Skandal Rakabumi

89 15 5
                                    

Bian melangkah cepat menuju rumah sakit, meninggalkan Melisa yang tergopoh mengikuti. Perempuan itu menggeleng, begitu dikabari soal Abil, Bian langsung meninggalkan meeting dengan staff dan mengajaknya ke rumah sakit. Bian menghentikan langkah di lobi, mendapati Rendra dan Randu yang duduk lesu.

"Papa!" Bian menghampiri, menatap Rendra yang terlihat kalut.

"Bian? Kamu di sini? Dapat kabar dari siapa? Kamu ke sini sama siapa?"

"Revan yang kabari, aku ke sini sama Mama. Jelasin, apa yang terjadi sama Abil!"

"Abil kecelakaan, ini baru selesai operasi kedua, tapi keadaannya masih koma, tubuhnya membutuhkan pemulihan."

"Tapi Abil akan bangun, kan, Pa?"

"Dokter sedang mengusahakan, kamu tenang, ya."

"Kenapa bisa kecelakaan? Terus yang di sosmed itu bener? Awalnya aku nggak mau percaya, tapi begitu dapat kabar dari revan, aku akhirnya percaya."

"Memangnya apa yang ada di sosial media?" tanya Randu dengan alis berkerut, Ia belum mendapat laporan apa pun dari Danu.

"Abil kecelakaan karena ditabrak Tara, adiknya. Ada saksi mata dan rekaman CCTV. Beberapa udah ditakedown, tapi itu udah beredar luas." Bian menjelaskan, Ia memang mendapat laporan berita itu dari staffnya, tetapi menolak percaya sebelum mendapat kepastian.

"Randu, sepertinya Anda harus lekas menemui Tara." Rendra menatap Randu, meremas pundak Randu yang lunglai.

"Jadi itu bener, Pa?" tanya Bian dengan mata memicing, menatap Rendra yang terdiam kaku.

"Papa nggak tahu, Bian." Rendra mencoba meredam Bian, tetapi sepertinya tidak berhasil.

"Jawab aja! Jadi itu bener?"

"Iya, benar." Randu yang menjawab, dan hal itu membuat amarah Bian tersulut.

"Haris sialan!" Bian mengumpat, menendang kursi penuh amarah. Melisa yang melihat itu melotot, perempuan itu sedang mengatur napasnya karena ditinggalkan Bian di parkiran.

"Kenapa jadi Haris?"

"Karena Haris yang menghasut Tara, Taranya juga gampang dikomporin! Sialan harusnya aku berusaha lebih keras lagi! Sialan!"

"Bian, language." Melisa berkacak pinggang, Ia paham Bian marah, tetapi tidak suka melihat Bian mengumpat.

"Bian kesel, Ma! Ah, sial! Makhluk busuk itu harusnya nggak hidup!"

"Bian! Mau mama lakban mulutmu?" Melisa semakin melotot, sedangkan Bian bungkam, duduk di samping Rendra.

"Keadaan Abil gimana, Mas?"

"Abil koma, Lis. Tapi, dokter sedang mengusahakan yang terbaik." Rendra menjawab dengan lesu, membuat Melisa mengembuskan napas panjang.

"Turut berduka, ya, Mas. Aku tahu semua pasti akan terlewati dengan mudah."

"Ma, Abil masih hidup, kenapa diucapin duka cita." Bian melotot, tidak terima dengan ucapan duka cita yang disampaikan Melisa.

"Kamu itu diam saja. Sana ke apartemen, Haris pasti lagi main gim di apartemenmu." Melisa balik melotot, perempuan itu tidak suka argumennya dibantah oleh Bian.

"Mama kok ngusir?" protes Bian tidak terima, apalagi diminta menemui Haris, Bian tidak bisa, setidaknya untuk saat ini.

"Telinga Mama budek denger kamu ngumpat, kamu boleh ngumpat asal nggak di depan Mama, kamu bawa mobil Mama, nanti Mama pulang sama Tante Saras." Melisa pada akhirnya memutuskan, membuat Bian berdecak sebal.

Rehat : Berhenti Sejenak, BeristirahatlahWhere stories live. Discover now