14. Jonathan's Dagger

27 4 0
                                    

Aku tidak pernah membayangkan akan mengalami situasi mengerikan sekaligus mendebarkan bersama Jonathan. Tidak pernah sekali pun. Meski dia cukup atletis dan sesekali menempa diri di lahan perkebunan keluarganya, Jonathan bukanlah tipikal pemuda yang memiliki cukup otot dan nyali untuk berkelahi. Jonathan adalah tipikal lelaki penyayang yang akan sukarela menyokong keperluan domestik, seperti membat adonan roti dan membersihkan seluruh rumah serta pekarangan. Dia akan memperlakukan istrinya seperti itu, menjadikannya ratu, meski mereka tidak memiliki sekeping emas pun atau perak. Untuk itulah, Jonathan memintaku sebagai istri, selama bertahun-tahun, menjadi ratu di dalam rumah tangganya yang akan dilayaninya seumur hidup.

Akan tetapi, aku bukanlah wanita yang ingin diperlakukan seperti itu. Tidak. Aku bukan sepupuku, Meredith atau gadis-gadis pada umumnya di Mundaneland. Sebut saja aku kurang bersyukur atau tak tahu diri, tetapi sejak kecil aku sudah terbiasa untuk berdiri di kakiku sendiri, meski harus tertatih-tatih. Tidak ada yang akan melayaniku, selain diriku sendiri. Bagiku, menjadi istri berarti menyerahkan segala sesuatunya di tangan orang asing yang diberi label suami dalam rumah tangga. Rumah tangga sendiri adalah sebuah perbudakan terselubung sekaligus sangkar yang mengurung mimpi-mimpi para gadis. Dalam sangkar-sangkar rumah tangga itu, sayap mimpi-mimpi para gadis yang seharusnya mengepak, dipatahkan tanpa ampun. Mereka tidak akan menjadi apa-apa, selain mesin keturunan dan budak di dalam rumah tangga. Untuk itu, aku tidak ingin menyerahkan diriku pada rumah tangga dengan lelaki mana pun, tak terkecuali Jonathan.

Meski demikian, mengendap-endap di lorong-lorong usang kastel terkutuk sembari menggenggam tangan Jonathan, mau tidak mau, membuatku berpikir tentang pernikahan. Menghabiskan waktu seumur hidup bersama pemuda yang nyaris tak pernah mengumbar kemarahannya itu rasanya pasti tidak begitu sulit. Mungkin. Jonathan juga bukan tipikal lelaki yang senang memerintah dan menyuruh-nyuruh. Bahkan, bisa jadi dia lebih bisa diandalkan untuk perkara domestik. Hidupku akan terjamin. Masa depanku pun juga demikian. Namun, kalau dipikir-pikir, kemapanan bukanlah tujuan hidupku sedari awal. Miskin dan menjadi yatim piatu sejak kanak-kanak telah mengajariku banyak hal mengenai improvisasi dalam bertahan hidup, sehingga memikirkan untuk memercayakan hidupku pada seseorang seperti Jonathan saja membuat dadaku terasa sesak. Percaya adalah kata lain dari kungkungan. Percaya adalah kelemahan. Kungkungan dan kelemahan adalah penjara yang akan membinasakan. Dan, aku tidak ingin hidup di dalam penjara seumur hidup.

Dengan gerakan mendadak kutarik tautan tanganku dari Jonathan. Kehangatan yang mengalir dari telapak tangannya mendadak lenyap, beserta segenap bayangan mengenai pernikahan dan rumah tangga. Beginilah seharusnya.

Jonathan sontak terkejut seraya berusaha menatapku. Pemuda itu melotot dalam ekspresi lembutnya. "Apakah semuanya baik-baik saja, Will?" Jonathan berusaha melanjutkan kontak fisik kami lagi dengan merangkul pundakku, tetapi aku menghindar dengan gerakan refleks.

"Will?" Suara lembut Jonathan terdengar sedikit menuntut.

Aku menunduk. Menatap lantai ubin berdebu di bawah kakiku terasa lebih menenteramkan untuk saat ini daripada menghadapi sepasang mata Jonathan. "Kau yakin Meredith tidak ada di mana pun di kastel ini?" tanyaku dengan suara parau. Hal itu adalah satu-satunya pengalihan yang terpikir olehku. Semoga saja pengalihan ini bisa menutupi keresahanku di mata Jonathan.

Pemuda itu mengembuskan napas pelan. "Kami sudah memeriksanya. Tidak ada manusia lain di tempat ini, Will. Kecuali, kau. Aku tidak melakukan ini sendirian. Beberapa teman ayahku telah menunggu kita di halaman kastel."

Untuk sesaat pikiranku teralihkan. Seingatku, Jonathan adalah penyendiri paling tersohor di distrik kami. Dia lebih baik berteman dengan dirinya sendiri, daripada bersama-sama orang lain. Gagasan jika teman-teman ayahnya bersedia membantunya menyelinap ke tempat ini juga terkesan janggal. Apakah selama ketiadaanku di sisi Jonathan membuat pemuda itu berubah drastis? Untuk sesaat, rasanya aku tidak dapat mengenali pemuda ini, selain paras dan postur Jonathan.

Beauty and The DragonsWhere stories live. Discover now