Chapter IX : Doa Yang Baik Saja

Start from the beginning
                                    

Diani berdiri bangkit dengan cepat lalu buru-buru masuk ke koridor ruang perawatan mengabaikan segala barang bawaannya. Secepat mungkin berlari menuju kamar Ris sambil berusaha untuk menyeka air mata yang menggenang di wajahnya.

Diani masuk ke kamar Ris, disambut isak pelan semata wayangnya itu dan suara lelaki lain yang tidak dikenali Diani. Diani tidak akan membiarkan siapapun menemani Ris kecuali dia, Diani akan menjadikan dirinya sebagai satu-satunya orang yang bisa Ris andalkan.

"Kata Ibu, aku sakit begini karena banyak dosa. Apa iya? Karena aku menyakiti hati orang lain, karena aku gak bisa jaga bicara dan sikap-" Di sela isak tangisnya Ris berucap membuat Diani urung menyibak tirai.

"Aku ini pendosa, Dokter," ucap Ris pelan pada seseorang yang dipanggil Dokter. "Aku gak perlu USG, aku cuma perlu bertobat, 'kan?"

"Hmmm-" Adimas, dia yang dipanggil dokter oleh Ris, berdehem panjang. "Manusia itu makhluk gak berdaya, yang bisa menentukan dosa orang itu hanya Tuhan, bukan manusia."

"Kalau bertobat, setiap hari saja. Setiap sepertiga malam, berserah diri, bertobat karena setiap hari kita berbuat dosa, bukan kamu saja, aku juga. Jadi, ya setiap hari, bahkan setiap saat saja memohon ampun," kata Adimas yang baru kali ini bicara panjang lebar tentang apa yang dia percaya tentang dosa.

"Tuhan ini Maha Pengampun. Jadi, setiap hari, setiap saat saja berdoa, 'Ya Tuhan ampunilah dosa-dosaku, dosa orang tuaku, dosa kerabat, dosa orang-orang yang baik kepadaku dan dosa orang-orang yang jahat kepadaku. Ringankanlah segala urusan kami dan berikan kami akhir yang baik. Aamiin.' begitu," jelas Adimas.

"Dosa-dosaku, untuk diri sendiri. Dosa orang tuaku, untuk orang tuamu, karena seburuk apapun mereka, minimal tanpa kromosom mereka kita tidak bisa hidup di dunia."

"Dosa kerabat karena hidup kita mau tak mau tertaut pada mereka. Kalau Tuhan memberikan kebaikan pada mereka, maka kita pun yang mendapat kebaikan itu sendiri."

"Dosa orang-orang yang baik. Sebagai bentuk rasa terima kasih atas kebaikan mereka yang mungkin tidak bisa kita balas secara langsung."

"Dosa orang-orang yang jahat. Kalau orang yang jahat diampuni dosanya, mereka akan baik, jadi kita sekalian berharap tak usah sekali-kali lagi merasakan hal buruk dari orang itu dan tidak usah orang lain merasakan sakit yang sama seperti ketika kita tersakiti oleh orang itu. Jadi, ketika sengaja atau tidak sengaja kita menyakiti orang, kita berharap orang yang tersakiti oleh kita juga berdoa agar dosa kita diampuni."

Dengan suara yang menenangkan, lembut seperti air yang beriak, dengan senyum yang hangat, Adimas menjelaskan banyak hal pada Ris. Meluruhkan tiap emosi buruk yang membuat sesak dada Ris, mendinginkan kepalanya yang panas karena terlalu banyak hal yang dipikirkan.

"Kenapa sih, manusia takut berdosa? Karena takut menghadapi kematian yang buruk, kan?" tanya Adimas mencoba menghubungkan apa yang dia percayai dengan apa yang Ris pahami. Ris mengangguk pelan, membenarkan hal itu.

"We afraid of suffering to death," tambah Adimas pelan yang dibalas anggukkan sepakat oleh Ris.

"Bapakku mengabdikan diri untuk UGD RSUP, dari waktu dokter junior hingga kini di penghujung karirnya sebagai dokter bedah gawat darurat."

"Ibuku mengabdikan diri untuk mengungkap kematian orang, dari mulanya dokter forensik muda hingga menjadi kepala penyidik forensik."

"Aku, kakakku, dokter internist. Adik-adikku yang sering dapat tugas jaga. Keluargaku semuanya identik dengan cerita kematian."

"Ada seorang satpam tewas tenggelam ketika mencoba menyelamatkan orang yang terseret arus banjir. Terkenal sebagai satpam yang hatinya baik, penyayang pada anak-istri, tak segan menolong. Orang yang mau dia selamatkan itu aslinya maling, suka mabuk-mabukan dan judi. Dua-duanya tewas tenggelam, tapi kita tidak tahu apakah cara matinya sama menyakitkan atau tidak. Karena Tuhan Maha Tahu, Maha Baik. Yang menurut manusia menyakitkan bisa jadi tidak menyakitkan, yang menurut manusia sepele bisa jadi menyakitkan. Kita tidak tahu."

Get Well SoonWhere stories live. Discover now