1. Once Upon The Time

372 56 4
                                    

Pada zaman dahulu kala, ketika Mundaneland masih diselimuti tabir yang menghalau ekspansi para peri di semesta Fairyverse, tersebutlah sebuah dongeng kuno tentang seorang pangeran manusia paling tampan yang dikutuk. Sang pangeran hidup mengasingkan diri di sebuah kastel tua di kedalaman hutan Utara bersama segenap mitos yang melingkupinya.

Pangeran tampan itu nyaris tidak pernah keluar barang sejengkal dari pintu kastelnya, karena jika ia bernyali keluar, maka sosok tampannya akan langsung berubah menjadi naga besar buruk rupa yang hitam sekelam malam dengan hawa kematian yang menguar hingga radius ratusan meter. Itulah kutukannya, sang Pangerang Mundaneland yang dikutuk menjadi Naga jika keluar dari kastelnya. Namun, pada waktu-waktu tertentu, sang pangeran tetap akan keluar dari kastelnya, meski berwujud naga buruk rupa. Sang pangeran berwujud naga itu akan mengamuk ke arah desa setelah terbang mengitarinya beberapa kali.

Berdasarkan kisah yang dituturkan para tetua, sang pangeran terkutuk mulanya adalah putra mahkota yang pada akhirnya menjadi penguasa tunggal di Mundaneland setelah ayahnya sang raja meninggal secara tidak wajar. Sebagai satu-satunya putra mahkota resmi kerajaan Shigurian Kingdom, sang pangeran lantas naik takhta secara aklamasi. Namun, sejak kutukan yang menimpa sang pangeran dari seorang penyihir hitam, ia pun dimakzulkan, sebelum sepenuhnya diasingkan di Hutan Utara, bagian hutan Mundaneland yang kini menjadi wilayah terlarang.

Beberapa dekade setelahnya, para tetua berhenti mengisahkan perihal sang naga. Makhluk itu konon mendadak hilang dan tak pernah lagi menampakkan diri. Meski demikian, Hutan Utara tetap menjadi wilayah terlarang bagi manusia karena pada kenyataannya tidak ada yang berubah. Kastel hitam tempat sang pangeran bersemayam masih berdiri kokoh,  menguarkan aura kutukan gelap yang lambat lain menyebar ke segenap penjuru hutan Utara. Aura kutukan itu secara magis mengubah warna apapun menjadi hitam, seumpama hangus oleh api takkasat mata. Sementara, kabut tipis menjadi selubung yang melanggengkan misteri Hutan Utara.

Sejak lama, para tetua di Mundaneland telah melakukan berbagai upaya untuk menyegel sang naga agar tidak keluar dari kastelnya, tetapi tidak ada yang berhasil. Tiga generasi tetua di Mundaneland telah melakukan berbagai hal, dari cara paling halus, hingga cara paling brutal yang bahkan telah mengorbankan ratusan nyawa. Menghilangnya sang naga setelah beberapa waktu meneror penduduk Mundaneland diduga merupakan salah satu keberhasilan para tetua di bawah kepemimpinan Ratu Putih. Sejak Shigurian Kingdom dipimpin oleh Ratu Putih, sang naga pada akhirnya tak pernah terlihat lagi di dalam benteng kerajaan. Kastel hitam tempat sang naga berdiam pun tak pernah terlihat terbuka lagi, begitu pula perbatasan Hutan Utara, seolah ada tirai tak terlihat yang menghalangi segenap kutukan dan kesuraman di Hutan Utara. Pun warga Mundaneland nyaris percaya jika sang naga telah mati dan membusuk di dalam kediamannya. Namun, anehnya, menggerung tanpa wujud masih terdengar sesekali pada malam-malam gelap tanpa bulan dan gemintang.

Pada akhirnya, berkat Ratu Putih, sang naga berhasil dijinakkan. Akan tetapi, penaklukkan tersebut harus dibayar mahal, yaitu dengan mengorbankan nyawa seorang gadis pada setiap purnama ke-tiga belas. Hanya dengan cara itulah, menurut Ratu Putih, sang naga tidak akan lagi berkeliaran di dalam benteng istana dan tempat tinggal warga. Benar saja, sejak saat itu, Mundaneland menjadi lebih aman dan damai tanpa serangan naga yang datang tiba-tiba.

Selain ritual pengorbanan gadis belia, konon kabarnya, Ratu Sihir juga memberi mantra penangkal untuk menolak sang naga dengan semacam sihir pelindung yang tak bisa diterobos makhluk-makhluk jahat. Pada setiap bulan purnama ke-tiga belas, segel itu akan dibuka dengan mantra dan ritual khusus ketika mengantar korban ke perbatasan Hutan Utara.

Ratu Putih juga memberikan titah yang jelas kepada para tetua mengenai segala detail perihal ritual pengorbanan dan para korban yang akan dipersembahkan pada purnama ke-tiga belas haruslah seorang gadis manusia yang beranjak remaja. Gadis manusia tersebut dipilih langsung oleh Ratu Putih, sedangkan bagi keluarga yang ditinggalkan akan diberi sejumlah keping emas sebagai penghargaan karena telah bersedia memberikan gadis mereka sebagai perisai yang melindungi desa dari naga iblis. Keluarga yang ditinggal akan sangat dihormati, sementara gadis yang dikurbankan akan dikenang nama dan rupanya pada altar pemujaan di milik Shigurian Kingdom. Para tetua percaya, jika para gadis yang dikorbankan kepada sang naga akan menjadi mempelai yang meredam kemarahan sang naga di kastel hitam, meski hanya akan bertahan selama dua belas purnama.

Dengan kebijaksanaan dan segala upaya Ratu Putih beserta para tetua di Mundaneland, para penduduk akan terjamin keamanannya selama dua belas purnama penuh. Sementara sejumlah keping emas sebagai penghargaan merupakan bentuk keadilan yang layak bagi segenap keluarga yang ditinggalkan. Demikianlah, pada akhirnya Mundaneland menjadi suaka yang damai bagi manusia, meski berada dalam semesta para peri, Fairyverse.

***

Aku menutup gulungan perkamen tua berisi kisah Pangeran Terkutuk Mundaneland dengan kasar, lalu melemparkannya ke  sembarang arah. Benar-benar dongeng omong kosong yang sama sekali tidak berguna. Aku benar-benar tidak habis pikir mengapa orang-orang masih saja memercayai dongeng yang jelas-jelas misoginis ini, padahal negeri ini dipimpin oleh seorang ratu, yang jelas-jelas merupakan bagian dari kaum perempuan, tetapi masih saja perempuan yang dikorbankan. 

Dengan gusar kuembuskan napas keras-keras, lalu mendongak menatap langit di kejauhan dari naungan sebatang pohon angel oak yang mulai meranggas. Kabut tipis menyaput sebuah pemandangan puncak-puncak menara kastel yang hitam dan menguarkan aura kegelapan. Kastel hitam itu berdiri kokoh di kedalaman Hutan Utara, yang keseluruhan bangunannya tertutup pepohonan, kecuali empat menara tertinggi yang mencakar langit. Di sanalah sang pangeran berwujud naga berdiam, katanya, awal mula dari seluruh dongeng payah, dan ritual pengorbanan bodoh. Tanpa sadar tanganku mengepal, suatu saat kelak, aku akan menghunus pedang dan memenggal kepala makhluk itu agar semua teror ini berakhir. 

Ratu Putih dan para tetua memang mengatakan jika Mundaneland telah aman dan damai setelah naga iblis itu tak lagi menampakkan diri. Akan tetapi, mereka melupakan satu hal penting, tidak ada keamanan dan kedamaian bagi anak-anak gadis mereka, terutama setiap menjelang purnama ke-tiga belas, yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Dan, hal ini pun tak ayal membuatku gusar. Bagaimana bisa kami, para gadis, menjalani hidup damai di tengah ancaman kematian yang berlangsung setiap tahunnya? Siapa saja di antara kami bisa menjadi kurban sewaktu-waktu hingga seorang pria menyelamatkan kami dan membawa kami melalui gerbang pendewasaan yang bernama pernikahan. Namun, tidak ada yang dapat menjamin kebahagiaan dan keselamatan bagi para gadis, meski kau bersuamikan manusia atau iblis naga sekalipun. 

Aku meraih sebilah belati perak yang telah kuasah ratusan kali. Bilahnya mengilap, memantulkan raut masam wajahku. Hanya dalam hitungan hari, Ratu Putih akan segera mengumumkan nama 'Si Gadis Perisai'. Sembari memainkan bilah belati berukuran sedang di genggaman, aku bertekad untuk melakukan sesuatu kali ini. Teror ini harus berakhir. Jika tidak ada orang lain yang memberontak, maka aku yang akan melakukannya. 

Beauty and The DragonsWhere stories live. Discover now