09, Teh VS Tukang Ledeng

1.9K 138 71
                                    

Pagi itu toko buka seperti biasa, cahaya matahari masuk menyinari jendela depan, membuat kesan pastel cat di toko terlihat makin lembut. Lonceng berdenting saat pintu dibuka, entah sudah berapa pelanggan yang masuk, hari itu toko cukup ramai.

"Mar, air disini belum nyala juga?" Nana yang sedang duduk menganggur bertanya pada Marco yang sedang menyapu lantai.

"Hhh... Bisa tidak jangan omongin itu" Pria itu tampak kusut, bawah matanya terlihat hitam, dan ia tak serapi biasanya. Singkatnya dia sedang Bad-Mood. Marco membalas sinis, "kau kira kalau airnya sudah benar aku masih numpang mandi di rumahmu hah?"

Nana sedikit merinding melihatnya begitu, kalau dibiarkan lebih lama maka Marco akan berubah jadi bapak-bapak beneran yang dagunya ditumbuhi jenggot dan merokok setiap pagi. Ia berbisik pada Barou yang sedang berjaga di meja kasir, "segitu parahnyakah mati air buat dia?"

"Biarkan saja senpai, sebenarnya bukan karena air juga sih, stok teh miliknya habis dan semenjak itu Marco-san jadi.. begitu " Barou menunduk prihatin.

"Stok teh?"Tapi percakapan mereka terpotong oleh bunyi lonceng yang berdering.

KRIIINNGGG, Pintu terbuka dan beberapa gadis masuk, sepertinya habis pulang sekolah karena masih mengenakan seragam SMA. Keributan mereka membuat Nana sedikit kesal, ia menoleh ke arah Marco barusan namun pria itu sudah menghilang. Nana memutuskan untuk mengambil sapu dan melanjutkan bersih-bersih.

Ada sekitar 15 menit berlalu sebelum akhirnya gadis-gadis itu membawa belanjaan ke meja kasir, Nana menghela nafas senang, kalau mereka sudah selesai ia bisa ngobrol dengan Barou lagi bukan? eh?-tunggu, pikiran macam apa itu barusan?! Ia menggeleng-gelengkan kepala.

"Hei! Hei! Kakak kelas berapa? Ah aku tahu, sudah kuliah ya?"

Sebuah suara menyebalkan terdengar di telinga Nana, ia menoleh ke arah sumbernya. Benar saja, para gadis ganjen itu menyerang mangsanya.

"Kuliah dimana? Mungkin bisa jadi saran nih, kami bentar lagi lulus SMA, doain ya"

"E..eh, tentu saja" Barou berkata terbata.

"Nama kakak siapa?"

"Ano.. kalau nggak kuberitahu?"

"Eehh jahat banget, kasih tau dong, biar bisa kenalan lebih jauh ehehe"

Oke disini Nana tak bisa menahan emosinya lagi. Ia berjalan ke arah meja kasir dengan tangan terkepal.

"Kakak punya pacar nggak? Pasti banyak yang mau sampe bingung milih ya?"

"Kak, minta nomornya atau id Line dong"

"aku nggak-" Perkataan Barou terpotong karena tiba-tiba saja sebuah tangan merangkulnya, menariknya mendekat ke arah wanita yang entah kapan sudah ada disampingnya.

"Maaf tapi dia punyaku"

Nana menegaskan suara. Membuat ketiga gadis di hadapan mereka berdua bergidik ngeri karena aura jutek yang terpancar dari dirinya, mereka semua terdiam untuk beberapa menit, membuat Nana makin kesal dan kembali berbicara. "Ngerti? Terimakasih telah berbelanja dan tolong jangan melakukan pemaksaan terhadap orang lain"

Tanpa berbicara lagi gadis-gadis itu membawa keresek belanja mereka dan pergi keluar. Nana hanya mendengus melihat mereka kembali bergosip dengan wajah kesal diluar sana, yah persetanlah mereka bakal balik lagi atau nggak.

"se.. senpai? Maaf tapi rangkulanmu, aku.. tercekik"

"Huwaa!! Maaf! Maaf" Nana melepas tangannya. Ia langsung menyembunyikannya di belakang tubuh. Tapi yang membuatnya salah tingkah bukan hanya itu. Kini, dengan matanya ia bisa melihat kalau wajah cowok rambut coklat di sebelahnya memerah.

Toko Permen di Ujung JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang