Ada juga Rachel yang hari ini tampil nyentrik dengan dress berwarna kuning terang, tak kalah terang dengan cengiran lebarnya, apalagi setelah melihat si calon suami yang datang dengan buket besar berisikan bunga.

"Buat aku?"

Naufal terlihat kikuk, tapi senyum manis yang membuat mata pria itu menghilang berhasil menghipnotis Rachel. "Nanti aku beliin, ya." Katanya sembari mengelus rambut kecokelatan milik Rachel.

Kapan sih, Rachel tidak terpesona dengan senyum manis Naufal? Jawabannya adalah tidak pernah. Makanya, dia tidak bisa merajuk pada laki-laki itu. Karena saat Rachel bertingkah menyebalkan dan kekanak-kanakan, alih-alih menjitak kening nya seperti yang dilakukan Nata ataupun Juna, Naufal malah mengelus rambutnya dengan senyum memabukkan "Loh, terus itu punya siapa?"

"Punya Bu Ayyara," Naufal menyerahkan buket besar itu kepada Ayyara yang tentu bingung. "Dari Pak Nata."

Lipatan di kening Ayyara bertambah banyak. Dia tau suaminya sudah datang, tadi pun Ayyara berniat ingin menghampiri Nata, tapi karena melihat Nata yang sedang mengobrol dengan teman bisnis nya, Ayyara mengurungkan niat dan memilih menghampiri teman-teman rumpinya. "Kenapa ada di lo?"

Naufal menggaruk tengkuk, "dia memang minta saya buat ngasih buket itu ke Bu Ayyara."

"Lo yang beliin bunganya?"

Kali ini Naufal menggeleng. "Pak Nata pergi ke toko bunga dan memilih nya sendiri."

Ayyara mengangguk dan terkikik geli membayangkan ekspresi kaku Nata saat sedang berada di toko bunga. Pasti pot-pot bunga disana jauh lebih beragam dibanding ekspresi Nata. "Tapi ... Kenapa dia gak kasih langsung aja ke gue?"

"Eum ... Kalo itu saya gak tau, Bu."

Kening perempuan itu mengerut sesaat, tapi setelahnya dia tertawa sedikit keras. "Dasar gede gengsi!"

"Idih, udah tua juga masih aja gengsian." Rachel menyahut dengan sengit. Antara sebal karena ternyata bunga itu bukan untuknya, juga kesal pada sikap Kakak nya yang masih belum berubah.

"Makanya, Chel, bilangin sana sama Mas Nata, jangan gengsi-gengsi." Imbuh Rosa dengan mulut penuh, "malu sama umur."

"Mbak," Rachel menoel lengan Ayyara yang tengah sibuk memperhatikan buket bunga. Setelah mendapat atensi dari sang empu, Rachel langsung saja bertanya, "Mas Nana udah bilang cinta?"

"Belum."

Jawaban Ayyara membuat Rosa dan Rachel mencebik kesal, sedangkan Eliza terlihat bingung. Maklum, dia tidak tau apa yang terjadi sebenarnya antara Ayyara dan Nata. Karena se-penglihatan nya, sepasang suami istri itu terlihat seperti keluarga bahagia.

"Mau kapan sih?!" Sentak Rachel sembari menyeruput jus alpukat miliknya yang sempat membuat Rosa bergidik jijik. "Pengen tak hiih pentil dada nya!"

"Kalo bilang sayang ... Bilang sayang udah belum, Mbak?" Kali ini Rosa yang bertanya. Jika Ayyara menjawab belum, maka Rosa tidak akan segan-segan menjambak rambut Nata sekarang juga. Tak peduli di keramaian pun.

Ayyara menyembunyikan wajahnya di balik buket besar pemberian Nata, berpura-pura meneliti setiap jengkal susunan buketnya. Lalu wanita yang tengah hamil itu mencicit kecil, "udah."

Rosa mengelus dada. Selamat kau Nata!

***

Pembukaan perdana Jazziel's cafe telah selesai. Ayyara sudah kembali ke rumahnya dari tiga puluh menit lalu. Perempuan itu langsung membersihkan dirinya juga Ziel. Dan sekarang, bocah manis itu tengah tertidur pulas di kamarnya sendiri karena kecapean.

Jika kalian menanyakan keberadaan Nata, suami Ayyara itu jelas kembali lagi ke kantor. Katanya masih ada dua pertemuan dengan kolega dari Jogja dan Bali. Itu pun, Naufal yang memberi tau. Nata pergi setelah mengirim pesan berisikan kata selamat. Laki-laki itu tidak menemui Ayyara barang sedetik pun. Kalau kata Juna, Nata itu lagi malu. Memangnya iya?

Setelah selesai menyisir rambut juga menggunakan body lotion, Ayyara duduk di ujung kasur. Tangannya bergerak meraih buket besar pemberian Nata. Apakah Ayyara perlu mengingat-ingat buket mawar ini pemberian yang ke berapa?

Ke sepuluh?

Entahlah, Nata memang jarang sekali memberi Ayyara bunga. Alih-alih bunga, laki-laki itu malah memberi kartu baru setiap Ayyara berulang tahun atau juga memperingati hari jadi pernikahan mereka. Atau kalau bukan kartu baru, ya bonus liburan.

"Heran deh, kenapa gengsinya bisa segede gunung?"

"Dia tuh, gak bisa gitu, turunin dikit gengsinya?"

"Nurunin gengsi bisa bikin dia bangkrut gitu?"

"Jangan-jangan rahasia dia kaya tuh karena dia tinggi gengsi, lagi?"

Ayyara terus saja bermonolog sendiri sembari mendekap buket mawar tersebut. Kakinya ia ayun-ayun kan seperti anak kecil. Dia mengelus perut nya yang belum terasa membuncit. "Nanti kamu jangan gengsi-gengsi kayak Ayah mu, ya."

Wanita hamil itu terus saja mengoceh, berbicara dengan janinnya yang menendang pun belum bisa. Tanpa menyadari kehadiran suaminya yang sudah bersedekap dada di ambang pintu.

"Sudah puas memonopoli anak saya?"

Ayyara jelas terkejut. Dia menoleh cepat ke arah pintu dan menemukan presensi Nata disana. Laki-laki itu bersedekap dada dengan alis terangkat. "Ngapain, Mas?"

Nata menutup pintu dan berjalan memasuki kamar. Dia berdiri persis di hadapan istrinya, "kamu yang ngapain?"

"Ngomong sama bayiku, lah!" Jawabnya cepat.

"Sambil jelek-jelekin saya, gitu?"

Ayyara menyengir, "bukan jelek-jelekin kok. Aku cuma mau ngasih tau, Mas itu orangnya kayak gimana. Biar nanti pas lahir, dia gak kaget."

Nata geleng kepala. Dia memang sudah tidak kaget lagi menghadapi tingkah ada-ada saja istrinya. "Tapi kamu cuma ngasih tau kejelekan saya."

"Loh, Mas ngerasa kalo itu sifat jelek Mas?"

Nata kontan terdiam. Dia memalingkan muka dan mulai melepas jas juga kancing kemejanya. Rasanya gerah. Wajahnya memanas. Malu.

"Tuh kan! Sifat Mas yang ini tuh jelek!" Tukas Ayyara tanpa takut. "Gengsian. Ngasih bunga ke istri aja harus lewat sekertaris."

"Kenapa gak Mas aja yang ngasih langsung?" Ayyara ikut berdiri. Tangannya senantiasa memegang buket bunga.

Setelah semua kancing kemejanya terbuka, Nata berjalan kearah tempat baju kotor dan memasukkan bajunya ke tempat tersebut. Lalu laki-laki itu kembali ke hadapan istrinya, "ya memang apa bedanya?"

"Maksudnya?"

"Maksud saya, apa bedanya kalo Naufal yang ngasih?" Nata bertanya dengan santai, dia meraih pinggang istrinya dan membelitnya dengan kedua tangan. "Mau Naufal atau saya yang kasih, bunganya tetap sama. Bakal tetap warna merah dan gak mungkin berubah jadi buket tahu."

Gak lucu ya bapak Adinata!

Ayyara merengut. Dia mencubit lengan atas suaminya yang membentuk bisep. "Ya kalo kamu yang ngasih, bakal beda!"

"Apanya yang beda?"

"Pokoknya beda!" Pekik Ayyara dengan alis menukik dan mata melotot. Bukannya terlihat seram, istri Adinata itu malah terlihat menggemaskan sehingga membuat Nata tergelak sesaat.

"Iya, bedanya apa, istriku?"

Ayyara mematung. Pingsan, yuk!

***

HWAHAHAHAHA istriku gak tuh🤣🤣 setelah di chapter sebelumnya pertama kali nulis kata sayang, sekarang di part ini perdana nulis kata istriku

ekspresikan reaksi kalian pas baca kata 'istriku' disini→→

Cey, 09 Oktober

-see u-

1000% GENGSIМесто, где живут истории. Откройте их для себя