9🕌 Jiwa Mahin Raga Neina

Magsimula sa umpisa
                                    

"Kenapa? Apa kau perlu bantuan?"

"Kau kerja sebagai apa? Tugas di mana?"

Bukannya menjawab pertanyaan Mahin, Habibeh justru terkekeh. "Ya ampun... sudah kau istirahat saja. Nanti malam akan diceritakan di mana aku bekerja dan sebagai apa. Sepertinya kau memang belum pulih sepenuhnya."

Hebibeh pun berlalu. Saat pelayan kerajaan berambut sedikit ikal itu meninggalkan dirinya, Mahin menatap langit-langit ruangan. Interior kamar itu jauh berbeda dari tempat tinggalnya sebelum pingsan. Melihat sprei, gorden serta pakaian orang-orang yang tadi menemuinya pun  sangat ketinggalan zaman. Begitu pula dengan baju yang melekat di tubuhnya. Gadis itu benar-benar butuh jawaban.

Beruntunglah Habibeh menepati janji. Setelah selesai bertugas, di malam hari ia banyak menceritakan tentang dirinya. Mahin mulai tahu bahwa Neina yang dimaksud orang-orang tadi bukanlah dirinya, melainkan pemilik tubuh yang sekarang menjadi dirinya. Itu terlihat sangat membingungkan, tetapi ini nyata terjadi. Jiwa Mahin telah masuk dalam raga pelayan bernama Neina Maheen.

***

Sudah tiga hari Mahin yang biasanya banyak bicara seperti Habibeh, kini mendadak menjadi pendiam layaknya Neina. Hal itu yang membuat sahabatnya tidak curiga bahwa gadis yang beberapa hari ini tidur sekamar, bukanlah pelayan kerajaan yang sama.

Padahal, diamnya Mahin selama ini karena ia sedang berusaha mencerna tentang kejadian yang dialaminya. Dari mulai pergi ke masjid 17 Ramadhan, berdebat dengan Anzilla, menemukan ruang rahasia, melihat jam istimewa dan mendengar suara alarmnya hingga pingsan. Saat dirinya pingsan, Mahin sempat bermimpi bertemu ayahnya. Pria asal Baghdad itu berkali-kali memanggil namanya dengan sebutan Neina. Namun ternyata panggilan itu berasal dari Habibeh.

Malam ke empat berada di kamar Neina, Mahin mulai memahami karakter Habibeh. Meski luka di perutnya sudah membaik, tetapi ia belum bisa bekerja. Karena itulah Habibeh yang menggantikan tugas sang sahabat.

Ajaibnya lagi, dalam kurun waktu beberapa hari, Mahin langsung mengerti dan bisa berbicara menggunakan bahasa yang sama dengan Habibeh. Padahal, saat menjadi mahasiswi sudah mati-matian belajar Bahasa Arab, tetapi tidak juga berhasil. Baru Bahasa Inggris yang dikuasainya.

Saat seluruh tugas Habibeh selesai, gadis itu kembali ke kamar untuk beristirahat. Namun baru duduk di atas ranjang, Mahin yang semula berbaring, bangkit untuk duduk.

"Hai... kau mau ke mana?" tanya Habibeh.

"Aku ingin duduk di dekatmu," ujar Mahin.

Habibeh pun bangkit seraya mendekati Mahin. "Biar aku saja yang ke situ. Kau tetaplah duduk!"

Sampai di dekat Mahin, Habibeh terdiam. Sedangkan gadis asal Indonesia itu menengok ke arah samping.

"Habibeh... apa kau sahabatku?" tanya Mahin untuk memastikan bahwa gadis berkulit gelap itu adalah sahabat dari raga yang sedang ditempatinya.

Mendengar hal itu Habibeh malah terkekeh dan refleks menyenggol tubuh Mahin dengan keras seraya berkata, "Apa kau benar-benar lupa ingatan?" Gadis itu menghela napas. "Ya... ini aku sahabatmu. Habibeh!"

Mahin melempar senyuman. "Ya... sepertinya begitu. Bahkan aku tidak tahu ini di mana? Apa aku masih punya keluarga? Dan... kira-kira ini tahun berapa?"

Habibeh terbelalak. "Astaghfirullah Neina... kau ternyata benar-benar lupa ingatan? Ya ampun, ini sangat serius!"

Meski panik, tetapi Habibeh tetap menyampaikan bahwa dirinya sedang ada di istana dan hidup di tahun 805 Masehi tepatnya di Kota Baghdad. Lewat gadis itulah Mahin tahu bahwa raga pelayan yang sekarang menjadi tubuhnya hanya memiliki ayah yang sedang bertugas perang sebagai prajurit, sedangkan ibunya sudah meninggal.

Mahin Dalam Jeruji Kota Baghdad [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon