Ricard dapat melihat sosok Nathalia sekarang yang berdiri tegap dan menatapnya tajam serta tegas, sangat bertolak belakang dengan Nathalia yang suka bergelayutan manja jika Pangeran Ricard sudah ada di depan matanya. Sebab itulah, Pangeran Ricard tidak suka dengan perilaku Nathalia yang menurutnya kecentilan. Tapi dengan perubahan wanita itu sekarang. Hatinya mulai kesal.

"Kenapa tidak menyuruh pelayan untuk memanggil saya kesana? Daripada Pangeran jauh-jauh datang ke ruangan saya?" Tanya Thalia membuyarkan lamunan Pangeran Ricard.

"Tak masalah, kau butuh lebih banyak waktu untuk beristirahat agar pemulihanmu lebih cepat," Ujar Pangeran Ricard.

Pria itu mengalihkan pandangannya, ia menatap Duke Aaron yang ada di belakangnya. "Mohon maaf Tuan Duke, apa boleh saya berbicara sedikit privasi dengan Nathalia?"

Duke Aaron mengangguk ragu, "Tentu Pangeran! Kalau begitu saya permisi dulu!" Jawabnya mulai beranjak dan memerintahkan para pelayan untuk keluar juga.

Setelah mereka tinggal berdua, Pangeran Ricard berjalan mendekati Nathalia. "Apa kau ingat kalau aku adalah tunanganmu? Kita telah di jodohkan," Tanya Ricard.

Thalia tersenyum tipis. "Tentu saya tahu, Pangeran! Keluarga saya yang memberitahukannya."

"Apa benar kau tidak mengingat apapun? Aku dengar kau kehilangan ingatan. Atau apa ini hanya akal-akalanmu saja untuk menarik perhatianku?" Kata Pangeran Ricard yang menatap Thalia seperti sedang memahami sesuatu.

Thalia menatapnya heran, "Untuk apa saya mencari perhatian anda dengan berpura-pura amnesia. Tidak ada untungnya untuk saya!" Jawab Thalia dan entah datang darimana ada sebuah gejolak emosi datang dari dalam hatinya, ia berusaha menahannya.

"Amnesia?" Tanya Pangeran Ricard. Ia merasa asing dengan kata yang diucapkan Nathalia.

Thalia menggangguk, "Bahasa uniknya Kehilangan Ingatan itu amnesia." Ujarnya singkat.

Ricard berjalan mendekati Thalia. "Bagaimana dengan kejadian 5 bulan yang lalu?" Tanya Pangeran Ricard.

Sorot mata Ricard berusaha membuat sosok di depannya merasa tak nyaman. Ia mencoba menelisik kebohongan dari raut wajah Nathalia.

Thalia mengangkat sebelah alisnya, Thalia masih berdiri santai di tempatnya. "Kalau saya mengingatnya. Tentu saya akan segera menemui anda, Yang Mulia! Karena saya yakin anda terlibat di dalamnya," Tebak Thalia asal dan kedua matanya menangkap tubuh Pangeran Ricard menegang samar.

Thalia mulai tertarik, ia tersenyum tipis, "Ehh, memangnya apa yang terjadi 5 bulan yang lalu?" Tanya Thalia lagi.

"5 bulan yang lalu ada acara perburuan. Dan malamnya merupakan acara puncak dari perburuan tersebut. Kau memanggilku untuk datang ke suatu tempat dimana lokasi tebing itu berasal." Ujar Pangeran Ricard membenarkan postur tubuhnya agar lebih luwes.

"Dan aku datang ke tempat itu karena kau menyuruhku kesana. Kau tahu apa yang terjadi. Aku menolakmu, setelah kau merengek-rengek supaya aku tidak meninggalkanmu. Kau juga mengancam akan terjun ke tebing jika aku tidak menuruti kemauanmu!" Lanjut Pangeran Ricard sedikit memberikan tatapan merendahkan ke Nathalia.

Thalia terkejut, ia menyadari bahwa ia sekarang sedang di rendahkan oleh pemuda di depannya itu. Ia tak tinggal diam, ia mengingat perkataan Gian sahabatnya itu bahwa semenyebalkan dan sebucinnya karakter Nathalia yang terkenal antagonis pada Putra Mahkota, tapi karakter Nathalia tidak akan pernah menjatuhkan harga dirinya di depan orang lain.

Thalia tertawa lirih, ia menatap kedua mata biru Pangeran Ricard dengan tatapan menggoda. Tak ragu, Thalia mendekatkan tubuhnya hingga kedua dadanya menempel pada dada bidang Ricard, jemari lentiknya menyusuri tengkuk dan mendekatkan wajahnya.

Kedua hidung mancung pun beradu saling menempel dan nyaris kedua bibir ranum itu bertemu. "Manis sekali! Lalu apa Pangeran Ricard inginkan dari saya sekarang?" Bisiknya dengan nada sedikit menggodanya, Thalia dapat merasakan tubuh pria di depannya ini menegang.

Ricard membeku ditempat.

Dengan sosok Nathalia yang berbeda dari biasanya, ia tak kuasa memberontak, kedua tangannya malah menyambut pinggang ramping Thalia. Pangeran Ricard merasa ada yang aneh dengan dirinya. Wanita itu tersenyum, ekspresinya seperti mengejek.

Sadar akan perlakuan Thalia kembali, dengan kaku Pangeran Ricard berusaha mendorong Thalia menjauh dari tubuhnya. "Jangan salah sangka, kita sudah berakhir. Kau sudah ku buang!" Sergahnya dengan nada bergetar seperti menahan gejolak di dalam hatinya.

Thalia tertawa, ia tetap bertahan di posisinya. "Benar kah?" Ia semakin erat memeluk tubuh Ricard, "Kalau memang faktanya seperti itu. Seharusnya dari awal Pangeran menjauh dan tidak berada di sini-di depanku. Bukan malah seperti ini. Saya jadi meragukan kebenarannya! Dan lagi fakta yang ada di depan saya sekarang ini!" Ujar Thalia dengan jemari telunjuknya memainkan bibir Ricard dengan sensual.

Pangeran Ricard dengan ekspresi kakunya melepaskan pelukan erat Thalia, ia berjalan keluar ruangan Nathalia. "Seharusnya aku memang tidak kesini!" Umpatnya kesal.

Thalia tertawa geli melihat ekspresi Ricard yang kelimpungan. Kemudian ia melangkahkan kakinya mendekati jendela, kedua mata emasnya menatap jauh pemandangan di luar jendela.

"Apakah benar 5 bulan yang lalu Nathalia bunuh diri? Kalau memang benar, maka jalan ceritanya akan tak sama dengan Novel yang dibacakan Gian." Gadis itu menerka-nerka.

Hembusan angin sepoi-sepoi membuat Thalia ingin jalan-jalan keluar menikmati dunia barunya. "Sepertinya dunia ini menarik,"

Yasmin masuk kembali ke ruang Thalia. Gadis itu menyadari kehadiran Yasmin sontak ia membalikkan badannya. "Yasmin, bagaimana caranya agar aku bisa mempunyai ruangan lain selain kamarku ini?" Tanya yang berhasil membuat Yasmin bingung karena pertanyaan yang tiba-tiba keluar menerpanya.

Thalia menyadari gelagat Yasmin yang bingung, "Ahh maksudku, apakah Ayah akan mengizinkanku mempunyai ruangan lain? Aku suntuk disini. Aku ingin ruangan pribadi lain yang ada meja, kursi, perlengkapan tulis menulis serta rak berisi buku-buku bermanfaat atau novel sebagai hiburan." Jelasnya panjang lebar.

Yasmin tersenyum, "Tentu saja beliau akan sangat mengizinkan Nona. Tuan Duke Aaron sangat perhatian sekali pada anda. Beliau sangat sayang pada Nona!" Jawab Yasmin, Thalia lega mendengarnya.

"Dan satu lagi Yasmin," Sahut Thalia kemudian, "Apakah kau mempunyai informasi atau kenal orang-orang yang pandai dalam hal mendesain dan membuat pakaian? Aku butuh beberapa pakaian yang sesuai dengan desain yang aku inginkan," Tanya Thalia sembari mengeluarkan selembar kertas yang sudah berisi coretan tangannya.

Yasmin berpikir sejenak. "Bagaimana kalau Madam Gielle? Beliau terkenal dan sudah memiliki butik sendiri di pusat kota. Beliau langganan orang-orang istana." Jelasnya.

Thalia menggelengkan kepala, "Aku tidak mau kalau madam Gielle. Aku tak srek sama dia," Tolak Thalia tegas. Ia malas berhubungan dengan orang yang jelas sudah menjadi sahabat baik si tokoh utama Salsabila.

Ingat, Thalia sudah tahu alur novelnya. Meskipun ia tidak membaca, tapi ia mendengarkan semua yang Gian ceritakan tentang bukunya. Sebisa mungkin ia tak mau berurusan dengan pengganggu kehidupan Nathalia.

"Ahh iya Nona!" Sahut Yasmin antusias seraya mendekati Nathalia. "Bagaimana kalau Madam Jasmine? Beliau meskipun tidak setenar Madam Gielle. Tapi, untuk keterampilan, Madam Jasmine juga tak kalah bagus dengan Madam Giel," Jelas Yasmin.

"Madam Jasmine! Baiklan, besok bisakah kau antarkan aku bertemu Madam Jasmine, Yasmin?" Tanya Thalia.

Yasmin mengangguk, "Bisa, Nona!"

Thalia tersenyum ramah, "Baiklah, kalau begitu aku akan menemui ayah dahulu," Ucapnya seraya berlalu dengan langkah yang lebarnya menuju ruang kerja Duke Aaron.

I WANT YOU (END)Where stories live. Discover now