Chapter 1 - Senja

Start from the beginning
                                    

"Pulang aja, gak usah kemana-mana. Aku capek, mau istirahat" Ucap Wili penuh amarah.

"Gak mau, aku udah berusaha on time. Aku cuma telat 10 menit loh, kok kamu sampai segininya sih. Aku udah buru-buru nyelesaiin tugas aku buat kesini" Jawabku.

"Terserah" Bentak Wili dan segera mengunci pintu rumah.

Aku terdiam membisu dengan mata yang tidak kusadari menangis tiba-tiba. Kepala yang mulai sakit disertai sesak didada yang kini membuat mukaku terlihat pucat. Bentakan Wili membuat aku merasakan sesak yang terjadi sekian kali. Entah bagaimana cara mengatur pola pikir dan perasaan ini, tapi aku berusaha untuk menuruti semua perkataan Wili selama ini.

Aku segera kembali kerumah dan memasuki kamar yang sering menjadi saksi tangisanku setiap malam. Aku selalu berfikir bahwa hubungan ini sudah tidak baik untuk dilanjutkan, tetapi aku selalu memikirkan kemungkinan terburuk apabila aku mengambil keputusan itu. Aku takut untuk melangkah. Aku takut, langkah yang aku ambil menjadi arah yang tidak tepat. Ketakutan ini sudah sering melanda selama 2 tahun belakangan. Tetapi tetap saja, aku selalu berusaha untuk memperbaikinya setiap saat.

Aku segera memberi kabar Wili, dengan harapan emosinya sudah mereda. Kata demi kata ku kirimkan untuk maaf darinya. Namun, tak peduli seberapa banyak aku mengirimkannya, Wili tetap tidak luluh. Hari demi hari berlalu, Wili masih membisu tidak ada kabar. Tugas-tugas yang mulai menumpuk pun membuat aku kewalahan. Wajah lesu terlihat jelas. Mata yang terlihat lebam pun sudah tidak mampu ditutupi lagi.

"Alana, you oke?" Tanya Olifia.

"Hai lif, gua oke kok lif"

"Gua gak bisa terima sama perlakuan Wili ke lu. Diakan tau kalo lu gak bisa dibentak, gak bisa silent treatment. Kenapa dia begini lagi sih"

"Lif, gua cape, apa udahan aja?"

Pertanyaan itu membuat Olifia membisu. Dia langsung menarik tanganku menuju kantin kampusku. Aku yang tidak tau ingin melakukan apa, hanya terdiam mengikuti langkah Olifia.

"Lu yakin mau udahan? Kalian udah lama loh. Udah dipikirin baik-baik? Walaupun sebenarnya gua lebih suka kalian pisah aja sih"

"Dia makin gak menghargai gua lif. Dia udah janji untuk gak ngelakuin itu semua. Tapi nyatanya, dia ingkar lif. Gua selalu berusaha apapun buat dia lif"

Sontak tangisku pecah tak terbendung. Olifia yang sadar akan kesedihanku kali ini membuat dia merasa geram dengan Wiliam. Pikiranku mulai tak bisa dikendalikan. Aku semakin meyakinkan diri untuk melepaskan Wili. Walau berat hati mengambil keputusan ini, tapi aku yakin bahwa ini adalah keputusan yang terbaik untukku.

Aku mencoba untuk memikirkan hal ini baik-baik. Hubungan yang sudah terjalin cukup lama ini, semakin hari semakin mencekik keadaanku. Aku juga mulai bimbang dengan perasaanku. Berkali-kali bahkan tak pernah bosen untuk memperbaiki hubungan ini, nyatanya, Wili terus mengulangi kesalahan yang sama. Tanpa basa basi. Aku segera menghubungi Wili.

Pikiranku kini semakin kacau

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pikiranku kini semakin kacau. Mengira Wili akan menahan kepergianku, ternyata Wili langsung menyetujui keputusanku. Malam yang dingin dengan hembusan angin yang kencang, menjadikan suasana semakin terasa menusuk. Aku yang enggan keluar kamar pun membuat orang tuaku cemas.

Hari demi hari ku jalani tanpa adanya Wili disampingku. Sesekali, aku merasakan kesepian dengan keadaan ini. Namun aku tersadar, silent treatment yang diperlakukan Wili selama ini membuat akupun terbiasa tanpanya. Aku berusaha menguatkan hati supaya tidak terus terpuruk dengan keadaan. Aku mulai menata kegiatanku satu persatu. Kembali ke aktivitas seperti biasa membuat aku mulai melupakan kesedihan akan kehilangan Wili.

"Mari buka lembaran baru Alana" teriakku dengan penuh semangat

"Mari buka lembaran baru Alana" teriakku dengan penuh semangat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝙄𝙩'𝙨 𝙔𝙤𝙪Where stories live. Discover now