Satu - Ingatan

Mulai dari awal
                                    

"Baiklah, sebaiknya jangan memaksakan diri dan lekas pulang ke rumah," pinta Hongjoong dengan halus, tersenyum kecil dan pamit pergi.

Sepeninggal Hongjoong, tubuh Seonghwa semakin bergetar. Berusaha bangun dengan susah payah, berjalan dengan sedikit tertatih menjauhi kerumunan, mencari tempat yang cukup sepi, dan kembali masuk ke dalam air beserta handuk yang Hongjoong beri, kepalanya terlalu kacau sampai-sampai tak terpikirkan meninggalkan benda ini di jembatan kayu tempatnya melompat.

Berenang cepat menjauh, air mata yang berusaha keras dibendung akhirnya deras mengalir, mengiringi pedihnya hati, melesat cepat bahkan tak menghiraukan panggilan Mingi dan Yunho.

"Kak Seonghwa! Kakak, ada apa?" tanya Yunho khawatir, juga bingung kenapa kakak sepupunya justru menangis? Bukankah seharusnya pertemuan ini membuat Kak Seonghwa bahagia?

Namun, Yunho sama sekali tak mendapat jawaban, Seonghwa justru melesat semakin cepat. Sadar memang ada yang salah, Mingi dan Yunho memilih mengurangi laju, berenang sedikit jauh dari Seonghwa, memberinya ruang untuk sendiri.

"Mingi  aku tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi? Itu Kak Hongjoong, bukan? Wajah pria itu benar-benar mirip dengan Kak Hongjoong, tetapi kenapa?" tanya Yunho, menatap Seonghwa dengan khawatir.

Mingi sendiri tak menjawab, karena ia memang tak bisa menjawabnya. Ia pun tak paham, lelaki tadi memang terlihat seperti Kakak yang selalu ia rindukan.

Ia bahkan berharap dapat langsung memeluknya, tetapi keadaan seolah bertolak belakang, Mingi benar-benar tak mengerti apa yang sudah terjadi. Percakapan apa yang sebenarnya terjadi di antara keduanya?

Untuk menjawab ini semua, yang perlu dilakukan adalah bertanya langsung pada Seonghwa. Namun, sebelum itu, mereka tentu harus menunggu sampai Seonghwa lebih tenang.

🏖

Sesampainya di pulau, Seonghwa tak menghentikan laju. Terus berenang semakin dalam, menuju gua terisolir di mana Jaehyo tinggal. Untuk memastikan akan Hongjoong yang baru saja ia temui beberapa saat lalu.

Pintu yang dibuat di mulut gua Seonghwa ketuk dengan brutal, tak peduli saat ini sudah malam yang mungkin saja Jaehyo pun sudah terlelap. "Buka pintunya!" ujarnya sembari kembali mengetuk.

Pintu terbuka, menampilkan Jaehyo yang terkejut akan kehadiran Seonghwa. "Kau butuh sesuatu? Silakan masuk."

Seonghwa masuk dengan cepat, napasnya memburu, menatap Jaehyo yang berenang mendekat dengan tidak sabar. "Aku butuh penjelasan—"

"Seonghwa," potong Jaehyo, "aku akan jelaskan dan jawab semua pertanyaan yang kau lontarkan, tetapi sebelum itu, aku ingin kau tenang," lanjutnya, dan mempersilakan Seonghwa untuk duduk.

Seonghwa sempat terdiam, tapi akhirnya menurut, duduk sembari memperhatikan Jaehyo yang berenang lambat menuju bagian dapur. Tak bisa diabaikan karena kondisi fisik  Jaehyo tak sama seperti dulu.

Luka bekas cambukkan tentu memenuhi tubuh bagian atas. Sisik yang mengelupas akibat menerima secara langsung tembakan meriam sudah sembuh walau meninggalkan bekas, tetapi sirip ekornya yang terkoyak tak bisa kembali seperti sedia kala, karena itulah Jaehyo sudah tak bisa berenang cepat.

Kembali menarik napas panjang, Seonghwa akhirnya sedikit lebih tenang, netranya menyisir setiap sudut rumah gua yang Jaehyo tempati, lebih sempit dari rumah-rumah yang lain, dan tak terdapat banyak barang.

Pikiran Seonghwa sedikit teralihkan, seratus tahun telah berlalu. Jaehyo telah mendapat pengampunan penuh dari Yang Mulia Keonhee, dan diperbolehkan untuk ikut berbaur dengan penduduk pulau yang lain.

Our Destiny . JoongHwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang