Goodbye May: 5

25 4 0
                                    

Happy Reading!!

***

"May sudah! Ayo masuk kamar! Biar aku yang menyelesaikan dengan teman-teman mu," kata Ivander berusaha menengahi pertengkaran ku dengan mereka.

Aku menatap kakakku dengan tatapan yang sendu. Ia pasti paham apa yang tengah aku rasakan. "Kita tidak bisa menjelaskan secara gamblang gitu May. Semuanya butuh tahap dan proses yang lama," lanjut Ivander lagi-lagi membuatku terdiam.

"Aku sangat yakin kalau Maya sudah diperalat atau mungkin diancam oleh mereka!" Sahut Daniel menatap ku dengan sengit.

"Kalau tau kalian tidak percaya akan apa yang aku jelaskan, lalu untuk apa kalian bersih keras mendengar penjelasan ku, sialan?!" Balasku tak kalah sengitnya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Hamzah bahwasanya dalam menjaga atau membuktikan kebenaran tanpa melalui pembuktian mereka sendiri itu sangatlah susah.

"May, go to your room please," titah Invander menatapku tajam. Mau tak mau, aku memasuki kamar dan meninggalkan mereka semua.

Sampai di dalam kamar, aku hanya memeluk kedua lututku dengan perasaan yang semakin antah berantah tak karuan. Aku merasa sangat kacau, kehilangan arah dan ... Kecewa terhadap diri ku sendiri karena aku tidak tahu lagi harus bagaimana untuk mengungkapkan kebenaran yang ada.

Tuhan? Tolong berikan aku cara dalam membuktikan kebenaran pada mereka yang telah lama hidup dengan kebohongan dunia ini. Aku menunduk dengan isakan yang semakin keras.

"May? Hey? Why are you crying?" Ivander datang, lalu duduk di tepi ranjang. Ia memegang kedua bahuku.

"Aku tidak mau disini, Iv. Aku benci tempat dan seluruh isinya," ucapku seraya menangis ke dalam pelukan kakak laki-laki ku ya ... Selain Tuhan dan Hamzah, aku memiliki Ivander yang memahami perasaan ku.

"Kita tidak bisa lepas atau pergi begitu saja May. Semuanya terlalu rumit dan penuh hambatan."

"Apa lebih baik aku mati saja ya, Iv?" Tanyaku seraya menatap kedua netra kakakku.

"Dan membiarkan ku sendirian dalam mengetahui kebenaran itu?"

"Lantas sampai kapan Iv? Sampai kapan kita harus seperti ini? Bahkan kini aku merasa tidak nyaman dan tidak aman di sini! Aku ... Aku mau disana."

Ya ... Aku ingin berada ditempat yang awalnya ku pandang begitu buruk dan membahayakan itu.

"Pasti akan ada saatnya May. Bertahan dulu ya?"

Aku jadi teringat akan ucapan Hamzah dalam mimpiku tadi. Dia juga menyuruhku untuk lebih kuat bertahan diatas kebenaran yang pastinya akan dicaci oleh mereka. Apa dengan aku bertahan, aku akan kembali bertemu dengan mu, Hamzah?

"Kenapa diam?" Tanya Ivander seraya melepas pelukan ku, lalu tangannya bergerak menghapus air mataku.

"Aku mimpi Hamzah," ungkapku membuat kedua alisnya berkerut; meminta penjelasan lebih. "Salah satu pejuang Negeri Syam Palestina yang berhasil membuat ku hati dan jiwaku tertinggal di sana Iv."

"Oh, jadi namanya Hamzah?"

Aku mengangguk cepat. "Dia ... Hatinya luar biasa Iv. Aku belajar banyak hal darinya. Bahkan dalam mimpi pun, aku begitu merasakan keberadaannya yang sangat nyata dengan setiap kalimatnya."

"Dia berbicara apa saja padamu?"

"Banyak! Salah satunya ... Para penduduk Palestina yang tidak pernah membenci kita semua tapi mereka hanya membenci terhadap tindakan yang kami berikan pada mereka."

Hamzah ... Aku sangat merindukanmu.

