Payback

562 34 19
                                    

Langkahku semakin melambat. Dalam hatiku, aku tak ingin mengetahui segalanya, tapi aku terus saja merasa penasaran. Aku pun berhenti. Semua orang berebut untuk berada di posisi terdepan. Kuberanikan diri untuk memasuki kumpulan orang-orang itu. Dan ternyata rasa penasaranku pun terjawab. Dan untuk hatiku, selamat karena saat ini kau akan dilanda rasa sedih.

Di depanku sudah terlihat dua orang akan menjadi calon pasangan baru. Hatiku terasa begitu nyeri. Seorang cowok tinggi, tengah berlutut dengan bucket bunga yang indah di hadapan seorang gadis yang kini entah mengapa dia tampak sangat cantik. Nyaris saja hal itu membuat nyaliku menjadi ciut. Gadis itu menyadari kehadiranku disini. Dia mengangkat sedikit ujung bibirnya seolah dengan senyumnya itu dia mengatakan "Kau kalah." Aku tarik ucapanku jika dia tampak cantik, kini dia tampak seperti nenek sihir.

"Kamu mau nggak jadi pacarku?" Setelah keheningan yang cukup lama, sang lelaki mengucapkan beberapa kata yang sudah dinantikan seluruh penjuru sekolah ini kecuali aku.

Gadis itu hanya terdiam sejenak dan membuat seluruh penjuru sekolah merasa penasaran. "Terima." Satu patah kata dari seorang lelaki di sebelahku telah memberikan semangat bagi semua orang yang merestui hubungan mereka. Kini, di telingaku hanya terngiang kata-kata "Terima." Yang terus diulang-ulang.

Kini, gadis itu hanya tersenyum malu-malu. Dasar munafik. Hey, apakah kalian tidak menyadari betapa munafiknya dia? Apakah hanya aku yang menyadari hal itu? Mengapa semua orang merasa dia orang lemah dengan hati selembut kapas? Tidakkah kalian menyadari dia itu lebih berbisa dari ular, hanya dengan sedikit kata-kata manis yang keluar dari bibirnya dia dapat membuat orang lain menderita.

Dan seharusnya, bukan dia yang ada di situ tapi aku. Aku. Ini semua karena dia. Marcel, harusnya kamu sadar hal itu. Bukan dia, kamu telah memilih orang yang salah. Kamu harusnya nggak semudah itu mempercayai kata-katanya dan berpaling dariku. Kenapa harus begini jadinya? Entah apa yang dikatakan cewek itu, tapi kata-kata cewek itu telah membuat Marcel berpaling dariku.

Kini banyak khayalan-khayalan bermunculan di benakku. Sebagian dari diriku ingin rasanya berjalan ke tengah-tengah dan menjelaskan segalanya ke Marcel tentang semua kebenaran ini, tapi sebagian dari diriku ingin aku bertahan dengan semua ini dan tidak menghancurkan semua harga diriku. Sudah cukup aku merasa sakit.

Rasanya seperti baru kemarin aku masih bersama Marcel. Ketika Marcel mengajakku bercanda. Membahas tentang keluarganya. Tentang adiknya yang nakal, kakaknya yang pelit, mama yang cerewet, dan papanya yang juga sama cerewetnya seperti mamanya. Semuanya masih tampak jelas dalam ingatanku.

Kini di hadapanku, dia telah menyatakan cintanya pada Alexa. Lalu apa yang selama ini kurasakan? Mengapa kenyataannya begini? Apa yang di hadapanku hanya mimpi? Ataukah yang selama ini kurasakan justru adalah mimpi ?

Ketika kenangan-kenangan itu masih tampak indah, tiba-tiba saja Alexa mengganggunya. Dia diam-diam merebut Marcel. Berusaha mengambil alih hati Marcel yang seharusnya menjadi milikku. Membuat Marcel mempercayai seluruh perkataannya. Dan Marcel, kenapa kamu dengan mudahnya mempercayainya? Kamu percaya dengan semua hal itu. Kamu meninggalkanku di sini sendiri dengan harapan yang pernah kamu berikan. Kamu benar-benar hebat membuatku jatuh hingga sebegini dalamnya.

"Kay... sorry rasanya aku gak bisa lebih jauh kasih kamu harapan. Aku takut kamu terlalu dalam menanggapi hubungan kita. Sorry."

Hebat. Kamu meninggalkanku dengan beberapa kalimat itu dan langsung berpaling pada Alexa. Kaylie, kamu memang saat ini tampak begitu lemah dan tak berdaya. Bisa-bisanya setelah yang dia lakukan, dia nggak mau aku nganggep semuanya itu bermakna lebih dari sekedar teman.

Alexa yang sedari tadi hanya memamerkan senyumnya, kini membuka suaranya. "Kamu serius? Nanti tahu-tahu aja kamu juga suka orang lain terus kamu cuma main-main sama aku." Dia melantunkan kata-kata itu dengan sangat lembut. Sedetik kemudian beberapa orang sudah memandangku dengan tatapan dasar-perusak-hubungan-orang-pergi-sana-deh. Serius deh yang perusak hubungan orang sebenarnya siapa sih? Aku itu korban kali.

