5. Mengusir Rasa Sepi

285 87 4
                                    

Arshi menyadari betul jika semakin tua seseorang melajang, musuh yang mereka hadapi tidak hanya semakin banyaknya pertanyaan-pertanyaan dari orang sekitar mengenai kapan menikah. Melainkan rasa sepi yang melanda, ketika satu-persatu orang yang akrab mulai menjauh karena kesibukan masing-masing atau skala prioritas mereka yang bergeser, lalu tidak ada lagi yang bisa menjadi teman ketika butuh tempat bercerita. Arshi merasakan itu ketika Samira dan Arumi telah menikah, lalu grup obrolan mereka yang tadinya masih sesekali berisi ajakan ngopi atau jalan-jalan ke mal bareng kini mulai sepi.

Tadinya, Arshi pikir hanya perempuan saja yang rentan akan perasaan tersebut, sebab di sekitarnya masih banyak para pria berkumpul satu dengan lain untuk sosialisasi. Tetapi, rupanya Mas Eri pun mengalami problematika yang serupa. Dari obrolan malam itu yang beberapa kali bersambut, Arshi bisa menyimpulkan beberapa hal. Pertama, ketika Mas Eri kuliah ke Jakarta setelah lulus SMA, dia tidak pergi sendirian. Kedua orang tua serta saudara kandung turut serta ke sana, sebab sang Bapak mendapatkan promosi dari Bank tempat beliau bekerja untuk ditempatkan di kantor pusat. Mungkin karena alasan tersebut, Mas Eri mengincar UI atau universitas-universitas lain di Jakarta saat pendaftaran SNMPTN. Alasan kedua, banyak teman-teman akrabnya di sekolah dulu yang kini telah tinggal berpencar. Ada yang diterima di sekolah Taruna dan kini mengabdi di wilayah lain di penjuru Indonesia, ada yang menikah dengan orang dari kabupaten lain lalu menetap di sana, ada yang mendapatkan beasiswa S2 atau malah S3 di luar negeri, dan banyak alasan lain yang menyebabkan Mas Eri kehilangan sebagian besar teman masa kecilnya, meski ia memutuskan untuk kembali ke sini seorang diri setelah menyelesaikan pendidikan dokter.

Obrolan antara keduanya tidak cukup intens, terutama ketika salah satu mengirim pesan di saat yang lain sedang luring. Namun, ketika mereka sedang sama-sama senggang, percakapan mereka lumayan mengalir. Mas Eri sempat bertanya kelas Arshi dulu, dan mengapa dia tidak tahu punya adik tingkat secantik Arshi. Arshi tersipu, menurutnya agak berlebihan jika menganggapnya cantik, sementara Mas Eri sudah pernah melihat dia dalam kondisi sangat berantakan di IGD.

Mungkin karena seminggu belakangan sejak mereka sering mengobrol, Mas Eri telah berkali-kali memandangi foto profil Arshi yang dipotret tiga tahun silam saat Mas Arfi menikah dengan Mbak Tissa, sehingga dia lupa bagaimana rupa Arshi yang sebenarnya. Arshi paling suka foto tersebut karena hasil riasannya terlihat bagus, sanggul Jawa di kepalanya juga membuat wajah bulat Arshi jadi tampak sedikit tirus, serta matanya tidak lagi terlihat lelah karena dipasangi bulu mata yang membuat mata Arshi mau tidak mau tertarik lebih lebar. Foto tersebut tidak pernah diganti oleh Arshi sejak hari itu, sebab menurutnya ia tidak pernah terlihat cantik lagi setelah hari tersebut.

"Mbak Arshi!"

Arshi berjengit ketika wajah Alka menyembul dari sela-sela pintunya yang tidak tertutup rapat. Ia masih memakai seragam sekolah, pertanda baru pulang. Belakangan ini, jika tidak sedang berganti pakaian, Arshi jarang sekali menutup rapat kamarnya. Mungkin ia sedikit merasa trauma akan kejadian di malam Alka dibawa ke rumah sakit, sehingga ia ingin bisa bertindak lebih cepat jika mendengar suara-suara mencurigakan dari kamar sebelah, atau juga karena cuaca belakangan ini begitu panas padahal sudah memasuki bulan September. Biasanya, puncak musim kemarau terjadi pada Juli atau Agustus, tetapi sepertinya kemarau ini akan lebih panjang dari yang sudah-sudah.

"Ya, Dek?" tanya Arshi gelagapan. Ia hanya duduk menghadap tablet wacom-nya sejak satu jam yang lalu, tetapi tidak kunjung ada perubahan signifikan dari gambar yang sedang ia kerjakan, sebab ia sibuk berbalas pesan dengan Mas Eri secara tidak produktif. Dia bilang sedang ada waktu senggang, jadi Arshi meladeninya mengobrol. Di satu sisi, ia sendiri sedang buntu ide, jadi mau diapakan juga rasanya gambar komisi ini tidak akan bisa selesai.

"Mau mie ayam?" tanya Alka. "Aku mau beli mie ayam gerobak biru di depan Indomaret."

"Boleh, Dek!" Arshi mencondongkan tubuh ke bawah untuk meraih tasnya dengan tujuan mengambil uang di dompet, tetapi Alka buru-buru mencegah.

Breadcrumbing #NANOWRIMO 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang