Thalia mengedarkan pandangannya. Ada beberapa toko yang menarik perhatiannya. Tapi, ia akan mengunjunginya lain waktu. Karena ia pasti akan sering berkunjung ke Welles jika bisnisnya mulai berjalan.

Beberapa orang berpakaian hitam tertutup masker muncul tiba-tiba mengepung Thalia dan kusirnya. Ada 10 orang yang mengepung Thalia lengkap membawa senjata.

"Serahkan semua barang berharga milikmu, Nona! Jika kau masih sayang dengan nyawamu!" Perintah salah satu dari mereka yang kemungkinan itu adalah Ketuanya.

Thalia tersenyum sinis, "Beraninya bermain keroyokan untuk merampok wanita lemah sepertiku." Jawab Thalia memasang ekspresi sendu.

"Jangan banyak bicara! Segera serahkan benda berhargamu!" Bentak pria bertubuh kekar itu.

Pria yang sedari tadi mengawal junjungannya melangkahkan kakinya dan berdiri di depan Thalia. Perawakan pria itu belum terlalu tua, ia masih muda mungkin berumur 20 tahun.

Thalia menatap punggung pria yang ingin melindunginya. "Pak kusir, maafkan aku tidak tahu namamu. Tapi, biar aku saja yang menghadapi mereka. Pak Kusir tunggu saja di sini ya!" Thalia mencegah pria yang sudah memasang kuda-kudanya untuk menghadapi serangan yang akan datang dari para bandit tersebut. Thalia sedikit khawatir pria tersebut terluka karena pertarungan tidak seimbang.

Pria yang di panggil 'Pak Kusir' sedikit tidak terima, karena dia masih muda sudah di panggil Pak "Tidak Nona! Saya yang akan menghadapi mereka. Dan lagi nama saya Louise! Saya belum setua itu, Nona!" Tukasnya sedikit kesal.

Thalia terkejut "Ohh, maafkan aku Tuan Louise! Kau memang masih muda. Tapi aku tak bisa berlaku kurang sopan padamu." Thalia tertawa.

"Seperti saya ini siapa Nona." Jawab Louise "Nona, cukup memanggil nama saya saja,"

"Baiklah, Louise!" Thalia kembali tertawa.

Melihat kedua orang calon sandera sedang tertawa di saat genting membuat ketua perampok itu marah karena merasa diabaikan. "Lama! Serang saja mereka!" Serunya, membuat Thalia dan Louise waspada.

Dengan gesit Thalia dan Louise berpencar dengan menghadapi para perampok yang sama banyak. Ralat, Thalia yang menghadapi lawan lebih banyak dari Louise, ada 7 perampok mengepungnya. Berbekal kantung yang ia bawa, Thalia menggunakannya sebagai senjata improvisasi.

Para warga yang melintas di dekat mereka otomatis berlari menghindar dengan mata yang masih menatap penasaran melihat perkelahian yang tidak seimbang itu. Serangan demi serangan Thalia berhasil menghindari.

Para perampok itu menyerangnya secara bersamaan, Thalia tidak gentar. Ia mengayun-ayunkan kantong berat dan keras karena berisi koin emas, berharap bisa membuat kepala si perampok bonyok dan bocor. Tapi, ia merasa kesulitan dengan kondisi gaunnya. Ia tak bisa bergerak untuk berkelahi dengan sempurna.

Thalia mencelos, "Gaun ini sangat tidak cocok untuk adu jotos! Meskipun aku sudah memilih gaun ini dari yang paling simpel!" Rutuknya kesal, ia khawatir akan jatuh terjerembab karena kakinya menginjak gaunnya sendiri.

Bug Bug Bug

Tangan Thalia dengan lihai menghajar satu demi satu perampok itu. Pukulan dari kantong yang berisikan koin emas mampu membuat kepala penjahat itu lebam dan sebagian bocor mengeluarkan darah.

Thalia hanya menggunakan tangan dan lebih sering menghindar untuk pertahanan diri. Ia tidak menggunakan teknik kaki, mengingat gaun yang ia gunakan. Louise masih menghadapi 3 kawanan rampok itu, sesekali ia bergabung membantu Thalia. Dalam hati, Louise sangat terkejut melihat nonanya bisa bertarung dan menguasai bela diri yang tidak terlalu familier.

"Bagaimana rasanya kepala kena timpuk kantong berisi koin emas?" Pertanyaan random Louise yang di lontarkan untuk para perampok membuat Thalia geli.

"Mau mencoba?" Tawar Thalia dengan memasang senyuman termanisnya, Louise bergidik ngeri, ia menggelengkan kepalanya.

Bug Bug Bug

Thalia terus menghindar serangan lawan, ia melihat celah. Akhirnya Thalia memasang kuda-kuda kemudian menyerang, ia membuat goyah kuda-kuda lawan. Sekuat tenaga Thalia membanting tubuh lawan hingga suara erangan kesakitan keluar dari mulut mereka.

"Menghadapi wanita satu saja tidak beres!" Umpat ketua kawanan itu saat melihat kawanannya terluka, Thalia tertawa geli mendengarnya.

"Maju sini! Jangan jadi lekong yang hanya berani bacot doang!" Ledek Thalia.

Melihat wanita itu tertawa mengejek. Ia mengeluarkan pisau kecil dan melemparnya secepat kilat kearah Thalia. Sigap Thalia menangkap pisau itu dengan tangan kosongnya. Jangan menganggap remeh Thalia yang notabene di dunianya sudah memasuki level tertinggi di kelas bela dirinya, Thalia juga bisa menangkis senjata, instingnya tentu sangat tajam.

Dengan gerakan cepat, Thalia melempar balik pisau kecil itu dan tepat menghunus kaki ketua kawanan rampok. Suara jeritan memekakkan telinga keluar dari mulutnya, karena ia merasakan sakit di kakinya. Anggota kawanannya terdiam melihat ketua mereka yang biasanya tidak terkalahkan, kini tumbang dengan memegang kaki kanannya yang tertancap pisau. Mereka tidak akan menganggap remeh lagi wanita di depannya yang terlihat rapuh.

Thalia dengan santai berjalan mendekati mereka "Pergi! Cari dan lakukan pekerjaan yang baik! Selama aku sering datang kemari dan sekali lagi melihatmu dan kawananmu merampok, aku tak akan segan untuk menghabisi kalian semua!" Ancam Thalia.

Dengan tatapan tajam ketua rampok itu tak membalas ancaman Thalia, mereka lebih memilih pergi dengan tangan kosong serta mendapatkan luka di sekujur tubuh mereka. Thalia dan Louise memenangkan pertarungan itu, kawanan rampok pun pergi meninggalkan mereka berdua. Louise masih menatap nonanya dengan mata yang berbinar, ia kagum dengan Nonanya yang berani.

"Kau terluka, Louise?" Tanya Thalia pada Louise.

Louise menggelengkan kepala, "Saya tidak apa-apa nona. Justru nona yang perlu saya khawatirkan."

Thalia tertawa. "Tenang saja Louise. Aku tak terluka sedikit pun."

Yasmin kalang kabut berlari mendekati mereka berdua. Raut wajahnya menampakan kekhawatiran yang amat sangat, "Nona, nona baik-baik saja?" Tanya Yasmin sambil menelusuri jika nonanya terluka.

Thalia menepuk lengan Yasmin pelan, "Aku baik-baik saja. Jangan khawatir!"

"Tapi nona, ini baru pertama kali saya melihat nona di keroyok penjahat. Saya takut nona terluka dan mendapatkan hukuman dari Duke Aaron." Ucap Yasmin cemas.

"Louise ada bersamaku. Jadi, tenanglah! Lagian ini salahku juga sudah menolak pengawalan yang di berikan oleh Ayah. Aku merasa tak nyaman di kawal." Jawab Thalia menenangkan Yasmin, "Kau sudah membelinya?" Tanya Thalia seraya ia ingat Yasmin pergi membeli roti.

Yasmin menggangguk, "Sudah, Nona. Sudah ada di dalam kereta."

"Baiklah! Ayo kita segera ke kediaman Madam Jasmine!" Ajak Thalia di ikuti Louise dan Yasmin di belakangnya.

Tak lama kerumunan warga pun bubar. Sebagian dari mereka merasa lega karena ada yang menghajar kawanan rampok di desa mereka. Warga Welles berharap wanita yang berpenampilan mewah layaknya orang bangsawan akan sering-sering datang ke desa mereka. Agar perampok segan mendekati desa Welles.

Kereta kuda kembali berjalan. Tak jauh dari tempat Thalia bertarung, siluet pria bertubuh kekar dan tegap lengkap dengan pakaian hitam serta tundung di kepalanya menatap tajam ke arah kereta Thalia yang sudah pergi menjauh.

Kedua netra merahnya tak lepas melihat Thalia menghajar habis kawanan perampok yang berjumlah 10 orang. Ia berniat membantu, tapi ia urungkan karena wanita itu sepertinya tidak membutuhkannya.

"Nathalia Zeyrav." Gumamnya tersenyum tipis nyaris tak kentara.

I WANT YOU (END)Where stories live. Discover now