Marcel yang sedari tadi berlutut, mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Tangannya menyentuh lembut pipi Alexa, mengelusnya perlahan. Hatiku semakin nyeri saja rasanya. "Aku serius sama kamu. Aku nggak suka siapa-siapa selain kamu. Cuma kamu di hatiku. Kamu mau bukti apa? Bakal aku kasih kok." Oh God. Itu harusnya aku. Aku. Bukan Alexa.

Marcel, kenapa kamu begitu bodoh sih? Kenapa kamu berpaling ke dia? Harusnya kamu hanya untukku. Kalo kamu dari awal nggak serius, kenapa kamu kasih ke aku semua perhatian itu? Dan kenapa kamu meninggalkanku dengan cara yang begitu menyedihkan.

"Aku denger dari semua orang kalo kamu masih ada rasa sama Kaylie. Itu bener?"

Serius deh, nih cewek ular banget. Dia sengaja membuatku semakin terpojok. Bodoh. Harusnya aku dari awal nggak kesini, aku hanya akan mempermalukan diriku di depan seluruh sekolah. Beberapa orang menjauh dari dekatku seolah aku ini makhluk menjijikan yang harus dijauhi. Serius deh. Air mataku kini memaksaku untuk mengeluarkannya. Oke Kaylie, kendalikan dirimu. Jangan sampai kamu membuatnya semakin buruk. Menangis di hadapan seluruh sekolah? Oh, itu bukan Kaylie. Kaylie itu tak mudah mengeluarkan air matanya untuk hal sekecil ini.

Marcel menghembuskan napas panjang. "Aku sama Kaylie kan cuma temen. Aku nggak ada rasa apa-apa sama dia. Serius deh."

Bohong. Kalo nggak ada rasa apa-apa, terus semua itu apa? Hanya PHP kah? Serius kamu jahat, Cel. Aku benci kamu. Serius, aku benci kamu cuma karena kata-kata Alexa, kamu tega ninggalin aku. Kenapa kamu dengan mudah percaya kalo aku orang yang seburuk yang dikatakan Alexa? Aku terlanjur kasih seluruh hatiku ke kamu tapi kamu cuma anggap aku bonekamu.

"Kalo Kaylie yang ada rasa sama kamu gimana?"

Kenapa namaku terus-terusan diungkit sih? Kenapa? Alexa, apa salahku ke kamu sih?

Tunggu, apa dia mau balas dendam sama aku? Nggak mungkin, kejadian itu bahkan sudah lama banget, mana mungkin dia masih marah gara-gara masalah Harvey. Itu juga cuma salah paham kok. Aku nggak tahu kalo dia lagi deket sama Harvey, dan Harvey juga yang deketin aku. Bukan aku yang memulai, itu Harvey.

"Dasar perusak hubungan orang. Kamu pikir kamu hebat ? kamu bahkan belum lihat aku yang sebenarnya. No problem, tugasmu sekarang Cuma tunggu dan lihat pembalasanku."

Aku tiba-tiba teringat kata-katanya yang sudah lama sekali kulupakan. Kenapa aku bisa lupa hal itu? Jadi, ini serius dia mau balas dendam.

"Dia suka aku? Nggak mungkinlah. Kita cuma temen kok"

Serius. Alexa memang balas dendam sama aku.

"Aku nggak yakin. Coba kamu sih kamu tanya Kaylie. Tuh, dia ada dibelakangmu." Alexa menunjukku. Aku hanya bisa diam membatu. Aku nggak tahu apa yang harus kulakukan. Sedari tadi air mataku sudah mau jatuh saja.

Marcel mengikuti arah jari Alexa, dan matanya menemukanku. Wajahnya tampak sedikit terkejut. Mungkin dia baru menyadari kehadiranku disini. Marcel menghampiriku. Semakin lama jaraknya semakin dekat. Sampai jarak kita hanya berjarak 2-3 langkah lagi.

"Kay... aku mau tanya. Kamu anggap aku temen atau lebih dari itu?" kata-kata itu keluar dari bibir Marcel tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun. Serius deh.

"Lebih." Tiba-tiba kata-kata itu keluar begitu saja. Astaga, aku ngomong apa sih? Bodoh. Tampak wajah kaget dari semua orang nggak terkecuali Marcel. "Maksudku kita kan sahabat dan bukan sekedar teman biasa. Bener nggak sih?" aku pun tersenyum pahit.

Entahlah. Aku nggak peduli apa yang sedang kubicarakan. Marcel tersenyum mendengar jawabanku. Astaga, aku bisa saja melting saat ini juga. Dia senyum ke aku, tapi itu hanya sesaat, kini dia pergi ke dekat Alexa lagi. Dan menanti jawaban dari bibir Alexa.

Alexa tampaknya sudah puas menggangguku. Senyumnya menunjukkan itu. Aku yakin dia benar-benar balas dendam ke aku. Serius. Dia memang jago untuk hal ini. Saat ini hatiku semakin nggak karuan rasanya.

"Oke, Cel. Aku mau jadi pacarmu." Alexa mengambil bunga dari tangan Marcel dan langsung mencium pipi Marcel. Oh God. Hatiku benar-benar kacau. Thank you, Alexa. Thank you, Marcel. Kalian memang pasangan serasi. Kalian adalah pasangan yang membuatku hancur seketika. Mungkin suatu saat aku pun akan membalas hal ini. Tunggu dan lihat.



PaybackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang