"Bagaimana? Aku masih tidak paham, Zah. Maaf."

"Jika ada seorang yang bermaksiat atau melalukan keburukan, kita tidak bisa membenci orangnya, namun cukup pada tindakan yang diperbuat."

Sekali lagi hatiku dibuat terenyuh mendengar paparan yang Hamzah berikan. Bagaimana bisa penduduk Syam ini memiliki hati yang begitu mulia dan sangat lapang? Aku bahkan tidak bisa membayangkan jika harus menjadi mereka.

"Para ulama kami pernah mengatakan jika kami membenci orang dengan segala tindakannya, maka niscaya Tuhan akan menguji yang sama pada hamba-Nya," lanjut Hamzah yang semakin membuatku sadar.

Aku kembali mempertemukan pandangan kami dan beruntungnya aku karena ia tak lagi mengalihkan tatapannya dariku. "Zah, asal kamu tau. Kali pertama aku terperangkap dalam dunia kamu dan seisinya, aku merasa seolah ada cahaya yang selama ini tak pernah aku temukan."

Dia menghela nafas panjangnya sebelum akhirnya berkata, "Aku yakin kalau kalian semua itu sosok yang baik namun sayangnya kalian hidup di dunia yang penuh akan kebohongan."

Tangisku semakin pecah di hadapannya kini. "Menangis lah," katanya. "Satu hal yang perlu kamu sadari May."

"Apa itu?" Balasku sambil terisak kecil.

"Dari awal kamu tumbuh, hidupmu sudah dikendalikan oleh pemerintah di tempat mu."

Aku masih diam lalu dia melanjutkan paparannya. "Setiap pergerakan yang kamu lakukan itu telah dikendalikan untuk mempercayai sebuah kebohongan. Contoh kecilnya: seluruh media atau tanyang yang ditonton sudah distel sedemikian rupa sehingga kamu percaya dan yakin akan kebohongan tersebut. Kalaupun kamu hidup tanpa kendali, setiap gerak-gerik yang kamu lakukan tidak terbatas dan bebas untuk beropini. Iya bukan?"

Benar. Itu semuanya benar karena selama ini tayang serta media yang kami dapatkan sesuai arahan mereka; wahai manusia-manusi keji yang melebihi dari setan!

Tangisku semakin kencang. "Aku ... Aku tidak tahu lagi harus bagaimana Zah. Maaf atas segala rasa benci yang pernah aku berikan pada mu dan seluruh penduduk Syam."

"Iya. Tidak masalah karena yang terpenting, kamu tetap menjaganya dalam hatimu."

Aku kembali menatapnya sedikit takut, ku lipat kedua bibirku kedalam sebelum akhirnya berkata, "kalau aku menjagamu dalam hatiku bagaimana Zah? Maaf, aku mencintaimu secara tiba-tiba sejak pertemuan kita yang tidak sengaja itu," ungkap ku dengan detak jantung yang berdetak sangat kencang. Bahkan aku dapat melihat tatapannya yang sedikit terkejut.

Hamzah segera mengalihkan tatapannya dari ku. "Maaf May. Itu tidak bisa."

"Kenapa Zah? Apakah kamu sudah menikah?" Tanyaku secara terang-terangan. Mulut ini!

"Bukan sudah menikah atau tidaknya May tapi ini sudah cukup rumit. Aku tidak bisa, jadi tolong buang jauh-jauh perasaan mu padaku, May."

"Maaf, tapi aku sudah mencoba untuk melepaskan mu secara terpaksa namun semuanya berujung sia-sia, Hamzah. Setelah aku mengetahui banyak hal tentang kehidupan mu, semakin aku mencintaimu dengan seluruh isi di negeri Syam."

Hamzah bungkam dengan menatap lurus ke depan. Lalu detik kemudian ia bangkit namun aku menahan lengannya. "Jangan pergi dulu. Aku mohon, Zah. Katakan padaku bagaimana caranya aku bisa bersamamu? Bersama kamu dengan segala kebenaran di dalamnya."

Ia menatapku sambil menggeleng kepalanya pelan. "Tolong, May. Jangan sakiti hati dan perasaan kamu hanya karena dunia ini. Kita memiliki banyak perbedaan yang pastinya tak akan ada ujungnya."

"Apa aku harus ikut kamu dan seluruh persamaannya?"

Hamzah melepas pelan tangan ku lalu ia menghapus wajahnya dengan kasar. "Jangan pernah berani mencintai manusia jika kamu belum sepenuhnya cinta pada Tuhan mu, May. Karena itu sangat menyakitkan diri kita sendiri nantinya."

Aku ikut bangkit dengan perasaan yang semakin tidak karuan. Tolonglah! Bahkan aku mencintai Hamzah dan setiap kata yang ia lontarkan!

"Tidak bisa Zah! Aku sama sekali tidak menyesal dan tidak masalah akan sakit yang aku dapatkan jika yang aku cintai itu kamu orangnya, Hamzah. Kamu yang bahkan begitu mencinta Tuhannya dengan itu aku yakin kalau kamu pasti bisa mencintai hambanya," balasku berhasil membuatnya tak berkutik lagi. Mampus! Demi dirinya, aku tidak akan pantang menyerah!

"May? What's on your mind? Kamu mencintai sosok yang telah dipandang teroris oleh sekitar mu dan kita juga memiliki banyak perbedaan."

Aku menggeleng cepat karena tidak terima. "Tidak Hamzah! Kamu dan teman-teman mu bukan teroris tapi kamu para pejuang kebenaran! Kalau masalah keyakinan kita, aku bisa—

"Jangan semakin gila, May," ucap Hamzah penuh dengan tekanan. "Itu sama saja kamu belum mencintai Tuhanmu. Bagaimana bisa kamu mencintai hambanya kalau kamu sendiri berniat untuk meninggalkan Tuhan mu?"

"But you drive me Crazy!!"

***

AHAAA! BAGAIMANA CHAPTER KE 3 INI??
APA YANG KALIAN HARAPKAN DARI CERITA MEREKA YANG PENUH KOMPLIKASI SEJAK AWAL?

:(

Maaf ya kalau ada kalimat atau adegan yang kurang sesuai buat kalian:(

Jangan lupa share, vote, comment ya!

Anw: segala isi yang aku tulis, udh ku sesuaikan dengan research kecilku hehehe, kalau ada yg salah atau kura tepat, silahkan komentar ya!!!

Kayaknya cerita ini minimal 5 bab deh gmn?

WKWKW! Follow ig ku: iamfildha dan ceritafilda ya!

T. B. C

Bye MayaWhere stories live. Discover now