Tepatnya di bagian anotomi tubuhnya. Lagi-lagi. Bagian itu jadi kelemahannya selama ini. Goblok. Bikin overthinking aja.
Jonad menghela nafas, kembali memperbaiki letak kacamatanya, lalu menjawab, "Ada 2 cara sih kalo menurut gue."
Kali ini Mandra mengalihkan pandangannya, menatap Jonad bersamaan dengan Dersa.
"Lo berlatih terus selama libur ini, tingkatin stamina, ubah taktik dan perdalam skill lo. Gue saranin, lo harus nyari cara buat ngalihin bagian lemah lo biar engga kebaca lawan. Atau lo buat sebuah ilusi untuk pengelabuan."
Mandra kembali melihat anatomi itu dan menghela nafas lelah, "Tapi, bagian ini bukannya susah ya bang? Gue harus pake gaya apalagi selain yang itu?"
"Coba aja dulu gaya paus kayang."
"Canda mulu lo monyet."Decak Mandra, lalu menggulung lagi kertas itu.
"Gaya yang senyaman lo ajalah anjir. Gue juga udah gumoh banget ngurusin ini. Entar gue juga coba tanyain ke couch. Engga usah terlalu dipikirin. Final masih 5 minggu lagi."
"5 minggu. Yang tanding gue bang. Ya salam!"
Jonad cuman ngakak aja bareng Dersa. Emang jenis human kayak gini enaknya ditanam di tanah yang banyak tai kucingnya.
"Kalo gitu, gue balek dulu deh. Selamat menikmati masa libur. Kesehatan lo pada dijaga. Jangan buat kita kena repetan sama couch lagi. Paham?" Ucap Jonad, lalu melangkah pergi dari kamar asrama.
Meninggalkan 2 onggok manusia yang wajah mereka kentara banget ama bekas luka, udah kayak preman jalanan ketangkep satpol pp. Mandra merebahkan tubuhnya di kasur. Memejamkan matanya pelan. Membiarkan Dersa kembali mengemas barang-barang yang akan dibawanya pulang ke dalam koper.
"Dengerin tolol. Bukan masuk kanan keluar ikan teri. Nanti konslet lama-lama otak lo."
"Iya-iya njeng. Berisik lo."
Dan Dersa hanya terkekeh melihat kefrustasian ala-ala Mandra itu.
.
.
.
.
.
"Naza!"
Panggilan itu membuat gadis tersebut membalikkan badannya segera. Mengkerut bingung ketika dirinya belum bisa melihat jelas siapa yang memanggil.
Maklum. Rabun jauh.
Setelah orang itu mendekat, barulah terlihat jelas siapa yang memanggilnya. Namanya Dameera. Teman sekelasnya. Sekaligus pemegang ranking 1 di kelas. Cewek yang bener-bener tipe social butterfly with high knowledge banget.
Terkadang membuat Naza iri dengan hal itu.
"Ada apa?"Tanya Naza, mencoba memgumpulkan kembali baterai sosialnya agar tidak terlihat jutek. Judes. Dan segala hal yang bersangkut paut dengan itu.
"Sore ini senggang ngga? Kalo iya, boleh engga aku minta temenin ke toko buku?"Pertanyaan yang selalu terselip harapan.
"Oh, senggang kok. Nanti kabarin aja, biar aku yang jemput"Balas Naza dengan senyumnya. Dan setelahnya Dameera berterima kasih dan langsung pergi dari sana.
Meninggalkan Naza yang masih berdiri mematung di lorong itu. Cuaca hari ini engga terlalu terik. Sama seperti dia yang sebenarnya udah kehabisan energi untuk ngapa-ngapain. Sebenarnya udah terlalu malas untuk berhadapan dengan manusia-manusia yang sayangnya harus dia temui setiap hari. Dan setiap detik.
ESTÁS LEYENDO
Fault Line(END)
Novela Juvenil"Maaf datang terlambat." "Maaf? Untuk apa?" "Karena udah ngebuat lo ngelakuin hal yang engga seharusnya lo lakuin dan ngerasain sesuatu yang seharusnya engga pernah lo rasain." "Aku baik-baik aja." "Jangan bohong" "Engga. Itu benar. Seharusnya aku y...
Fault Line[-1]
Comenzar desde el principio
