"Bagaimana kondisi anak dan istri saya dokter?" Tanya suami pasien setelah diam beberapa menit memperhatikan Thalia mengecek kandungan istrinya.

"Kalau bisa normal ya dokter!" Sahut nyonya W. "Saya ingin mencoba normal saja melahirkannya, Dokter!" Katanya lagi, nyonya W tampak gugup jika harus di perintahkan operasi.

Thalia tersenyum, "Bayinya dalam kondisi baik. Pergerakannya berkurang dikarenakan kepala bayinya sudah mapan di panggul, serta akibat air ketuban yang juga sudah berkurang. Untuk usia kandungannya memang sudah melebihi waktunya. Begini saja, Ibu dan Bapak! Saran saya kita lakukan NST (Non Stress Test) terlebih dahulu, gunanya untuk melihat kesejahteraan janin dalam kandungan ibu, karena sudah 2 hari air ketuban ibu merembes! Kalau memang hasilnya bagus, pasti ada peluang yang akan kita coba untuk melahirkannya normal dengan metode Oksitosin Drip atau di rangsang. Tapi, kalau hasilnya tidak baik, dengan terpaksa kita perlu tindakan cepat! Kemungkinan terakhir itu sudah pasti, Ibu akan di operasi hari itu juga!" Jelas Thalia panjang lebar tapi mudah di mengerti pasien dan suaminya.

Suaminya mengangguk, "Baik dokter, untuk keselamatan istri dan anak saya. Saya menerima saran bu dokter." Jawab suami pasien yang memang tipikal orang tegas, pintar, dan kooperatif.

Istrinya mengangguk mensetujui keputusan suaminya, memang sang istri ingin mencoba normal untuk kehamilan keduanya ini. Mengingat dia rela menunggu kontraksi datang sampai usia kandungannya melebihi batas.

Thalia beralih menatap Rena, perawat yang setia menjadi asistennya sekarang, "Lakukan inform consent dan NSTnya. Untuk hasilnya laporkan ke saya segera!" Titah Thalia.

Rena menangguk, "Siap dokter!"

Tak lama Thalia beranjak keluar dari ruangan USG. Kakinya melangkah dengan langkah cepat tapi santai seperti karyawan sibuk di Rumah Sakit pada umumnya. Ia bergerak ke ruang ganti yang terletak di sebelah ruang operasi untuk mempersiapkan diri.

Thalia duduk di kursi, sambil menunggu dokter anastesi melakukan tugasnya. Ia menatap layar ponselnya, melihat laporan dari Rena. Ternyata hasil NSTnya datar atau suspicius, terlalu beresiko untuk dilakukan kelahiran normal. Jemari lentik Thalia segera mengetik pesan singkat.

{KIE Operasi! Kalau setuju jam 4 lanjut operasi pasien tersebut!} Thalia mengirim pesan singkatnya.

Tak lama balasan Rena pun datang {Siap dokter!}

Setelah membaca balasan Rena, segera ia simpan ponselnya ke saku kemeja dokter miliknya dan menutup serta mengunci loker miliknya. Tak mungkin membawa ponsel saat operasi. Jika ada keadaan darurat perawat akan beralih menelepon di bagian pos perawat ruang operasi, karena semua perawat paham jadwal dokter mereka.

***

Thalia merebahkan tubuhnya di sofa empuk ruang tengah, ia berusaha rileks karena seharian ini ia mendapatkan operasi sebanyak 4 kali. Beruntungnya hari ini bukan gilirannya praktek Poli USG, jadi dia bisa handel 4 bahkan sampai 5 operasi kalau memang gawat darurat.

Setelah cukup beristirahat sejenak, ia melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengolah makan malamnya. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, Thalia tak akan bisa tidur kalau perutnya dalam keadaan kosong. Ia tak khawatir gemuk, karena sebanyak apapun Thalia makan, tubuhnya tidak akan berubah. Semua sebanding dengan aktivitas yang ia lakukan sekarang.

Ia menggoreng ayam yang sudah di marinasi dan sambal lalapan. Tak lupa jus tomatnya. Dengan santai ia melahap makanannya sampai tandas. Thalia tak khawatir akan tidur malamnya terganggu, karena di Rumah Sakit sudah ada Dokter Spesialis lain berjaga yang sedang jaga malam.

Semua dokter spesialis dan dokter umum di Rumah Sakit itu sudah mendapat jadwal shiftnya masing-masing secara adil. Jadi, tidak ada kesenjangan dengan perawat maupun bidannya. Serta tidak ada pula dokternya yang praktek di rumah sakit lain, mengingat jadwalnya shift. Dan sesekali ada jadwal lembur untuk semua karyawannya, jangan tanya soal gajinya. Rumah Sakit bagus, managemen baik, serta masyarakatnya banyak yang datang entah itu periksa poli ataupun rawat inap, sudah pasti gaji karyawannya besar belum lagi fee plus plusnya.

Selesai menyantap menu makan malamnya, ia segera beranjak untuk membereskan piring beserta dapur bekas ia memasak tadi. Thalia sangat menjaga kebersihan dan kerapian. Tak khayal rekan kerjanya memberikan julukan 'Miss Prefecty'. Semua harus sesuai dengan kemauannya, jika salah Thalia akan tegas memarahi dan menghukumnya.

"Seperti biasa malam yang sunyi," Guman Thalia sembari membereskan dapur.

Thalia tinggal sendirian di apartemen luxury miliknya, ia seorang anak yatim sejak usianya masih anak-anak 10 tahun. Ayahnya meninggal ketika pulang dari perjalanan bisnisnya di Negara Rusia. Kini, Ibunya berada di luar negeri, Ibu Thalia merupakan wanita tegas, disiplin dan sangat sibuk dengan mengelola bisnisnya sendiri serta bisnis peninggalan suaminya.

Maka dari itu, Thalia lebih memilih tinggal di Indonesia dan menjadi dokter spesialis kandungan. Thalia jatuh cinta dengan profesi bidan yang sedang menolong persalinan di rumah sakit tempat dia magang sebagai dokter umum. Karenanya Thalia bertekad untuk melanjutkan lagi perkuliahannya sampai spesialis dan konsultan.

Saat bekerja, Thalia tidak hanya menerima operasi saja. Karena ia merasa tidak ada tantangan di dalamnya. Thalia sering menolong persalinan normal layaknya bidan, karena ia sangat antusias menyaksikan proses malaikat kecil yang akan lahir di dunia. Mereka sangat kecil, imut dan memiliki aroma khas bayi. Kadang terbesit di pikiran Thalia, ia ingin suatu hari nanti dirinya terjun di dunia bisnis seperti ibunya. Tetapi bisnisnya nanti akan ia rintis sendiri.

I WANT YOU (END)Where stories live. Discover now