16, Rencana Ayu.

9 3 0
                                    

Julian dan Ayu beruntung karena warung mi ayam di pertigaan, yang Ayu maksud sebelumnya, masih buka. Masing-masing dari mereka memesan mi ayam biasa dengan tambahan ekstra pangsit goreng, sebab hanya itu menu yang tersisa. Lalu mereka berdua duduk di bangku yang menghadap langsung ke jalan. Selain mereka berdua, ada beberapa orang yang makan mi ayam juga di warung tersebut. Malam-malam memang waktu yang tepat untuk makan mi.

Begitu mi mereka tiba, Julian langsung mengaduk mi milik Ayu lebih dahulu dibanding mengaduk mi miliknya. Sedangkan Ayu sendiri sedang kesulitan untuk mengikat rambutnya. Ayu memang terbiasa makan dengan rambut terikat atau tergelung, agar ketika ia menunduk, rambutnya tidak turun ke makanannya. Namun kini, rambut panjangnya telah hilang, makanya ia sulit untuk mengikatnya.

Julian terkekeh, melihat Ayu benar-benar kesulitan dengan rambut barunya. Lalu ia menggeser mangkok mi yang sudah ia aduk ke hadapan Ayu. “Ayo, makan aja, Ay! Rambut kamu gak bakal ngalangin kamu makam kok,” ucap Julian sambil menyelipkan rambut Ayu ke belakang telinga kiri dan kanan gadis itu.

Meskipun sedikit kecewa karena tidak bisa lagi mengikat rambutnya, pada akhirnya Ayu pasrah dan mulai makan.
Kemudian Julian mengaduk mi miliknya dan menyusul Ayu makan.

“Kayaknya aku potong rambut kependekan deh,” ujar Ayu, lagi-lagi pipinya menggembul karena mulutnya penuh dengan makanan. “Nyesel jadi gak bisa iket rambut lagi.”

“Rambut bakal tumbuh lagi kok, Ayu. Jangan nyesel, kamu cantik banget sekarang soalnya.”

“Gak usah flirting,” omel Ayu.

Julian terkekeh sambil mengunyah. Ia tiba-tiba teringat kalau tadi Ayu akan membicarakan sesuatu saat mereka sedang makan. Kini, mereka sedang makan, makanya Julian harus menagihnya agar tidak penasaran. “Tadi katanya kamu mau bilang sesuatu kalo kita lagi makan. Bilang apa emang?” tanya Julian.

Oh, iya. Ayu barusan hampir lupa. Ia harus membicarkan ini dengan Julian, meskipun sebenarnya ia masih ragu. “Jadi gini …” kata Ayu sebagai pembuka.

Sambil terus makan, Julian siap mendengarkan Ayu.

“Ada hal yang pengen aku lakuin, Jul.”

Julian makin yakin kalau Ayu ingin melakukan suatu hal yang besar. Mungkin ini tentang cita-cita atau mimpi gadis itu. Makanya ketika Julian mendengarnya, ia langsung senang dan ikut bersemangat. “Lakuin aja, Ay. Aku pasti dukung kamu,” ujar Julian, meskipun sebenarnya ia belum tahu apa yang ingin Ayu lakukan.

“Dengerin dulu,” timpal Ayu.

Kekehan kecil keluar dari mulut Julian sebagai respon.

“Sebenernya aku pernah pengen lakuin ini dari dulu tapi gak pernah aku lakuin karena dulu aku ragu.”

Julian menyela, “jadi, apa yang mau kamu lakuin itu?”

Lantas Ayu hanya bergeming dalam waktu yang lama. “Aku pengen punya usaha bakery,” jawab Ayu dengan malu.

“Itu ide bagus loh, Ay. Kenapa kamu ragu?” tanya Julian.
Obrolan mereka ini tanpa sadar menghentikan aktivitas makan mereka.

Ayu dengan kasar membuang napasnya. Ini akan menjadi obrolan yang begitu berat sepertinya. “Dari dulu sampai sekarang aku gak yakin bakal bisa, Jul,” ujarnya dengan berat. “Kalo soal baking-nya sih aku bisa. Cuma yang bikin aku gak yakin itu, aku bisa gak konsisten ngelakuinnya?"

Julian diam saja, lanjut mendengarkan apa kata Ayu.

"Setiap usaha pasti ada waktunya buat rame, tapi gak jarang sepi juga ya ‘kan, Jul. Nah, aku tuh takut kalo lagi sepi aku malah berhenti ngerintis usahanya.”

LOCOWhere stories live. Discover now