The Last Time

10 1 0
                                    

Terinspirasi dari lagu: "Everything Goes On"

Angin lembut  sore dari pantai hari itu membelai rambut ku. Ku letakkan tangan panjang ku pada bingkai kayu jendela kamar. Aku berdiri diam, mataku tak bisa lepas dari pemandangan ombak pantai.

"Mau bermain ke pantai?" Tanya seorang laki-laki berambut biru berbaring di atas ranjang dengan suaranya yang sedikit serak.

Aku menggelengkan kepala. "Tidak tanpa mu," aku berbalik, berjalan pergi dari jendela lalu duduk di atas ranjang, di samping laki-laki itu.

Lagi² kalimat itu yang terucap dari bibirku. Entah sudah berapa kali aku menolak tawaran untuk pergi bersenang-senang hanya karena dia tidak bisa ikut bersamaku.

Tangan dingin yang sudah tidak memiliki tenaga, mata biru muda menyala dan anting khas yang dimiliki laki-laki itu. Ku pandangi satu per-satu tiap bagian dari dirinya.

"Ayolah, aku tau kau sangat ingin pergi ke pantai untuk menikmati matahari tenggelam."

Ku hiraukan perkataannya, dan memilih untuk tetap duduk di sampingnya. Bagiku, meninggalkan kesempatan menikmati dunia luar hanya untuk waktu lebih lama bersamanya bukanlah masalah sedikitpun.

Laki-laki itu menghela nafas panjang,  "Maaf, aku tau semua ini salah ku," jedanya lalu melihat ke arahku, "Saat aku sudah membaik, ayo pergi ke pantai setiap sore. Seperti biasanya."

Ku balas ucapannya dengan anggukan kecil. Walaupun aku tau bahwa itu adalah kebohongan besar yang tak bisa ditutupi sedikitpun.

Otak ku memutar kembali momen saat kami sering bermain di pantai dahulu. Setiap sorenya kami duduk di bibir pantai, menikmati matahari tenggelam sambil berbincang-bincang.

Terpintas pula di kepalaku suara lembut yang selalu memanggil namaku disaat aku sedang tidak baik-baik saja.

"Lavier!"

Suara itu sudah seperti obat bagiku. Dengan mendengarnya saja, aku bisa merasa jauh lebih tenang.

"Kau suka pantai kan? Tapi sepertinya akan lebih bagus jika ku bawakan saja laut untukmu. Bukankah begitu?"

Kalimat yang mungkin terdengar biasa bagi orang lain, tetapi begitu berarti bagiku. Kata Pantai dan Laut menjadi kata yang sensitif di telingaku. Sebuah dengungan dan  memori kecil muncul dalam pikiran ku saat kata itu disebutkan orang lain.

Rasa sesak mulai menyelimuti dadaku. Ku turunkan pandangan ke lantai, hingga tiba-tiba terasa sebuah tangan mengusap pipiku pelan.

"Aku tak mau kau tersakiti, kau bisa per-"

"Kau ini, terus saja menyuruhku untuk pergi. Apakah keberadaan ku benar-benar mengganggu mu? Kau mau mengusir ku, begitu?" Tanyaku, dengan maksud bercanda.

Lelaki itu terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis kearah ku. "Ah...Maaf ya. Aku tidak bermaksud seperti itu," ia membuka kedua tangannya, menungguku untuk datang kedalam pelukannya.

Mengerti maksudnya, aku segera naik keatas ranjang, lalu membaringkan tubuhku di sampingnya. Ku istirahatkan kepalaku di pundaknya, dengan tangan yang sudah melingkar di pinggang laki-laki itu.

Tidak perlu ada topik obrolan untuk mengisi waktu yang sudah sempurna. Saat sudah mulai lelah, mata ku mulai terpejam. Di posisi yang sama, kami berpelukan untuk yang terakhir kalinya pada malam itu.

                              ***
Suara tangisan mengisi keheningan pemakaman. Aku yang kini hanya bisa melihat dia dari atas, sambil menggenggam erat payung. Ku rasakan bibirku yang sudah berdarah karena gigitan ku sendiri yang menahan duka.

Ku keluarkan secarik kertas dari kantong celanaku. Kertas itu adalah surat terakhir yang dia tinggalkan diatas meja sebelum akhirnya pergi meninggalkan dunia ini.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
-Dear, L

Senang bisa merasakan pelukanmu untuk yang terakhir kalinya. Jujur saja, aku sangat kesulitan dalam menulis surat ini. Semoga kau masih bisa membacanya ya.

Aku selalu khawatir apa yang akan terjadi padamu saat aku tidak ada nanti.

Di tengah malam, aku merasakan tubuhmu gemetaran. Aku sangat khawatir, aku tidak ingin terjadi apa-apa denganmu.  Aku tidak bisa melakukan apapun selain memelukmu dengan erat, berharap bisa membuatmu lebih tenang.

Sekarang jam 4 pagi, dan aku terbangun tanpa sengaja. Aku sadar bahwa tubuhmu tidak gemetaran lagi. Lalu kau tau apa? Tiba-tiba saja kau mengigau dan berkata kepadaku.

"Maaf sudah membuatmu khawatir, jangan meminta maaf terus padaku."

Itu adalah hal termanis yang pernah aku dapatkan diakhir hidupku. Saat kau menemuka kertas ini, aku mungkin sudah tidak lagi di sampingmu.

Aku harap kau bisa terus menjadi dirimu sendiri, sampai kita bertemu kembali di titik terang.

-Your Starlight
~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Selesainya aku membaca surat itu, telah selesai pula acara pemakamannya. Aku memutar tubuhku dan mulai berjalan pergi. Ku tolehkan kepalaku sebentar kearah pemakaman itu lagi dan berkata untuk yang terakhir kalinya, "Good bye. Or maybe...see you later," hingga pada akhirnya benar-benar berjalan pergi meninggalkan semuanya.

______________________________________

Note: It took me a long time to finish this story. You were right. When you're gone, everything still goes on. And i still love you. I Miss you. Even though you're no longer here, i hope we can meet on the next life as a new person. Then we'll make another story as happy as before.

Is it wrong for me to expect you to come back? On every story that i made, i always have a sentence that will remind me of the story. And for this short story, This sentence expresses my heart.

"I would sell my soul for every second more with her." -Draco Malfoy

I Don't know what else to say. Just...Don't forget me...please.

This story was typed by:
Lavier Rosalinda

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Last TimeWhere stories live. Discover now