?

Aku memilih untuk berada di sebuah hotel untuk menginap beberapa hari karena sungguh, aku butuh waktu untuk sendiri dari mereka. Setelah aku memesan kamar untuk tiga hari, aku mulai melangkah memasuki lift menuju lantai 8 gedung ini.

Kamar yang cukup bagus namun seketika ingatanku tertuju pada keadaan penduduk disana. Apakah mereka terbiasa hidup jauh dari kenyamanan seperti apa yang ku rasakan selama ini?

Ku lepas coat dari tubuhku, ku telakkan di gantungan kamar ini lalu kakiku melangkah menuju balkon kamar ini. Tatapanku tertuju pada seluruh hiruk-pikuk tempat ini.

"Hamzah. Bisa kah kamu datang ke mimpi ku lagi? Aku ingin mengenal dunia mu lebih dalam, Zah," lirihku dengan tatapan yang tertuju pada kubah berwarna emas yang mana berada di lingkungan Masjidil Aqsha. Ya, aku hanya mengetahui nama itu karena aku sering mengunjungi tembok ratapan.

Aku tidak tahu apa yang ada di dalam Masjidil Aqsha itu. Lupakan dulu hal itu karena saat ini aku fokus bagaimana caraku untuk kembali menemui Hamzah. Memang terdengar mustahil, namun aku yakin akan terjadi cepat atau lambat.

Beberapa detik kemudian, aku lagi-lagi mendapatkan sebuah email masuk dari pemerintah. Dan sialnya mereka berhasil menemuiku di sini. Aku tahu apa yang mereka inginkan terhadap ku kini. Hamzah? Maafkan aku kalau lagi-lagi aku menyakiti mu dengan kebohongan yang harus ku ungkapkan.

Tapi percayalah Hamzah bahwa aku segera menemui mu.

***
100 days after 7 October...

Di dalam kamar, aku menghela nafasku dengan berat. Ku tatap langit-langit kamar ini dengan ingatan yang masih sama padahal ini sudah hari ke seratus. Aku kira, cukup mudah untuk mencari cara agar bertemu dengan mu di sana Hamzah. Setelah aku membuat video pengkhianatan itu, setiap detiknya aku merasa sangat gelisah, Hamzah. Seluruh rasa bersalah serta penyesalan berhasil menghantui ku.

Drtt, drttt

Ku raih ponsel yang saat ini jarang ku gunakan. Dengan rasa penasaran, aku membuka sebuah pesan masuk dari temanku di grup kami.

Sharon: aku tidak ingin terjun ke Medan perang sana! Karena kmren aku dengar ada banyak anggota dan perwira yang terbunuh!

Daniel: kalau memang begitu, kamu harus mencari pengganti secepat mungkin, Sha

Pesan mereka membuat keningku berkerut. Ya memang kematian para tentara tidak berhati manusia itu begitu banyak dan cukup menghantui mereka sehingga tidak jarang para tentara berani untuk terjun ke tanah mereka. Bagaimana tidak ketakutan bahwa ada banyak hal yang tak terduga dan diluar nalar terjadi pada mereka disana. Sampai disini, aku semakin yakin bahwasanya ada banyak keajaiban para penduduk Syam.

Hamzah ... Apakah kamu masih ada? Apa kamu baik-baik aja selama ini? Karena tanpa sepengetahuan orang-orang sekitar ku, aku terus memantau dan melihat berita-berita tentang para penduduk Syam. Karena dengan hal itu, aku semakin terasa dekat denganmu, Hamzah. Maaf karena ini berkesan tidak tulus tapi kamu lah yang mengantar ku akan ketulusan itu.

Aku kembali pada layar ponsel ku lalu mengetik balasan mereka.

Me: biar aku saja yang menggantikan mu, Sharon.

Oh iya, kalian harus tahu bahwasanya kakiku sudah sembuh seperti sedia kala dan itu tandanya aku bisa menemui Hamzah dengan cara terjun ke medan perang.

"Zah, aku berharap kita masih ada kesempatan untuk bertemu ya."

***

Gimana part ini? Sebenarnya aku gak ingin nulis banyak baba tentang cerita ini, tapi aku tidak bisa karena ada banyak harapanku terhadap kebebasan Palestine. Selain bersuara di sosial media, aku juga ingin menyuarakan Palestina di sini! Terimakasih banyak buat kalian yang berkenan membaca cerita ini!!!

SEE YOU NEXT PART!! RAMEIN YAAA

T. B. C

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bye MayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang