03. Dicari: semua anggota winter young kecuali rio

Magsimula sa umpisa
                                    

Tadi itu konser terakhir kami, lho. Apa tidak ada yang ingin menyampaikan kata-kata puitis?

Yang melirikku hanyalah Degi. Aku tahu di sini dia yang paling setia kawan, apalagi terhadapku.

"Apa? Mau menjual cerita sedih masing-masing?" Seperti biasa omongan Junio selalu pedas sampai menyentuh level lima. "Aku tidak punya cerita sedih apa-apa. Kalian saja yang bercerita." Dia membenturkan gelas ke permukaan meja.

"Bukannya kau dulu pernah ditindas seisi sekolah?"

Junio beranjak dari duduk lesehannya dan langsung menyambar Degi di seberang meja. "Jangan ngawur, B*jingan!"

Ah, kata-kata kasarnya keluar lagi.

Aku berdeham tak berdosa. "Lihat dirimu di cermin, Degi."

"Sama-sama pernah ditindas tidak usah bangga." Manajer menengahi. "Kalian di sini bisa diteriaki banyak cewek dan makan enak gini tuh gara-gara aku. Kalau tidak kalian semua pasti sudah punya batu nisan sendiri-sendiri."

Beberapa detik hening, Andra tiba-tiba menyuruh menyalakan lampu.

Dan aku yang pertama dilirik Winter.

"Apa?" Aku bicara keras.

"Enak kan, bisa main gitar sepuasnya tanpa dicambuk ayah?"

....

Setelah hampir satu tahun identitas masing-masing dirahasiakan oleh diri sendiri, malah oleh si manajer semuanya dibongkar.

"Enak kan, bisa nyanyi sepuasnya tanpa menjatuhkan harga dirimu yang setinggi Burj Khalifa itu?"

Junio pura-pura memakan daging yang masih mentah.

"Enak kan, bisa menyalurkan hobi bermusikmu tanpa pusing harus gabung band mana?"

Firas, tidak bereaksi apa-apa.

"Enak kan, bisa punya banyak kegiatan dan tidak keseringan melamun, huh?"

Degi malah melirikku.

"Enak kan, bisa memedulikan hal lain tanpa menyalahkan diri sendiri atas kematian bidadarimu itu?"

Andra tampak kaget luar biasa.

Aku berteriak tak sabaran. "Sudahlah, makan saja!"

"Kau sendiri yang menyuruhku bercerita."

"Aku tidak spesifik menyebut-mu."

Winter melempar daging yang masih dipanggang ke wajahku. Mukaku langsung terasa kotor dan panas.

"Hei!"

"Salah sendiri, siksable."

Tapi benar. Walaupun perempuan ini kadar menyebalkannya di atas rata-rata, memang dialah penyebab kami berada di dunia ini. Masih dunia yang sama tempat kami berpijak. Namun perbedaannya adalah kehadiran band ternama kesukaan gadis-gadis bernama Winter Young dan usia kami berlima yang tersisa... satu minggu.

Aku tidak ingin ini berakhir.

Sehabis party, kami masuk ke mobil yang telah diparkir di wilayah khusus karyawan. Katanya restoran ini memang sering kedatangan artis-artis, dan sebagai imbalannya mereka harus berfoto bersama para pegawai. Aku masih saja asing dengan identitas artis itu.

"Kak Rio, pengen foto bareng." Dua perempuan berpakaian pelayan mendekatiku malu-malu sambil menggenggam erat-erat ponselnya.

Aku tersenyum saja.

Keluar dari restoran, segera aku memakai masker beserta topi yang sama-sama berwarna hitam. Aku yang terakhir masuk ke mobil. Tapi sebelum itu aku ditabrak oleh seseorang yang berlari kencang menujuku hingga menyebabkanku terjatuh ke aspal.

Cerpen 3 Tema: A Long JourneyTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon