ROUND 1: Menjemput Dua Agen

33 11 6
                                    

"Iram! Ada telepon!"

Pria berwajah seksi menoleh mendengar namanya dipanggil. Melihat wanita tua melambai padanya sembari mengangkat ponsel.

"Aku ke sana!" balasnya nyaring, mendayung papan seluncur ke tepi pantai.

Mentari tidak terlalu menyengat membuat air laut nyaman disinggahi. Ada lebih banyak orang di bibir pantai. Bersantai dengan payung-payung terkembang lebar dan kelapa dingin.

Weekend membuat sebagian besar pengunjung dipadati turis.

Iram keluar dari laut, membawa papan seluncurnya di sisi kanan. Berjalan santai ke arah si wanita tua, tersenyum miring saat beberapa gadis yang dilewatinya memekik tertahan.

Berbisik membicarakan tubuh liat dengan air yang menetes indah dari kepala dan mengalir ke perut kotaknya.

Dagunya sedikit terangkat.

"Siapa Miriam?" tanya Iram begitu tiba didekatnya.

"Nomor tidak dikenal. Dia begitu gigih menghubungimu sejak tadi. Sepertinya memang penting."

Miriam menatap rambut lepek Iram yang dibiarkan basah, mengacaknya. "Kau harus lebih perhatian pada penampilanmu, Sayang. Kau lihat para gadis itu tidak lepas menatapmu barang sedetik saja?"

Miriam melirik sekumpulan gadis yang masih asik membicarakan Iram, menggunjingkannya.

Iram terkekeh santai. "Begini saja tidak menghilangkan pesonaku, apalagi kalau aku menata penampilan? Mereka akan pingsan. Aku jamin."

Miriam tertawa. Mengacak rambut panjang Iram lebih keras. "Lekas angkat telpon itu. Sakit telingaku mendengar bunyinya."

"Ya."

"Aku ada di bar jika kau lapar."

Iram mengangguk, mengusap pipi Miriam sebagai ucapan terima kasih. Iram berkaca pada ponsel di tangan, membuktikan ucapan Miriam kalau rambutnya memang terlihat aneh. Serupa bulu anjing yang kuyup terkena air.

Iram mengibaskan rambutnya hingga air tidak lagi menempel. Rambut hitamnya semakin panjang dan tumbuh alami tanpa perawatan. Menaungi sebagian matanya yang juga hitam.

Khas orang asia.

Iram menempelkan ponsel di telinga setelah menggeser panel hijau ke atas. Tidak bicara, menunggu seseorang di sana memulai percakapan.

"Agen 201?"

Iram membeku. Itu panggilan tugasnya dahulu. Lama tidak mendengar seseorang menyebutnya, tubuhnya menegang tanpa diperintah. Dia berkedip, menyugar rambut, berjalan menjauh dari pantai, mencari tempat aman.

"Ya," jawab Iram akhirnya.

"Datanglah ke kafe terdekat siang ini. Temui bartender kafe yang paling mencolok di sana."

Iram tidak mengenali suara yang memanggilnya saat ini. Tentu bukan milik pimpinannya dahulu. Orang tua itu sudah mati lima tahun lalu saat Iram juga berhenti dari organisasi.

Suaranya sangat ringan, tetapi berkarakter. Tipikal anak muda yang sudah ditempa hidup begitu keras. Iram tebak, umurnya di akhir dua puluhan.

Diumur itu—dahulu—Iram sudah menjadi agen yang paling tangkas, cakap, menyelesaikan banyak kasus sulit, dan disenangi pimpinan.

Saat ini mungkin sudah beda lagi cara mereka 'bermain'. Iram sudah lama sekali meninggalkan dunia itu. Sekarang ketika nomor tugasnya disebut kembali, Iram hanya mengingat hal-hal buruk.

Titik balik hidup Iram yang awalnya damai sentosa dengan predikat agen terbaik.

Iram lekas menutup panggilan tanpa ingin tahu siapa yang menelepon, atau jabatannya. Iram sudah menolak ratusan kali saat dipanggil untuk kembali bertugas. Sekarang datang lagi.

Nefarious GamesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora