"Pada saat Yunhee positif hamil maka dia diharuskan resign, tidak ada yang boleh tahu dia hamil anak Taehyung. Dan tugasmu adalah pura-pura hamil, meyakinkan semua orang kalau program bayi tabung yang kau lakukan berhasil. Jadi sewaktu Yunhee melahirkan, kau pun otomatis menjadi Ibu dan kita tidak perlu repot-repot menjelaskan asal usul bayimu."

"A-apa?" Bora terkesiap, napasnya hilang dua detik. "Ba-bagaimana bisa Ibu berpikir begitu?"

"Memangnya kau punya jalan keluar lebih baik?" Nada bicara Minjung semakin datar. "Kecuali kau mau menjelaskan ke semua orang, Yunhee adalah istri kedua Taehyung yang menyerahkan bayinya untukmu saat mereka bercerai. Atau kau mau bilang pada semua orang, Yunhee adalah Ibu pengganti karena kau tidak mau hamil?

"Percaya pada Ibu, Bora. Tidak ada yang akan membelamu, saat kau mengambil bayi Yunhee meskipun kau istri sah Taehyung. Mereka akan menyalahkanmu, mereka akan berpihak pada Ibu pengganti dan bayinya."

Bora bergeming, menggenggam jari-jarinya yang dingin di bawah meja.

"Ibu berusaha mencari jalan keluar terbaik untukmu, tapi kau tetap saja sulit diatur." Minjung mendengus kesal. "Ibu hanya ingin kita punya penerus apapun caranya. Dan tugasmu adalah meyakinkan Taehyung, menyetujui cara surogasi tradisional dan menikah dengan Yunhee."

Bora meringis sakit saat kukunya meninggalkan bekas di telapak tangan, sebelum mengangguk dalam kepatuhan atas titah sang Ibu, meski dunianya kini terasa berhenti berputar. Harapannya tentang mengandung anaknya sendiri, sudah lenyap tertawa oleh bayinya yang meninggal. Bora merasa tidak punya harapan lagi yang bisa dipupuk, sebanyak apapun dia mencoba menyakini kalau dia tidak akan membunuh bayinya lagi.

"Yunhee harus positif hamil saat ulang tahun perusahaan, jadi Taehyung bisa mengatakan pada ayahnya kau sedang hamil. Mereka harus menikah secepatnya, bagaimana kalau minggu depan atau awal bulan depan?"

Bora bergeming, tarikan napasnya mulai berat. "Ibu saja yang atur, aku akan berusaha meminta Taehyung setuju."

"Oke. Sekarang telepon Taehyung, pastikan dia tidak meninggalkan Yunhee sebelum mereka saling kenal. Beritahu Taehyung, kalau Yunhee adalah adiknya Ryuna."

Bora mengangguk patuh, jari-jarinya gemetar hebat saat menekan tombol panggilan cepat di angka satu. Dia menarik napasnya keras-keras, membuang muka ke jendela supaya Minjung tidak menyadari kalau dia mulai sesak napas. Matanya panas, bagaimana cara mengatakan pada Taehyung agar menerima dan menyukai Yunhee, sementara hatinya serasa dihujani belati, menusuk sampai ke bagian terdalamnya.

"Taehyung, tolong jangan pergi, kau harus mengenal gadis itu." Bora mulai berkata, air matanya mengantung di sepanjang pelupuk matanya. "Dia gadis yang fotonya sudah kuberitahu padamu sebelumnya, kau pasti masih ingat 'kan? Namanya Park Yunhee, dia adiknya Ryuna."

Tidak ada tanggapan apapun dari Taehyung, membuat Bora semakin sakit, dia sampai mengigit kuku Ibu jarinya kuat-kuat agar tangisnya tidak pecah.

"Saranghae!" bisik Bora. "Tolong lakukan ini untukku, hanya cara ini yang kuinginkan."

Bora memutus sambungan telepon saat Taehyung tidak juga memberi tanggapan, tangannya mengepal kuat pada badan ponsel, menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak tumpah sampai tubuhnya gemetaran. Bora masih memalingkan muka ke jendela, sebelum merasakan tangan Minjung mengusap lengannya.

"Tidak apa-apa, sakitnya cuma sebentar." Minjung tersenyum samar, mendekatkan tisu meja ke arah Bora yang sudah diambang tangis. "Jangan menangis, Han Bora. Menantuku wanita yang kuat, jadi kau tidak perlu menangisi pernikahan kontrak ini. Kau mengerti?"

"Kenapa Ibu tidak meminta bantuan pada Ryuna, kenapa Ibu lebih memilih Yunhee?"

"Ryuna tidak sehat."

"Dia sakit?"

Winter ScentOnde histórias criam vida. Descubra agora