Selesai

81 13 3
                                    

Elina mengatur napasnya begitu sampai di rumah sakit. Ia melangkah terburu, menghampiri Randu yang duduk di kursi lobi.

"Mas, gimana abil? Terus Taranya dimana?" Elina bertanya tidak sabar, pikirannya penuh dan Ia tidak ingin menunggu untuk tahu keadaan Abil.

"Abil koma, Tara masih kantor polisi. Tumben nggak nanyain Haris?" Randu menyeringai, melihat raut penyesalan di wajah Elina dan itu membuatnya muak.

"Mas." Elina merasa saat ini tidak mengenali Randu sebagai suaminya, perempuan itu tertegun panjang.

"Udah kayak gini, kamu baru nyari mereka, ya." Randu terkekeh sinis, membuat Elina merasa jantungnya berdebar berkali lipat, rasa takut tiba-tiba memeluk, membuatnya gemetar.

"Mas, jangan mulai."

"Kita perlu ngomong. Abil juga belum bisa dijenguk."

"Yasudah kalau begitu kita jemput Tara saja." Elina tidak ingin terjebak dalam situasi yang tidak biasa. Randu memang dingin, tapi Elina tahu bahwa Randu tidak pernah sedingin ini.

"Buat apa?" Randu kembali menyeringai, wajah pucat Elina membuatnya ingin segera mengakhiri semuanya. Ini bukan seperti dirinya yang begitu mencintai Elina, Ia merasa rasa cintanya sudah habis.

"Ini kasus diantara keluarga, harusnya diselesaikan secara kekeluargaan, kan ?"

"Iya, tapi akan jadi beda kalau sudah bukan keluarga."

"Mas, bukan keluarga gimana maksudnya?" Elina semakin dipeluk rasa takut, bibirnya gemetar, kepalanya penuh dengan pikiran buruk.

"Karena dengan kejadian ini, maka ada pelanggaran kontrak antara kamu dan Rendra." Randu membalas dengan dingin, tidak peduli dengan reaksi terkejut Elina.

Elina membeku, tetapi belum sempat mengajukan protes untuk kesekian kali, randu sudah menarik lengannya. Randu membawa Elina ke kafetaria, sudah ada Rendra dan Saras yang duduk menunggu dengan surat perjanjian di atas meja.

"Ini apa-apaan?" Elina memekik, Ia menolak untuk duduk, Ia merasa kepalanya terasa sakit.

"Duduk, Elina. Kita bicarakan baik-baik." Randu memerintah dengan nada dingin, membuat Elina akhirnya menurut meski hatinya dipenuhi rasa takut.

"Aku nggak tahu apa-apa." Elina mencoba mengelak, Ia benar-benar tidak ingin menghadapi ketakutan terbesarnya.

"Aku bukan orang bodoh, Elina. Duduk, dan kita selesaikan masalahnya sekarang." Randu masih dengan nada dinginnya, meminta Elina untuk duduk dengan tatapan tajamnya.

"Enggak!" Elina memekik, rasa lelah perjalanan dan hantaman ini membuatnya tidak seimbang, Elina tidak bisa berpikir dengan jernih.

"Langsung aja, Bang. Kelamaan kalau nunggu perempuan itu merespon." Saras mendengkus, Ia tidak ingin berlama-lama berurusan dengan Elina.

"Kamu diam saja! Mas, aku nggak tahu apa-apa, semua ini jebakannya Mas Rendra." Elina mencoba membela diri, mengarahkan kesalahan kepada Rendra, membuat Rendra berdecih.

"Aku muak, Elina. Ini sudah di puncak, kontrak kita selesai. Aku ceraikan kamu saat ini dan hak asuh Abil berada di tanganku, sesuai isi perjanjian, perwalian Abil jatuh ke tanganku."

"Kamu bukan ayahnya, kamu bukan siapa-siapa untuk Abil!" Elina berteriak tidak terima, perempuan itu menggeleng cepat, napasnya terasa begitu cepat.

"Hasil tes DNA sudah membuktikan. Aku udah tahu semuanya, Elina, termasuk soal isi perjanjian. Aku punya masalah kesuburan saat Abil lahir, jangan mengelak lagi atau menghindar." Randu kembali ambil suara, menatap ke arah Elina yang sudah kacau, wajahnya basah oleh air mata.

Rehat : Berhenti Sejenak, BeristirahatlahKde žijí příběhy. Začni objevovat