"Iya. Aku juga sudah yakin akan hal tersebut karena di dalam penjara, semua jawaban sudah aku dapatkan."

Aku mengangguk setuju. "Oh iya, selain itu. Aku juga mengatakan bahwa aku mencintai nya dan aku ingin terus bersamanya!"

Ivander menggelengkan kepalanya. "Pasti dalam mimpi mu itu, dia menolak kan?"

Apakah jawaban Hamzah dalam mimpi harus ku hiraukan juga dalam dunia nyata ku? Argh!

"Ya tapi kan hanya dalam mimpi, Iv!" Balasku tidak terima.

"Ya ya ya dalam mimpi tapi aku yakin, kamu pasti sangat senang bertemu dengan si Hamzah itu kan?"

Seketika aku melengkungkan bibirku ke bawah. "Apa aku harus kembali jadi tawanan ya?"

"Tingkat kewarasan kamu semakin rendah, May."

***

Hamzah. Aku tidak tahu sampai kapan cerita ini tertulis. Aku tidak ingin menebak atau mengarang cerita antara kita berdua tapi aku selalu berharap, kamu akan berlabuh kembali padaku.

Awal yang harus aku lakukan ialah, memperbaiki diriku dengan Tuhan ku. Itu kan yang kamu mau? Aku tahu kalau melakukan ini atas nama kamu, Zah tapi aku yakin jika suatu saat nanti, aku pasti berniat melakukannya demi diri ku sendiri.

Setelah itu, aku terus berdoa supaya kebenaran itu segera terbongkar secepat mungkin. Aku tidak bertah hidup di tempat yang keji ini, Zah. Tapi aku tak berhenti untuk kagum pada kamu dan seluruh penduduk Syam yang bertahun-tahun hidup dalam dunia keji ini.

Tolong aku Tuhan. Tolong buat aku sekuat mereka. Aku yakin, takdir Mu jauh lebih indah dari yang kita rencanakan dan kita harapkan.

Dan untuk Hamzah. Tolong untuk terus datang dalam mimpiku karena di sana, aku juga memahami banyak hal yang belum pernah aku dapatkan seumur hidupku. Tolong bertahan ya Zah? Jaga diri kamu baik-baik sampai kita kembali bertemu di waktu yang Tuhan izinkan.

Sumpah demi Tuhan aku tidak akan pernah menghapus perasaanku padamu. Aku sangat bersyukur dan berterimakasih pada Tuhan karena telah mengizinkan ku untuk bertemu salah satu hamba-Nya yang bernama Hamzah. Ku mencintaimu melalui tatapan mata elang mu, Zah.

Jujur, sudah ada banyak kata yang ku tulis, namun rasanya aku tidak ingin berhenti untuk menuliskan segala sesuatu tentang mu. Tidak akan ada kata lelah dalam menaruh rasa padamu, tidak akan ada kata jera untuk berharap pada mu; walaupun aku tahu itu menyiksa ku secara perlahan, tidak akan ada kata lupa untuk segala kebaikan dan ketulusan yang telah kamu berikan padamu. Sekecil apapun itu.

Hamzah. Aku disini menunggu kemerdekaan mu. Aku selalu menunggu pertemuan kita selanjutnya dengan keadaan yang telah membaik. Hamzah ... Di sini aku menunggu kepastian mu meskipun aku tahu kalau kamu tidak bisa menjaminnya tapi aku selalu berusaha untuk berprasangka baik pada Tuhan; seperti yang kamu katakan padaku dalam mimpi itu.

Tapi satu harapan terbesar ku padamu; jangan pernah lupakan ku ya? Aku tahu ini pertemuan yang sangat singkat tapi ku harap cukup melekat dalam ingatanmu.

Aku memejamkan kedua mataku sampai ada notifikasi yang muncul di email ku. Apa ini?

Kami ingin mengajukan sebuah pertemuan anda dengan kepala kepemimpinan negara ini.

Sialan! Aku semakin yakin bahwa kedepannya, hidupku tak lagi aman.

***

SUDAH YA GUYS! SAMPAI DISINI SAJAAA

APA MAU LAGI??
RAMEIN DULU, BOLEH GA SIIII??!!!

T. B. C?

Bye MayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang