The Question

37 9 4
                                    

Sudah seminggu aku menghindar dari Kak Bumi. Semenjak kejadian di café itu, aku malah ingin asing sama dia. Entahlah, aku cuma tidak menyangka kalau Kak Bumi bisa lugas seperti minggu lalu. Padahal kami belum lama mengenal dan aku tidak merasakan getaran yang sama. Aduh, demi apa pun, aku beneran bingung. Bukan apa karena aku masih mengharapkan seseorang lain.

"Ra, ada yang nanyain." Salim, teman sekelasku, tiba-tiba datang dan membuyarkan lamunanku. "Di depan kelas orangnya."

"Siapa?"

"Gue nggak kenal."

"Cowok?"

"Cewek."

Aku menarik napas lega, lalu bangkit dari duduk. Kenapa tidak langsung masuk saja, sih? Padahal kelas sepi, pintu juga terbuka. Aku jadi kepo siapa yang sedang ada di depan. Akhirnya aku jalan dengan sedikit terpaksa. Jujur, hari ini suasana hatiku sedang tidak baik. Aku pusing karena belum menyelesaikan tugas jurnal mata kuliah Psikologi Sastra. Ditambah soal Kak Bumi yang terus menagih jawaban atas pertanyaannya.

"Halo," sapa seseorang yang kontan kulihat ketika baru keluar dari kelas. Dia tengah duduk di bangku dekat mading. Senyumnya merekah, matanya berbinar, dan badannya segera berdiri kemudian mendekat ke arahku. "Minta waktunya sebentar."

"Kenapa, Kak?" kataku.

Ternyata yang ada di depan kelasku itu Kak Bumi. Salim benar-benar, sih! Aku kesal banget ini sama Salim. Dasar pembohong!

"Sebentar!" Kak Bumi mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ranselnya. "Mau balikin buku."

Aku mengangguk sembari menerima novel yang sudah sebulan dipinjam sama Kak Bumi. "Oke."

"Thank you."

"Sama-sama."

"Sengaja menghindar, kah?"

"Siapa?" Aku cuma bisa pura-pura lugu.

"Kamu."

"Nggak."

"Tapi chat Kak Bumi dianggurin terus."

"Hehe, lagi banyak tugas."

"Iya, kah?"

"Iya, Kak Bumi."

"Oke, Ra."

Setelahnya, sudah. Kak Bumi langsung pergi dari hadapanku. Ini beneran dia, kan? Walaupun kami belum lama saling mengenal, tapi aku tahu kalau Kak Bumi bukan tipikal orang yang suka meninggalkan misteri begini. Setahuku, Kak Bumi itu dewasa dan punya pendirian kuat. Aduh, aku jadi tambah pusing. Kak Bumi marah, kah?

"Kak, sebentar!" Aku menyusul kepergian Kak Bumi. Dia kontan berhenti melangkah dan kami malah saling tatap. Aku bingung, dia pun kelihatannya begitu. "Mmm, soal ...."

"Soal apa?"

"Yang minggu lalu."

"Yang mana?"

"Yang di café."

"Aku terlalu buru-buru, ya?" Kak Bumi kelihatan ragu ketika berbicara padaku. "Sorry, Ra."

"Aku yang harusnya minta maaf."

"Buat apa?"

"Aku nggak bisa kalau kamu maunya ke arah sana." Aku dan Kak Bumi refleks menepi sedikit karena di lorong-lorong kelas masih suka ada yang lewat. "Maaf, ya."

"Oh, oke."

"Kak?" Air muka Kak Bumi sulit untuk diartikan. Entah aura apa yang terpancar, tapi barangkali rasa kecewa. "Nggak apa-apa, kan?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 17, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Make You Feel My LoveWhere stories live. Discover now