Pelajaran Menyakitkan.

160 15 2
                                    

Yang tanya keadaan Abil, sabar, ya. Biar karmanya jalan dulu, wkwk. Mungkin 2-3 part lagi bakal ketemu Abil.

Selamat membaca 😁

****

Randu mengembuskan napas panjang, setelah beberapa hari, Ia baru merasakan kenyamanan ranjang. Randu merasa lega, menatap ke arah langit-langit kamar yang berwarna putih sempurna. Tidak ada cela, sama seperti yang ia pikirkan tentang jalan hidupnya. Randu menyadari, bahwa sekuat apa pun Ia menutupi keadaan keluarganya, cela itu tetap akan ada, kali ini begitu banyak hingga menciptakan lubang besar.

Setidaknya Randu mengetahui tentang kondisi ketiga putranya. Haris yang mencoba berdamai dengan beragam penghakiman di sel tahanan, Abil yang masih betah dalam keadaan koma dan Tara yang mulai ditata kembali hidupnya. Rendra memutuskan untuk memaafkan, menyerahkan seluruh keputusan kepada Abil, sehingga Randu mengirim Tara ke Panti Rehabilitasi Narkoba sekaligus membayar satu psikiater profesional untuk menata kembali hidup yang hancur. Semua perkara administrasi selesai dengan mudah, hal itu akan sulit jika dia tidak memiliki segalanya, meski rasanya sekarang semua itu tidak berarti. Randu membebaskan keluarga Angel dari jerat kasih Tara, meski kadang perempuan itu tetap menjenguk Tara sesekali, Randu tidak ingin tahu lebih dalam soal itu.

Randu kemudian memutuskan untuk bangkit, melangkahkan kakinya menuju sebuah kamar yang hampir tidak pernah Ia kunjungi. Randu membuka pintu kamar, kegelapan langsung menyambutnya, juga hawa yang terasa dingin dan hampa. Tangannya menekan saklar, membuat ruangan terang benderang, sedikit berkilau sebab piala dan medali yang dipajang. Randu melangkah perlahan, menghampiri almari yang menyimpan banyak penghargaan. Piala yang terasa kosong dan tidak berguna, sebab dulu Ia sama sekali tidak peduli soal Abil. Fokusnya hanya kepada semua keinginan Elina, tanpa menyadari bahwa Ia menyakiti dua putra lainnya. Tangan Randu terangkat, meraba piala yang terlihat rusak di beberapa sisi, bagian logo patah dan terlihat disambungkan kembali dengan perekat. Randu ingat, bahwa piala itu pernah dibanting ke lantai begitu kuat, piala yang menjadi kenangan buruk untuk Abil dan Randu tahu bahwa Abil tidak pernah putus asa untuk menarik perhatiannya dan Elina. Randu merasa matanya panas, melihat deretan penghargaan yang diraih demi perhatian yang seharusnya menjadi hak seorang anak. Randu tidak lagi sanggup menahan air mata saat matanya menangkap sebuah bingkai lukisan keluarga yang sempurna, Randu meraihnya mengusap senyuman bahagia yang terlukis di kanvas, ia melangkah pelan, duduk di ranjang yang terasa dingin. Air mata laki-laki itu mulai berjatuhan, segala emosi sedih yang Ia pendam, luruh begitu saja, randu menangis begitu banyak, menangisi keluarga kecilnya yang hancur berantakan. Laki-laki yang biasanya gagah memimpin seluruh direksi perusahaan dan klien kini luruh, jatuh begitu dalam sebagai ayah dan suami yang gagal.

***

Elina mengembuskan napas panjang begitu membuka mata dan mendapati langit-langit yang berbeda. Jika biasanya Ia mendapati langit-langit putih bersih dengan hiasan ornamen berwarna emas, kini hanya langit-langit kusam yang Ia pandang. Kamar yang biasanya terasa luas, kini terlihat sederhana, kasurnya tidak seempuk dan selembut biasanya, dan semua itu membuatnya merasa asing. Padahal, ia sudah pernah tidur hanya beralaskan tikar dan dipan kayu yang keras atau lantai yang dingin. Elina bangkit, lantas ketika Ia bercermin, Ia menyadari bahwa ada begitu banyak yang berubah. Matanya terlihat sembab dan bengkak, wajahnya pucat tanpa riasan dengan make up mahal, wajahnya mulai keriput karena tidak sempat untuk melakukan perawatan rutin. Rambut yang biasanya tertata rapi kini kusut dan tidak beraturan. Elina kehilangan minat menjalani kehidupan, Ia ingin beristirahat sebentar untuk kembali menata hidupnya, menata hatinya yang belum sepenuhnya menerima semua takdir yang terjadi.

Lestari mengembuskan napas panjang, melihat keadaan putrinya saat ini benar-benar menyedihkan. Perempuan itu melangkah masuk, duduk di sisi ranjang dan memandang ke arah Elina yang tatapannya masih kosong. Usai menangis begitu banyak setelah membuat Haris berada di pengadilan, Elina terbangun dan seolah tidak memiliki nyawa, Lestari mengerti, barangkali, elina butuh waktu untuk memulihkan hatinya, menerima keputusan Tuhan yang tidak pernah terasa adil. Lestari meraih sisir, dengan lembut mengurai rambut Elina yang kusut, tidak ingin banyak berbicara, tidak ingin pula memaksa Elina untuk bangkit dengan segera. Kehidupan mewah elina tidak sepenuhnya berakhir, tetapi Lestari paham, bahwa ada bentuk kehilangan yang lebih besar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 31, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rehat : Berhenti Sejenak, BeristirahatlahWhere stories live. Discover now