Chapter XII : Fungsi Kakak dan Adik

Start from the beginning
                                    

"Itu di tab. Aku cuma punya dua kebetulan memang dua-duanya fatty liver. Yang satu alcoholic, yang satu non-alcoholic." Adimas memulai penjelasan ketika mereka sampai di parkiran apartemen Adimas.

Adimas keluar mendahului Alvaro. Alvaro mengikuti langkah kakaknya dan membantu untuk membawakan barang-barang yang dibawa Adimas dari rumah.

"Yang alcoholic seumuran sama Mas. Sebenarnya masuknya baru dua hari lalu. Kelihatan langsung, oh ada masalah nih hepar-nya, jadi di IGD langsung USG. Kuning banget kulitnya, ternyata udah grade 3 dan dia masuk IGD pulang clubbing. Gila emang," jelas Adimas tak habis pikir.

"Satu lagi, sudah empat hari. Masuk IGD diagnosanya dyspepsia syndrome, makanya bingung. Mual, perut begah, nyeri ulu hati, fesesnya berdarah segar, sudah sebulan dan riwayat empat tahun terakhir minimal dua kali setahun pasti ada gejala typus, jadi organ dalamnya mau aku cek semua," tutur Adimas.

"Aku kasih Barole injeksi sekali sehari, rebamipide sama sukralfat tiga kali sehari sebelum makan. Kondisinya cukup membaik tapi masih ada mualnya, fesesnya sudah tidak berdarah juga padahal yang itu belum diapa-apain juga, sih. Cuma yang memperparah ada riwayat asma dan sinusitis, hampir tiap malam serangan asma, itu yang bikin USGnya agak ngaret, baru di hari keempat bisa USG, kemarin."

"Dari hasil USG, resminya dari Rangga belum ada memang, tapi dari yang aku lihat memang sudut heparnya meruncing dan ukurannya membesar, bisa disimpulkan fatty liver grade 1 atau grade 2." Adimas menjelaskan sementara Alvaro menyimak dengan seksama.

"Penampilannya, bentuk rupanya, bagaimana?" tanya Alvaro.

"Yang non-alcoholic?" tanya Adimas memastikan. Alvaro mengangguk.

"Cantik, gemes, baik hati," balas Adimas diselipi canda yang tentu membuat Alvaro kesal.

"Gitu aja terus tiap ada pasien cewek!" Alvaro kesal dan menendang Adimas yang baru saja merebahkan diri di karpet ruang tengah apartemennya. Adimas tertawa kecil.

"Gemuk. Tinggi badannya seratus enam puluh, beratnya delapan puluh lima waktu masuk IGD sekarang delapan puluh satu," jelas Adimas menjawab serius.

"Roundness gitu perutnya?" tanya Alvaro lagi dan Adimas hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Fatty liver itu emang gak ada obatnya karena memang bukan yang butuh obat, butuhnya ngerubah pola hidup sama pola makan lebih sehat aja," kata Adimas.

"Tapi dalam kasus pasienku itu, yang bikin kompleks penyakit penyertanya banyak. Lambungnya belum diperiksa, ususnya belum diperiksa. Ya, semua itu harus diperiksa karena diagnosa awalnya dyspepsia, 'kan. Lalu asma dan sinusitisnya juga perlu ditangani juga." tutur Adimas.

"Berarti ada beberapa dokter yang jadi DPJP?" tanya Alvaro.

"Kepala tim penanganannya Mas. Parunya sama dr. Emir, THT-nya si Indira. Nanti dirujuk ke dr. Fatimah untuk endoskopi, kalau dari hasil endoskopinya memang perlu penanganan dokter konsultan berarti DPJP-nya jadi dr. Fatimah." Adimas menjawab panjang disertai helaan napas.

Lelah. Sebenarnya dia lelah. Bukan karena Ris, tapi karena lingkungan yang seakan menekannya untuk berperforma baik. Sejujurnya memang Ris juga membuatnya sakit kepala tapi bukan karena personalnya, bukan atas kesengajaan Ris. Dilema menggerayangi, lagi dan lagi Adimas tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Adimas semula memandang langit-langit unit apartemennya yang serba putih. Masih setengah jam sampai ke adzan subuh dan dia tak bisa memejamkan matanya kembali. Kalau begini istirahat Adimas berantakan, mau tak mau besok dia izin tak jogging pagi.

Get Well SoonWhere stories live. Discover now