01|Undangan

124 13 2
                                    


Tentang kehilangan dimasa lalunya, dia sudah terbiasa namun belum bisa menerima takdirnya.

---

Grand Dyon Hotel merupakan salah satu muara segala bisnis terjadi, pertemuan para pemimpin dibalik pintu dengan pelayanan istimewa menjadi fasilitas khusus yang hanya bisa dinikmati mereka yang berkuasa.

Hal seperti apa yang sekiranya penguasa butuhkan? Makanan? Ruangan rahasia? Peluang bisnis? Bahkan wanita bisa mereka dapatkan asal memiliki uang, ralat! Asal memiliki kuasa. Bagi orang yang tidak begitu peduli tempat ini hanyalah hotel mewah yang belum genap dua tahun berdiri, bagi beberapa orang lainnya adalah tempat berbisnis. Namun bagi segelintir orang, ini hanyalah tempat yang menampung penguasa penikmat duniawi dan hanya ingin menguntungkan diri sendiri.

Sudah sangat biasa para gadis seksi berlalu lalang menemani pria berjas dan berdasi. Namun dari sekian banyak gadis di sana, hari ini dia dengan sepatu heels merah menyita perhatian orang - orang di lobby utama Grand Dyon. Tubuh itu tinggi semampai, dibalut dengan mini dress berwarna senada ditutup dengan luaran hitam, dan rambut lebat sepinggang yang begitu tebal juga terlihat sangat lembut, semakin terdengar heels itu bergesekan dengan lantai marmer yang mewah membuatnya dilirik banyak pria di sekitarnya. Bahkan sampai seorang istri pejabat yang menenteng tas ratusan juta itu menarik telinga suaminya karena termakan api cemburu, sampai si gadis hilang dimakan lift kosong menuju lantai 21.

Sepertinya menjadi pusat perhatian memang yang dia inginkan.

Cermin di dalam lift itu memantulkan bayangan dirinya, membuat tangan berkutek merahnya sibuk membenarkan rambut yang sekarang sedikit membuatnya kesal karena agak kusut, "ayolah, klienku kali ini sangat penting!"

Saat keluar lift, gadis cantik ini disambut oleh seorang pria berkemeja putih-- seorang petugas Grand Dyon yang mengantarkannya ke ruangan dimana mereka membuat janji temu. Bukan pertama kali untuknya menginjakkan kaki di tempat yang mewah, namun dia penasaran siapa orang yang mengundangnya untuk menikmati hotel paling mansyur di kalangan elit negeri ini.

"Masih mau bekerja?" Ucap si gadis setelah pintu terbuka, menggoda seseorang yang ternyata berambut pirang dan masih berpakaian begitu rapi. Lelaki ini yang mengundangnya namun masih sibuk menatap laptop di meja menghadap keluar jendela membelakangi pintu masuk hingga membuat gadis cantik yang susah payah menunjukkan sisi terbaiknya ini merasa tidak disambut dengan baik, "bukannya mengundangku kemari untuk bersenang - senang, hm?" Langkahnya pelan mendekat, gerakannya tenang menanggalkan luaran hitam yang dia kenakan pada sofa putih di sana.

Tangan putihnya kini meraba pundak berjas hitam yang masih belum bisa dilihat dengan jelas wajah tuannya malam ini, "hm?" ucapnya lagi meminta kejelasan. Gadis itu melirik cemburu pada laptop yang masih diraba mesra, tangannya bergerak menutupnya paksa.

"Ah, aku belum menyimpan datanya." Akhirnya pria itu bersuara.

Suara ini-- si gadis berjalan memutar, menumpukan tubuhnya pada meja yang tepat berada di depan mereka, meskipun sedikit panik karena seperti mengenal cara bicara pria ini, tapi si gadis tidak mau memberi kesan buruk pada pertemuan pertamanya, "sekarang bukan waktunya bekerja, kan?" Tangan putih berkutek merah itu kini mulai lancang bergerak meraba kemeja yang dasinya masih terikat kencang, perlahan naik meraba dagu itu supaya bisa menatap wajah seperti apa yang berani membawanya pada tempat mewah ini.

Gadis ini mulai menyesali keputusannya datang kesini : Wajahnya berubah, alisnya berkerut kesal.

"Data - data itu untuk membayarmu, tau!"
"Kalau aku tidak bekerja aku tidak bisa membawamu ke tempat ini lagi, kan!" Ucapnya dengan senyum yang lebar.

BERJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang