2. Di Pasir Putih

374 38 10
                                    

Anggi

Ia lebih banyak diam sepanjang satu jam perjalanan menuju ke pantai. Meskipun Dio selalu berusaha mengajaknya mengobrol di antara deru suara mesin motor dan desau angin. Hingga pertanyaan sering tak terdengar atau jawaban yang ia berikan sama sekali tak nyambung. Benar-benar alur komunikasi yang cukup kocak.

Apalagi pikirannya justru dipenuhi oleh hal aneh, seperti mengagumi punggung Dio yang tegap dan harum. Pastinya bisa jadi tempat yang nyaman untuk bersandar. Eaa.

"Kamu jadi pendiam," ujar Dio saat mereka sama-sama membuka helm di tempat parkir.

"Ah, masa sih?" ia hanya bisa meringis. Berarti biasanya ceriwis?

"Kecapean?"

Kenapa sih kamu selalu perhatian. "Lagi libur cape ngapain," ia mencoba tertawa

"Nah gitu dong, ketawa."

Membuatnya tersipu. Anggi please deh! Ini kan Dio temen sekelas pas SMA. Kenapa jadi ganjen gini sih!

Huhuhu tapi memang pesona Dio jadi bertambah berkali lipat dibanding waktu SMA. Ada aura berbeda yang memancar. Aura kecerdasan, percaya diri, tanggung jawab, sekaligus masa depan cerah.

"WOI! TELAT KALIAN!"

Teriakan Fira membuyarkan lamunannya yang semakin melantur tak karuan.

"Sori... sori..." ia pun bergegas menghampiri mereka dan langsung cipika-cipiki dengan Fira.

"Mesti mangan disit neng umaeh Anggi (pasti makan dulu di rumahnya Anggi)?" tuduh Bayu ke arah Dio yang langsung tertawa.

"Ora lah (enggak lah)," Dio masih tertawa lebar. Dan ia benar-benar tak sanggup untuk melewatkan pemandangan indah ini.

"Mangan ketan susu tok, ora mangan sega ora (makan ketan susu aja, nggak makan nasi enggak)."

"Lha kuwe mangan (nah, tuh makan)!" sembur Chris.

"Iya, iyaa," Dio masih terus tertawa. Membuat matanya tak berani untuk berkedip sekalipun. Seolah enggan melewatkan tawa renyah khas Dio yang membuat keseluruhan hatinya menghangat dalam sekejap.

Oh, ya ampun.

"Eh, Nggi, apa kabar? Ko dadi gering cungkring (kamu jadi kurus cungkring gini)? Ora tau mangan ya neng Jogja (nggak pernah makan ya di Jogja)?" Chris beralih bertanya ke arahnya. Membuatnya buru-buru mengalihkan pandangan dari Dio yang juga sedang menatapnya.

"Enak aja! Ko ndean sing ora tahu mangan (kamu kali yang nggak pernah makan)."

Chris dari dulu tak pernah berubah, selalu paling slim di antara mereka ber-enam.

"Aku emang udah dari sononya kek lidi begini," Chris tertawa, sementara ia hanya mencibir.

"Kapan balik?" Bayu mengangkat alis. "Kalau bisa bareng biar ada temen ngobrol," mereka sering berkereta berdua. Ia turun di Jogja, Bayu di Surabaya.

"Dua harian lagi kayaknya. Udah mulai workshop sama gathering soalnya. Kamu kapan?"

"Semingguan lagi deh. Masih ada yang perlu ku urus di sini."

"Nggak bisa bareng dong," ia tertawa.

"Jadi ngospek?" Fira memotong percakapannya dengan Bayu.

"Hah... ya jadi lah. Udah ikut oprec."

"Lumayan bisa ngecengin MABA yang uwu-uwu," Chris menggoda.

"Dih!" ia kembali mencibir.

"Motivasi utama apa niat terselubung nih?" Bayu tertawa. "Kalo kamu kan buat..."

Bad Senior in LoveWhere stories live. Discover now