Shan berdiri dengan mulut terkatup rapat, matanya menangkap punggung Chika yang bergerak naik-turun karena menangis. Sorot mata pemuda itu terus memperhatikan Chika, dengan dua tangan yang sedikit mengepal, dia bergerak maju mendekati gadisnya.

Isakan tangis Chika langsung menyambut telinga Shan manakala pemuda itu kini duduk di atas bangku taman sekolah berwarna coklat. Duduk persis di sebelah Chika, Shan masih mengatupkan mulutnya, seperti enggan untuk berkata. Gadisnya itu masih belum menyadari kedatangan Shan, hingga sebuah tepukan halus mendarat di bahu Chika, membuat gadis bergummy smile itu sontak menoleh ke arah sampingnya, dimana tangan Shan masih menempel pada bahu Chika, lengkap dengan wajahnya yang tengah menatap gadis itu dengan tatapan datar.

"Astaga!! Kau mengagetkanku bodoh!!"

Tangan Shan langsung bergerak turun dari bahu Chika, lalu beralih masuk ke dalam saku celana. Kepala Shan menoleh ke depan, seperti enggan melihat wajah Chika lama-lama.

"Berhenti menangis Tetangga... Tangismu tidak akan mengubah apapun. Zee tetap akan pergi bersama Hades." ucap Shan, dengan pandangan sedikit kosong mengarah ke depan.

"Apa maksudmu?? Berhenti mengada-ada Shan!! Kau tau kan Zee itu sahabatku. Jadi wajar jika aku menangisinya, apa lagi dia meninggal dengan cara yang ⎯  " Chika tidak menyeleseikan ucapannya, isakannya kini kembali terdengar menembus ke gendang telinga Shan. Satu tangan Chika terangkat, menutupi mulutnya sambil terus terisak dengan raut wajah yang menyedihkan.

Membuat Shan muak.

Ya,, muak. Walaupun raut wajahnya datar, namun dalam hati ada sebongkah rasa cemburu yang membara, membuat hatinya sesak.

"Aku tidak suka melihat Tetangga menangis. Aku tidak suka. Aku tidak suka. Aku tidak suka."

Ucapan dari Shan membuat Chika menoleh ke arah pemuda itu. Tatapan mata Shan kosong, mulutnya terus mengucapkan kata "aku tidak suka". Chika masih terisak, namun dia mencoba meredam emosinya saat melihat wajah Shan yang semakin datar dengan tatapannya yang kosong.

"Shan! Hentikan!!" Chika berdiri dari duduknya, bentakannya yang lantang itu sukses membuat Shan terkejut, lalu menoleh ke arah Chika yang tengah mengusap jejak air mata yang menempel di pipinya. Shan ikut berdiri, lalu tanpa aba-aba mencengkram pergelangan tangan Chika hingga gadis itu meringis menahan sakit.

"Lepaskan! Lepaskan Shan!!"

Kedua mata Shan menatap tajam ke arah Chika, membuat gadis itu tercekat dengan raut wajah ketakutan. Shan menggeleng, masih dengan cengkramannya di pergelangan tangan Chika yang tak mengendur sama sekali.

"Aku tidak suka. Aku tidak suka Tetangga menangis. Berhenti menangisinya. Dia pantas mendapatkan semuanya. Hades memang harus membawanya."

Chika menelan ludahnya, perlahan cengkraman tangan Shan mengendur, lalu pemuda itu benar-benar melepaskan cengkeramannya dari pergelangan tangan Chika. Dia mundur beberapa langkah, lalu berbalik arah dengan kepala yang menunduk. Melangkah pergi meninggalkan Chika yang masih termangu menatap punggung Shan yang kian menjauh.

Chika kembali terduduk di bangku taman belakang sekolah. Racauan Shan benar-benar sangat ambigu. Kenapa?? Kenapa Zee pantas mendapatkan semuanya??? Semuanya yang pemuda maksud itu apa?? Kematiannya? Lalu siapa Hades?? Kenapa Shan selalu menyebut nama itu jika itu menyangkut sebuah kematian..??

