2|Yusuf Hafidz Al Ghifari

409 14 0
                                    

Lelaki itu menatap dirinya didepan cermin. Melihat penampilannya kembali pada pagi ini. Matanya beralih melirik arloji di tangan kirinya, dia adalah Yusuf Hafidz Al Ghifari.

Entah kenapa tiba-tiba pikirannya tertuju pada gadis galak yang mengintip sewaktu ia mengajar. Yusuf menghela nafas kasar sekaligus meraup wajahnya dan buru-buru berucap istighfar.

Tidak boleh memikirkan wanita yang bukan mahram.

Yusuf anak pertama dari dua bersaudara. Naila dan Adam dikaruniai dua anak, laki-laki dan perempuan. Keluarganya terkenal karena kekayaan milik ayahnya. Adam memiliki sebuah perusahaan terbesar namun Yusuf tidak tertarik pada dunia kantor. Dia lebih memilih untuk berbisnis, membuka sebuah cafe yang sekarang sudah memiliki cabang di beberapa kota. Adam sebagai ayahnya pun tidak melarang atau mengekangnya, justru dia ikut mendukungnya.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu di kamarnya mengalihkan pandangannya tanpa beranjak sedikit pun lalu berkata. "Buka aja bun, gak dikunci!" Teriak Yusuf.

Naila-bunda Yusuf berdiri di depan pintu kamar, ia mengukir senyum manisnya saat melihat penampilan putranya lewat pantulan cermin lalu berkata. "Masya Allah, gantengnya putraku!" gumam Naila yang sedikit terdengar di telinga Yusuf.

Yusuf berjalan mendekati sang bunda. Kemudian Naila menyuruh Yusuf ke ruang makan untuk sarapan bersama. Yusuf mempersilahkan untuk sang bunda berjalan terlebih dahulu.

"Assalamualaikum yah!"

"Waalaikum sallam bro, "

Yusuf hanya bisa menghela napas pelan. Panggilan itu sudah tak asing lagi di telinganya. Jiwa muda ayahnya masih saja melekat sehingga merasa dirinya masih terlihat muda. Bukan hanya itu saja, terkadang juga Yusuf suka dipanggil tuan muda oleh pria paruh baya yang tak lain ayahnya sendiri.

Adam-ayah Yusuf menuangkan air ke dalam gelas kaca saat putranya menggeser kursi yang ada di hadapan meja makan kemudian bertanya. "Gimana ngajar dan pekerjaannya? "

Yusuf mendongak, menatap ke arah ayahnya. "Alhamdulillah lancar semua. Meskipun ada beberapa mahasiswa yang bandel, " jawab Yusuf.

"Gapapa maklum. Jangan menyerah! Jadi laki-laki harus tangguh apalagi suapay suatu saat nanti bisa jadi pemimpin rumah tangga hebat."

Yusuf mengambil dua lembar roti lalu mengoleskannya dengan selai coklat dan berkata. "Belum ada kepikiran sampai situ,"

Adam dan Naila hanya tersenyum mendengarnya. Naila memberikan piring yang telah diisi makanan pada Adam, sedangkan putranya hanya memakan roti dan buah-buahan.

"Umur kamu sudah pas untuk membina rumah tangga, dan nikah muda itu enak lho bang,"

"Ayah," panggil Naila.

Naila tidak mau putranya dikekang untuk nikah muda. Biarkan saja putranya menikmati masa mudanya terlebih dahulu dan menemukan wanita pilihannya sendiri.

"Canda bun, ayah cuman ngasih saran aja."

"Nikah muda kan harus ada calon istrinya dulu yah," Yusuf menyuapi rotinya ke dalam mulut.

"Tenang saja, nanti ayah bantu carikan." Ucap Adam akhirnya.

••••

Khalisa berjalan terburu-buru, dia lagi-lagi merutuki dirinya sendiri karena tadi malam keasyikan membaca cerita horor di aplikasi dunia oren sampai dia kelupaan melihat jam. Hal yang sama seperti dihari pertama ospeknya, dan hari ini juga ia telat lagi. Terhitung satu minggu Khalisa melakukan ospeknya. Tepatjya hari ini adalah semester keduanya juga hari pertama memakai jaz kebanggaan dari kampus.

HI, GANTENG!Where stories live. Discover now