05 | Birthday

1.5K 228 57
                                    

Kaiya membetulkan letak kacamata hitam yang bertengger di hidungnya begitu ia keluar dari mobil. Sebuah misteri yang tidak pernah ada jawabannya, kenapa jalanan selalu lebih padat saat hari Senin? Padahal, Kaiya sudah sengaja berangkat di luar rush hour kota Jakarta. Hal itu membuatnya merasa agak kemrungsung hari ini, ditambah cuaca yang cukup terik.

Seiring langkahnya menuju ruangan miliknya, Kaiya membalas sapaan para staf yang ia lewati. Dahi Kaiya mengernyit saat menemukan Valerie berdiri di depan kalender dinding berukuran besar di satu sudut restoran. "Kamu ngapain, Val?" tanya Kaiya sembari berjalan menghampiri sang manajer.

Valerie tersentak seraya memutar badannya. "Mbak Kaiya!" panggil Valerie penuh semangat.

"Hm?"

"Besok Jumat tanggal 30."

"Then?"

"Kok, then?" Bahu Valerie melorot. "30 Oktober, Mbak. Ultah Mbak Kaiya."

Kaiya ber-ah panjang, baru ingat tentang hal itu. Dia cukup sibuk beberapa hari terakhir, sampai dia juga melupakan hari ulang tahunnya.

Di setiap ulang tahunnya, Kaiya akan mengajak seluruh staf Sendok Kayu untuk bepergian sekitaran Jakarta dan ditutup dengan makan siang bersama di restoran yang sedang naik daun atau restoran baru. Sekalian study banding, katanya.

Untuk mewujudkan acara itu, tentu saja Sendok Kayu akan tutup seharian. Itu sudah menjadi tradisi Sendok Kayu.

"Terus mau ke mana, Val?" tanya Kaiya.

"Aku belum cari-cari referensi, sih, Mbak. Aku sadar tanggal 30-nya besok Jumat juga baru aja."

Kaiya mengangguk paham. "Yaudah, kamu atur."

"Siap, Mbak."

***

Ponsel Kaiya berdering di tengah konsentrasinya mengecek data cash flow seminggu lalu. Ia melepas kacamatanya sebelum menerima panggilan yang berasal dari Airlangga itu.

"Halo, selamat sore, Chef," sapa Kaiya.

"Sore, Ya. Busy?"

"Not really. Ada apa, Chef?"

"Umm, it's .... I just got a memo that your resto has made a reservation at After Hours for this Friday. Is it true?"

"Ah ..., yaps, true. Chef udah tau ternyata."

"Kenapa nggak bilang sama saya aja, Ya? Kamu nggak harus reserve lewat resto."

Kaiya menyandarkan badannya ke punggung kursi. "Itu anak-anak yang urus, Chef. Mereka juga yang pilih After Hours buat acara besok Jumat. Saya cuma terima beres," jelas Kaiya.

"Tapi, reservasinya pas lunch banget. Dan, reservasinya buat 35 orang. Semua staf kamu ikut? Terus Sendok Kayu gimana?"

"Kebetulan khusus besok Jumat, Sendok Kayu memang tutup, Chef."

Terdengar Airlangga yang ber-ah panjang dari seberang saluran. Terselip hening beberapa detik hingga suara Airlangga terdengar. "Ada ... acara apa kalau boleh tau?"

"Nggak ada, Chef. Udah jadi tradisi setiap tahun. At least sekali dalam setahun, kami spend the whole day together di luar. Biar nggak spaneng terus di resto."

"Ooh .... Okay then, see you next Friday, Kaiya."

"Yes, Chef."

Kaiya menelengkan kepalanya setelah menaruh ponsel ke atas meja. Lagi-lagi, otaknya tidak bisa mencerna tujuan Airlangga meneleponnya barusan. Dia tadi cuma mau konfirmasi kalau gue reserve tempat di resto dia, ya? Segabut itu dia?

Us, Then? ✓ [Completed]Where stories live. Discover now