Kepala Chika pening, semua pertanyaan itu spontan merongrong otaknya untuk terus berpikir.

.

.

.

.

Boby berdiri di dekat jendela besar yang menampilkan pemandangan seluruh kota Ackerley dari atas ketinggian. Laki-laki dengan kemeja putih dan celana bahan berwarna coklat tua itu terlihat tersenyum sinis. Raut wajahnya angkuh dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana. Perlahan tubuhnya berbalik, sorot matanya yang tajam bersirobok dengan sepasang mata yang tengah menatapnya sedari beberapa menit yang lalu. Boby kembali menampilkan senyuman sinisnya, membuat laki-laki yang berdiri tak jauh darinya itu spontan mengepalkan tangannya.

Kini, perempuan dengan surai hitam dan sepasang mata kucing yang menghiasi parasnya berjalan perlahan ke arah meja kebesaran milik Boby. Tangannya terulur sambil meletakkan dua lembar foto.

"Kau bisa melihat sendiri foto ini. Yang sebelah kanan adalah foto jejak sepatu yang di temukan di TKP pembunuhan Grey. Yang kiri adalah jejak sepatu adikmu yang aku foto di Halte dekat Kingston High School. Jejak sepatu ini sangat persis." ucap Naomi, wanita bermata kucing yang tengah bersedekap dada dan berdiri di samping kekasihnya, Vino.

"Jadi, kalian sedang menuduh adikku yang melakukan pembunuhan berantai ini??" tanya Boby, masih dengan wajah angkuh dan smirk di bibirnya.

"Hanya dengan foto jejak sepatu ini?? HAHAHAHA!!!" Boby terbahak, lalu bertepuk tangan sambil berjalan pelan ke arah pasangan detektif di depannya.

"Kalian tau? Ada banyak orang yang mempunyai sepatu seperti itu! Alasan bodoh macam apa itu?!!" sentak Boby, dengan sorot matanya yang setajam elang.

"Nike keluaran tahun 2019, hanya dengan satu warna yaitu warna putih dengan ornamen bunga kamboja kecil di sisi kanannya. Di produksi limited edition dengan hanya meluncurkan 5 pasang di seluruh dunia. 3 pasang di beli oleh artis di negara Amerika. 1 pasang di beli oleh pengusaha emas di negeri Mesir. Dan 1 pasang di beli oleh Nona Sisca Sarasean sebagai hadiah ulang tahun untuk Shan. Apakah penjelasanku salah Tuan Boby yang terhormat??" ucapan Vino membuat Boby terdiam. Tak sadar laki-laki angkuh itu mengepalkan kedua tangannya.

"Tuan Boby, apa kau sengaja menghentikan penyidikan ini karena sebenarnya kau sudah tau jika dalang di balik semua pembunuhan ini adalah adikmu, Shan Dandelion?? Kau mencoba melindunginya dengan cara menghentikan penyidikan ini. Lalu soal skandal 2 idol besar itu, apa kau juga yang sengaja mengaturnya?? Ku dengar kau berteman baik dengan CEO Saturn Entertainment, dan soal kematian Zee, bukankah pemuda itu adalah pelaku utama yang membully Shan ketika dia masih di kelas 10??" kini giliran Naomi yang membuat Boby semakin terdiam.

Boby menatap kedua orang di depannya dengan tatapan tajam.

"Berhenti mencurigainya...." ucapan Boby yang lebih terdengar seperti desisan itu malah membuat Vino dan Naomi semakin menaruh curiga.

Bunyi ponsel yang berdering dari saku celana Vino membuat laki-laki itu langsung merogoh saku celananya, layar ponselnya menampilkan nama Ashel.

"Halo..??"

"Panti Asuhan Ceongnam??"

"Baik. Terima kasih shel.."

Boby terdiam. Selentingan ucapan Vino membuat dadanya bergemuruh hebat. Kepalan di kedua tangannya semakin erat.

Brakkk!!!!

"Keluar dari ruanganku!!!!"




TBC.

GOOD BOY || JKT48 Ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang