01. Seorang Tawanan [17.08.23]

1.2K 162 28
                                    

Laven menyambut uluran tangan Agamore Zimmervoct di aula besar Azure Castle, tempat para emas anggota keluarga kerajaan itu singgah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Laven menyambut uluran tangan Agamore Zimmervoct di aula besar Azure Castle, tempat para emas anggota keluarga kerajaan itu singgah. Kastil yang sedang dikepung oleh ratusan pasukan dari Selatan. Petermuan khusus yang hanya dihadiri oleh dua pemimpin dari dua wilayah besar di benua Ziraniya. Sang raja Utara mempersilahkannya duduk dengan jamuan mewah mengisi meja panjang di aula tersebut, yang mana mereka duduk di masing-masing ujung meja yang saling berjauhan.

Para pengawal berjaga di pintu. Suasana kastil ini tentunya masih setegang medan perang beberapa hari yang lalu. Tinggal menunggu keputusan apakah Selatan memutuskan untuk mengakhiri kekuasaan keluarga Zimmervoct untuk selamanya atau apakah terdapat jawaban lain.

"Aku harap kau memahami maksudku, Lord Alzeri." Suara pria tua itu menggema di dalam aula. Tidak setua yang Laven bayangkan selama ini. Badannya masih nampak bugar padahal usianya sepantaran dengan ayah Laven yang kini sedang terbaring sakit di Azegar.

Laven menyentuh garpu emas di mejanya. Bukan perak, kekayaan keluarga ini memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Sayangnya seisi tambang emas mereka belum tentu bisa memenangkan perang. Sebanyak apapun mereka menyewa tentara bayaran, membuat senjata mematikan, membeli barang mahal untuk keperluan perang, Selatan tidak akan pernah goyah dan membantah untuk dijajah.

"Aku mengerti apa maksudku." Guman Laven sembari menyantap jamuannya. Ia tidak takut diracun. Jika dia keluar dari aula ini dalam keadaan sekarat, pengikutnya akan menguliti para Zimmervoct hidup-hidup bahkan yang masih bayi merangkak sekalipun.

"Aku dengar kau juga menerima tawaranku, Lord Alzeri."

"Jadi kapan kau akan menyerahkan putramu?"

"Kita lakukan upacara pernikahan malam ini."

"Secepat itu kau ingin kami pergi dari wilayahmu?"

Wajahnya tidak bisa berbohong. Sang Raja menumpahkan kemunafikannya demi masa depan kerajaannya. Barangkali keberadaan orang Selatan di sini membuatnya sesak bernafas. "Rakyatku ketakutan, My Lord. Aku hanya ingin membuat mereka tenang. Sisanya aku serahkan padamu bagaimana kita membuat kesepakatan perihal kekuasaan wilayah di benua ini."

"Kau tau garis besarnya. Jauhkan invasimu dari wilayah Selatan dari perbatasan Azathor sampai ujung Azegar." Nada dingin menyertai deretan kalimat barusan. Lidah Laven tidak berselera dengan hidangan Utara. Terlalu lunak, terlalu matang. Ia kecewa dan ingin cepat-cepat kembali ke Selatan dan menyerahkan semua urusan perdata kepada tangan kanannya yang lebih memahami ini karena telah hidup lebih lama. "Jika orangmu berani menginjakkan kaki di Selatan, aku bisa memastikan putra ke duamu ditiduri oleh 50 pria dan 10 kuda sekaligus."

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, Lord Alzeri. Athen adalah kesayanganku."

Athen, itulah namanya. Athen. Setelah sekian lama Laven menghabiskan waktu di medan perang melawan pasukan yang dipimpin oleh bocah itu, pada akhirnya dia mengetahui namanya.

ZIRANIYA | historical bxbWhere stories live. Discover now